harapan

132 27 10
                                    


Changkyun sudah merayakan ulang tahun ke dua puluh tiga di musim dingin tahun ini. Bukan badai hebat sepanjang musim yang membuat musim dingin tahun ini istimewa, tapi sesuatu yang lebih menguras emosi.

Changkyun memberanikan diri –selama tiga tahun terakhir dia tidak pernah mencoba—untuk mendatangi ibunya. Delilah, perempuan yang kini terlihat lebih glamor.

Dia tidak datang dengan harapan tinggi, sedikitnya dia tahu Delilah tidak akan menyambutnya dengan tangan terbuka. Changkyun memberanikan diri datang bersama Jooheon. Mereka berjalan bersama, di tangan Changkyun ada keranjang bambu berisi toples kue kering dan permen.

Sebenarnya kunjungan itu bukan di musim dingin, tapi di awal musim semi, ketika tunas daun mulai muncul di ranting-ranting kecoklatan. Dia masih merasakan hawa dingin menusuk tulang, itulah mengapa dia mengenakan syal tebal di lehernya, juga terusan panjang berwarna coklat lembut. Serupa yang dikenalan Jooheon.

Di sela-sela batu pipih yang melapisi jalan, Changkyun masih melihat warna putih salju yang belum mencair sepenuhnya. Matahari masih jarang muncul, kabut masih tebal di beberapa tempat, termasuk di sekeliling rumahnya. Juga di jalanan yang mereka lalui.

Memasuki jalan utama, rumah sedikit lebih padat dan orang-orangnya mengobrol dengan suara keras karena masing-masing sibuk membersihkan lapisan salju yang belum mencair.

Laagland banyak berubah. Setahun terakhir, muncul dua kapal fery lagi di dermaga. Mengantar sejumlah pendatang baru yang membangun pemukiman di sepanjang jalan utama. Hanya empat keluarga sebenarnya, tapi itu cukup menghadirkan suasana baru di Laagland.

Perkebunan kini semakin meluas dan pekerjanya dua kali lipat jumlah ketika Changkyun masih di sana.

Duke yang memimpin Hagwart telah berganti. Era baru muncul ke permukaan. Teknologi semakin pesat, itu yang Changkyun dengar dari beberapa orang bergosip di pasar. Muncul benda aneh yang disebut sepeda. Tidak memerlukan kuda untuk bergerak. Sebenarnya kuda diganti menjadi manusia. Jooheon punya satu, berwarna tembaga dengan boncengan yang biasa Changkyun duduki dengan nyaman.

Mereka tidak menaikinya ketika berkunjung. Jalanan terlalu licin.

Rumah Delilah tidak banyak berubah. Changkyun tidak pangling meski telah meninggalkannya selama tiga tahun. Dia memasuki pagar rumah yang tidak tertutup, terdengar kucing mengeong dari bibir jendela di dekat teras.

Jooheon meremas tangannya dengan lembut, tersenyum, lalu meminta Changkyun mengetok pintu. Tiga kali, dan suara langkah kaki mulai terdengar mendekati pintu.

Dada Changkyun berdebar-debar. Dia sebenarnya sering mendapatkan penolakan dari ibunya selama tiga tahun ini. Mereka kadang bertemu tanpa sengaja: di pasar, di depan toko tempat Delilah bekerja, di dermaga, atau di tempat-tempat lain. Selama itu, Delilah menjadi orang pertama yang mengalihkan pandang.

Changkyun tidak berani menyakiti ibunya lebih jauh dengan muncul tanpa diundang. Tapi Jooheon membawa kabar jika Delilah jatuh sakit dan memohon padanya akan agar mau mengunjungi Delilah.

"Dia ibumu," ujar Jooheon dengan lembut. Kala itu, Changkyun tidak berani menolak.

Tapi sekarang dia ketakutan. Dia takut Delilah akan menjerit-jerit, menamparnya, atau yang lebih buruk menutup pintu di depan wajah Changkyun.

Delilah yang membuka pintu. Dia mengenakan tunik berwarna abu-abu. Kakinya dibalut kaos kaki. Rambutnya di jepit asal, dan wajahnya sedikit pucat. Ketika mereka bertemu di luar, Delilah mengenakan baju bagus dan perhiasan. Pipinya merah alami tapi Changkyun tahu bibirnya dipoles hingga semerah kelopak camelia.

(Miracle) Incredible [End]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora