Agam Ero Johanson [07] | Perlu Kebenaran

236 19 9
                                    

"Ca, berhenti!" cekalan tangan Kak Agam pada lenganku spontan membuatku berbalik badan hampir menubruk dadanya.
Aku masih menunduk tak berani menatap kedua netranya. Rasa sesak masih menghimpit dadaku hingga aku terus terisak tidak karuan.

"Yang kamu lihat barusan salah paham," jelas Kak Agam, kali ini tangannya berada di kedua bahuku.
Aku masih menunduk mencoba menetralkan ketidakkaruanku ini.

"Ca..." panggilnya lembut, sontak aku mendongak menatap wajah Kak Agam.

"Kamu nangis?"
Aku gelagapan, buru-buru berbalik badan mengusap kasar air mataku. Aku baru ingat jika dimatanya aku adalah Caca bukan (Namakamu). Jika seperti ini aku bisa ketahuan dan malah membuat semuanya menjadi rumit.

"Ca--"

"Ak-aku nggak nangis!" ujarku yang terkesan menangkis pertanyaan Kak Agam.

"Anak TK juga bakal tau kalo kamu lagi nangis Ca," kekehnya membuatku memalingkan wajah tidak suka. Melihat tatapan ketidaksukaanku lantas Kak Agam berdehem menetralkan kembali raut wajahnya.

"Ca, yang kamu liat tadi salah paham. Kakak nggak lakuin apa-apa sama (Namakamu)."

Aku menelan ludah tak berani menjawab, toh aku hanya Caca yang dikenal sebagai teman Dinda yang sedang mendrama menjadi (Namakamu). Jadi kenapa aku harus bersikap seperti ini di depan Kak Agam.

Aku tertawa tetapi malah terlihat aneh, entahlah aku hanya ingin mencairkan suasana. Membuat Kak Agam mengernyit bingung.

"I-itu... oh itu tadi ya hahaha--"

"Aku cuma nggak mau kamu cap sebagai laki-laki brengsek, apalagi kamu teman (Namakamu). Karena tadi aku sama (Namakamu) bener-bener gak ngelakuin apapun!"

Aku menahan napas, lantas membuang perlahan.

"Oke," ucapku akhirnya, karena aku tidak tahu harus merespond apalagi.

"Oke?" ulang Kak Agam menyipitkan mata bingung.

"Huh? Iya, oke," ulangku lagi menatap balik mata Kak Agam.

"Ehm-- itu... aku harus berangkat kerja dulu. Kalo gitu permisi Kak," pamitku buru-buru untuk kabur dari hadapan Kak Agam, meski begitu aku memang benar pasalnya aku sudah telat masuk kerja. Sial!

***

Hari ini benar-benar hari kesialanku. Sakit hati sampai menangis sudah, sakit batin menahan segala ocehan pembeli sebab aku tak fokus kerja sudah, lantas berakhir aku disuruh membersihkan minimarket sendirian sampai sakit fisik sudah. Badanku rasanya remuk.

"Capek banget!" ucapku sembari ambruk terlentang diatas ranjangku. Tidak perduli keringat dan bau badanku menempel disana. Aku sudah terlalu lelah.
Sebelum masuk kamarku, aku sempat melirik kamar kost Dinda yang terlihat gelap, bahkan tidak ada sandal di depan kamarnya. Aku sudah menjadi teman Dinda sejak 2 tahun yang lalu, jadi aku paham apakah Dinda sedang ada dikamarnya atau tidak. Seperti sekarang ini, jika tidak ada sandal di depan kamar kostnya maka Dinda sedang ada diluar.
Mungkinkah Dinda sedang jalan bersama Kak Agam?

Ah... sudahlah! aku harus melupakan hal itu.

berbaring di atas ranjang kesayanganku mmembuatku sedikit melupakan segala ketidakkaruanku hari ini.
Rasanyaaaa... nyaman sekali.
Perlahan-lahan kelopak mataku menutup menikmati kerileksan badanku diatas ranjangku.

Suara notif ponsel pun aku abaikan begitu saja. Mungkin itu dari Mbak Prita yang menanyaiku apakah aku baik-baik saja. Pasalnya akulah yang membersihkan seluruh minimarket karena disuruh oleh pihak atasan, sedangkan Mbak Prita disuruh pulang dahulu sampai berkali-kali meminta maaf karena tidak enak kepadaku. Padahal seharusnya aku yang tidak enak kepadanya karena aku sudah terlambat lebih dari 10 menit.

IMAGINE BOYFRIENDWhere stories live. Discover now