Rayyan Altama Pramuda [05] | Salah paham

252 28 5
                                    

Setelah mengetahui diriku tengah mengandung calon bayi anak dari Tama, aku merasa tidak bersemangat untuk hidup.
Semua salahku, aku yang terlalu percaya pada setiap kalimat yang muncul dari bibir Tama. Aku bodoh, sungguh.

Aku berjalan melamun di koridor kelas, membuatku tertabrak seorang murid sampai tubuhku hampir terpental. Namun aku justru seperti mengambang. Sebuah tangan menangkap tubuhku.

"(Nam), lo harusnya lebih hati-hati."

Itu suara Gino. Dialah yang menangkapku.

Aku tersenyum hambar membalas ucapan Gino barusan.

"Lo nambah pucet gini (Nam), ke UKS aja ya!"

"Nggak. Nggak usah Gin, aku gakpapa kok," tolakku dengan gelengan, tersenyum tipis.

"(Nam) kalo lo bener-bener lemes mending ijin aja deh, kasihan..." Gino menjeda ucapannya lalu bergeser lebih dekat kepadaku, "bayi di perut lo."

"Aku nggakpapa Gin. Serius," lirihku masih mencoba meyakinkan  Gino.

Sebenernya masih terasa mual, hanya saja aku takut meninggalkan pelajaran di kelas. Ditambah aku adalah seorang anak penerima beasiswa. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan.

"Aku duluan ke kelas," ucapku lalu kembali melanjutkan perjalaan tanpa Gino.

***

TAMA POV

"Enak nggak liburannya Man?" tanyaku pada Aziz dan Regon yang sedang berjalan disampingku sembari bercanda, rutinitas saat ingin menuju kelas.

"Beuhhh... buset mantap Tam, ceweknya bikin mata melek," jawab Aziz sembari membuka lebar-lebar kelopak matanya membuatku tertawa.

"Ah elu mah giliran masalah cewek aja gercep. Tolol!" tanpa enggan Regon menoyor kepala Aziz, membuat cowok itu ikut tertawa.

"Eh, eh... tunggu deh," ucap Aziz tiba-tiba sembari merentangkan kedua tangannya seolah menahanku dan Regon.

"Apasi lo? gajelas jis," Regon mendesis kesal.

Aku tidak bertanya hanya saja saat aku menatap lurus ke depan melihat (Namakamu) tengah bersama Gino. Mereka mengobrol begitu akrab.

Apa ini alasan dia tidak mau diajak berlibur perayaan kemenangan taruhanku yang berhasil meluluhkan hati (Namakamu).
Kurasa (Namakamu) memang wanita penggoda. Jadi setelah bersamaku ia berpaling ke sahabatku?

Benar-benar murahan!

Setelah gagal membujukku untuk terus bersamanya, kini perempuan itu merayu Gino?

"Eh, Tam-Tam mau kemana?" tanya Aziz mencegahku yang akan berjalan ke arah dua manusia itu.

"Gue mau tanya soal itu Jis," jawabku sembari menahan diri emosi.

"Sabar dulu. Nanti kita tanyain di basecamp aja, gak baik kalo emosi gini Tam," tutur Regon dan diangguki kepala oleh Aziz, tak luput sebuah acungan jempol terangkat didepan wajahnya.

Aku menurut, melepas kasar cekalan Aziz di bahu dan tanganku lalu berjalan cepat memutar balik.

Mungkin membolos lebih baik.

***

Duduk di bibir pantai sembari meneguk satu kaleng bir ternyata tidak mampu membuat pikiranku tenang. Entah karena apa aku pun tidak tahu.
Yang jelas emosiku begitu memuncak melihat (Namakamu) sedekat itu dengan Gino. Bahkan sampai memegang tangan perempuan itu.

"Shit!" desisku emosi.

Tanganku perlahan meremas kaleng bekas minumanku melemparkannya ke dalam kotak sampah.

IMAGINE BOYFRIENDWhere stories live. Discover now