Bab-15

149 28 4
                                    

[Cinta ini masih ada?]

Menunggu dan menanti itu berbeda, namun tidak ada yang menyenangkan.


10-02-2021
_________________________________________

Sano kembali ke rumah tuan Sutardji, ia sudah memakai baju sehari-hari.

Tuan Sutardji tidak pernah mempunyai pikiran yang jelek kepada Sano. Ia percaya bahwa Sano adalah orang baik dan bertanggung jawab.

"Paman, sekarang akan kemana?" tanya Sano pada tuan Sutardji.

"Di rumah saja, tolong bantu paman mengecap surat-surat ini dengan alat stempel di situ." Ucap tuan Sutardji sambil menunjuk kearah tersebut.

"Baik paman." Sano mengikuti tuan Sutardji ke dalam rumahnya.

Dan menuju ke ruang kerja tuan Sutardji. Yang banyak dipenuhi berkas-berkas yang menumpuk dan berserakan.

Sano tidak betah melihat banyak tumpukan berkas yang tidak tertata rapih. Akhirnya ia mempunya inisiatif untuk membereskan tempat kerja tuan Sutarji.

"Paman, bolehkah saya membereskan tumpukam kertas itu?" ucap Sano sambil menunjuk tumpukan berkas.

"Silahkan, jika kamu mau. Tetapi, setelah itu, ditata saja di atas meja. Nanti paman sendiri yang akan memisahkan nya." Ucap tuan Sutardji.

"Siap, paman." Dengan semangat, Sano merapihkan berkas-berkas milik tuan Sutardji.

Ketika Sano sibuk dengan aktivitasnya, Sekar melewati ruang kerja ayahnya. Dan ia melihat sesosok bayangan di dalam ruangan itu.

Sekar mengendap-endap, dan mulai penasaran. Siapa yang pagi-pagi sudah ada di ruang kerja ayahnya. Sedangkan ayahnya, tadi pergi ke arah dapur, dan berpapasan dengan Sekar.

Lalu siapa yang berada di dalam? begitu pikirnya.

Sano yang menyadari ada seseorang yang tengah mengintip di balik pintu, lalu meniru orang batuk.

"Ekhemm," (batuk cool).

Sekar terperanjak, dan pintu ruang kerja ayahnya menjadi terbuka lebar. Terpampanglah wajah khas orang bangun tidur. Rambutnya kusut (kalau kata orang Sunda mah 'acakadut') , untung saja hanya rambut yang kusut bukan baju tidur nya yang kusut.

"Ada apa, Sekar. Nyari Hiro?" ledek Sano pada Sekar.

Sekar tersenyum kikuk dan menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal. Setelah Sekar mendengar ucapan Sano yang terakhir, ia menjadi cemberut.

"Apasih kak, ko jadi ke dia bahas nya."

"Kakak lagi ngapain di sini?" Sekar mengalihkan pembicaraannya.

"Ya lagi beres-beres lah, ini buktinya." Ucap Sano yang sudah melanjutkan aktivitasnya.

"Hehe, semangat ya kak. Sekar bantu doa aja." Setelah itu, Sekar berjalan ke arah kamar mandi. Sano hanya bergeleng kepala saja.

"Dasar gadis freak, bisa-bisa nya Hiro menyukai Sekar. Maybe, Hiro kelilipan kayanya." Gumam Sano.

"Siapa yang kelilipan, nak Sano?" tanya tuan Sutardji yang sudah selesai membuat kopi dan teh untuk ia dan tamu didepannya ini.

"Eh, tidak paman." Sano tersenyum kikuk, hampir saja ia tercyduk membicarakan anak dari orang yang sedang berbicara didepannya.

"Huh, hampir saja." Monolog Sano dalam hati.

秋雨 "Hujan Musim Gugur" [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang