Bab-12

162 35 12
                                    

[Rajendra Umbara]

Jika kamu menunggu cinta berikutnya, bercerminlah.

17-12-2020

_________________________________________

Beruntungnya, sepedah ontel milik Sano tidak kenapa-napa, hanya bagian body sepedahnya yang lecet akibat tabrakan tadi.

Sano dengan segera menaiki sepedahnya dan mengayuh pelan mendekat ke arah Utari yang sudah berjalan.

"Naik lah, aku akan membonceng mu."

Utari segera duduk di boncengan sepedah ontek milik Sano.

"Tunjukkan arah ke rumah mu nona," ucap Sano.

"Lurus saja, nanti akan ku tunjukkan jalannya."

"Baiklah, pegangan yang erat." Sano memegang tangan Utari yang tidak diperban. Agar Utari bisa berpegangan di pinggang Sano. Utari tidak berprotes, ia mengikuti ucapan Sano.

Di sepanjang perjalanan Utari bertanya pada Sano.

"Oh ya, tuan dari tadi bisa berbicara bahasa Indonesia?! Bukankah seragam tuan menandakan tuan adalah seorang tentara kekaisaran Jepang?" tanya Utari bingung.

"Saya seorang penerjemah, sebenarnya saya baru dua tahun yang lalu mempelajari bahasa ini."

"Tuan tinggal di desa ini?"

"Iya tidak jauh dari sini, kamu mengenal tuan Sutardji?"

Seketika Utari menajamkan pendengarannya.

"Iya aku kenal dengan ayahnya Sekar."

"Loh, kamu mengenal Sekar juga?"

"Iya, dia teman ku. Memangnya kenapa?"

"Aku juga temannya Sekar." Ucap Sano.

"Tetapi aku baru tau ada tentara Jepang yang bermukim di sini?"

"Ya, kami belum lama pindah ke desa ini."

"Pantas saja, aku merasa asing dengan mu. Biasanya jika aku pergi ke depan, disana banyak Londo (tentara Belanda)"

"Oh ya?" ucap Sano yang sudah merasa nyaman berbicara pada Utari.

"Iya, tetapi sebaiknya tuan lebih berhati-hati dengan tentara Belanda itu. Mereka selalu menggoda gadis-gadis, jika melewati jalan besar itu."

"Lalu apa hubungannya dengan saya? Saya kan seorang pria."

"Ih, anda kan sedang bersama ku. Aku masih gadis loh." Utari cemberut.

"Hahaha, iya iya. Lagi pula tempat mereka sangat jauh dari sini."

"Kanan atau kiri?" tanya Sano bingung.

"Ke kanan, lurus saja ikuti jalan ini. Dan didepan sana, sudah sampai rumah orang tua ku."

Setelah beberapa saat, Sano dan Utari sampai.

"Terima kasih," ucap Utari pada Sano.

"Ya, terima kasih juga" Sano tersenyum.

"Kalau begitu, aku pulang dulu ya."

"Iya, hati-hati dijalan ya tuan" ucap Utari sambil melambaikan tangannya.

Sano menoleh dan tersenyum lagi. Ia mengayuh sepeda nya untuk pulang.

Utari masuk ke dalam rumahnya.

Di perjalanan, Sano tidak henti-henti nya tersenyum. Maklum, sedang di mabuk asmara.

Sesampainya di rumah persinggahan, ia memarkirkan sepeda nya dipinggir rumah.

秋雨 "Hujan Musim Gugur" [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang