Agam Ero Johanson [09] | Huh?

352 25 11
                                    

AGAM POV

Tidak ada yang istimewa saat aku siuman, hanya ada wajah Aliya yang tengah tertidur dikursi samping ranjangku.
Aku menoleh, lantas menemukan Mama tengah duduk di sofa.

"Mah," lirihku membuat wanita itu menoleh dan berdiri berjalan mendekatiku.

"Masih sakit Gam?" Tanyanya kepadaku, lantas aku hanya menggelengkan kepala tersenyum.

"Papa tadi kesini, cuma dia balik lagi soalnya masih ada kerjaan."

"Iya gak apa-apa Ma. Agam juga udah baikkan kok," jelasku menenangkan kekhawatiran Mama.

Aku mencoba menegakkan badan dengan pelan, pasalanya tanganku yang terkena pisau sepertinya mendapat luka robekan cukup dalam.

"Mau minum?" Tanya Mama, lantas aku mengangguk.
Segera saja Mama bangkit dari duduknya dan menyodorkan air minum kepadaku.

"(Namakamu) dimana Ma?" Tanyaku menatap pintu seolah memastikan wanita imut itu masih disini. Mengingat wajah khawatirnya saat di minimarket semalam membuatku salting sendiri.

"Tadi anaknya keluar ijin beli sarapan katanya, kenapa?"

"Serius (Namakamu) masih disini Ma? Dia nungguin aku?"

"Iya. Kenapa sih Gam? Dia pacar kamu kan?"

"(Nam)-"

Klek

Pintu dibuka oleh seseorang wanita yang lantas membuat senyumku hilang didetik selanjutnya. Dia adalah Dinda, wanita itu membawa dua kantong plastik yang kuyakin adalah makanan.

"Maaf lama Tan," ujarnya lalu berjalan berdiri disebelah Mama.

Kulihat Mama tersenyum tulus kepada Dinda sembari mengajaknya duduk kembali di sofa. Aku menghela napas melihat adegan tersebut, Dinda memang selalu pandai mencari muka di depan Mama.

Aku sama sekali tidak ada niatan mengenalkan Mama kepada Dinda. Hanya saja wanitu itu pernah menguntitku pulang kerumah sampai akhirnya mengetahui alamat rumah Mama disini. Maka seperti inilah akhirnya.

"Agam nih (Namakamu) tadi nyariin kan?"

"Bukan dia Ma," ujarku tidak suka sembari mengulurkan tangan mengambil ponsel di meja samping brankarku.

Selanjutnya aku tidak mendengarkan ucapan Mama sebab sibuk membuka aplikasi di ponselku. Tidak ada pesan masuk yang istimewa, hanya ada pesan masuk dari grup kampus dan beberapa temanku yang menanyakan kapan aku kembali pulang dari liburan.
Lalu mataku berhenti pada satu nama kontak yang selalu ingin kuhubungi (Nama panjang kamu).
Aku harus bicara kepada wanita itu. Harus!

AGAM POV END

***

Hari ini hari minggu jadi tidak ada alasan bagiku untuk bangun pagi dan beranjak dari kasur ternyamanku ini. Sudah hampir jam 10, namun badanku masih tertutup selimut sembari terus memantau beranda sosmed.
Sampai akhirnya aku diam teringat sesuatu, Kak Agam.

"Keadaan Kak Agam gimana ya?" lirihku sembari perlahan bangun untuk bersandar pada dinding.

"Nggak, nggak, nggak! Nggak lagi aku mikirin Kak Agam! Semuanya udah selesai. Se-le-sai."

Aku menghela napas panjang sembari menutup mata. Mulai hari ini tidak ada pikiran yang tertuju pada Kak Agam. Lupain! Lupain!

Beranjak dari kasur, aku mulai merapikan selimut, bantal dan sprei. Setelahnya aku membawa cucian kotor ke dalam kamar mandi sekaligus ingin mandi.

Setelah semuanya selesai aku berencana untuk mencari makan diluar. Seperti inilah kehidupan anak kostan yang jauh dari keluarga.

Klek!

Aku kembali mengecek isi dompetku, memastikan tidak ada yang tertinggal. Tidak lucu rasanya ketika aku membeli makan lalu uangku ternyata tertinggal di kostan. Malu bukan?

"Mau kemana?"

Buru-buru aku berbalik saat bisikan itu tiba-tiba terdengar di tekingaku. Aku kaget bukan kepalang saat wajah Kak Agam tepat berada di depan wajahku.
Wajah bingungku membuat lelaki itu tersenyum, sialnya itu membuat semakin suka. Gila! Ini gila, nggak seharusnya kayak gini.

"K-kak Agam mau kemana?" Tanyaku masih dengan wajah bingung.

"Bukannya dijawab malah nanya balik? Hm?"

Aku memejamkan mata lalu menggelengkan kepala. Tanganku memegang gagang pintu sebagai pegangan, bahkan punggungku sudah menempel pada pintu. Memberanikan diri, aku mencoba mendorong bahu Kak Agam agar lelaki itu agak memundurkan tubuhnya. Lantas aku menatap perban yang ada di lengannya. Luka semalam.
Bagaimana lelaki itu kesini masih dengan keadaan seperti ini.

Bukannya memundurkan tubuhnya, Kak Agam justru semakin mengurungku. Membuatku meneguk ludah membuang muka sembari melihat sekeliling jikalau tidak ada satu orangpun yang melihat kejadian ini.

"Jangan kabur lagi?"

"H-hah?" Aku mendongak menatap wajah Kak Agam yang sedikit sendu. Entahlah aku juga tidak tahu arti ekspresinya itu.

"Kak aku mau cari mak-"

Aku membatu saat pelukan hangat itu menyergapku. Jantungku berdegup semakin menjadi.

"Aku kesini buat nemuin kamu (Nam), bukan orang lain. Kamu nggak perlu jadi orang lain. Apalagi nyuruh orang lain buat jadi kamu. Aku nggak pernah minta apapun dari kamu. Cukup sama aku, bareng sama aku. Udah itu aja. I love you."

Mataku berkaca-kaca, tidak tahu ingin membalas apa.
Jadi, Kak Agam sudah tahu semuanya.

"Iya, aku udah tahu semuanya. Jangan kabur-kabur lagi ya," lirihnya dengan wajah gemas, lantas aku tersenyum menatapnya.

"Kita nikah aja ya!"

"HUH?"

"kenapa? Aku nggak mau kamu kabur-kabur lagi."

"Aku nggak bakal kabur lagi Kak,"

"Nggak! Pokoknya kita harus nikah!"

"Kakkk..."

"Sebulan lagi kita nikah."

***

✨🎇✨

Makasih banget yang masih stay nungguin cerita ini. Tapi maaf kalo endingnya bakal gak jelas gini.
Mood buat nulis rada ga jelas guys, jadi ya seperti inilah.
Btw aku lagi ada niatan buat bikin AU di twitter, masih niat tapi yaa wkwkwk.
Nggak janji tapi aku juga bakal ngetik disini selagi masih ada ide buat bahan ceritanya.
Kalian mau request juga gapapa kok, jadi aku gak begitu susah mikir alurnya hehehe.

Happy enjoyed guys:)

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 03, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

IMAGINE BOYFRIENDWhere stories live. Discover now