awal baru

154 33 23
                                    


Selama seminggu kemudian, Jooheon datang berulang kali bersama seorang pria. Mereka bicara pada Delilah, membujuk, merayu, menawar, dan suatu hari Delilah menyerah pada kegigihan tanpa artinya.

Sebuah hari ditetapkan. Changkyun duduk berhadapan dengan pria yang dia temui di rumah ketua desa. Jooheon meraih tangannya sebelum meninggalkan rumah. Tidak ada kata, hanya sebuah senyum menenangkan.

Delilah mengeluarkan sebuah baju pernikahan di sore harinya. Changkyun tahu Delilah menyimpan baju itu karena dia ingin melihat Changkyun mengenakan baju yang sama seperti yang dia pakai puluhan tahun lalu. Tapi bukan dalam kondisi seperti ini.

Changkyun belum genap dua puluh tahun ketika akhirnya menikah.

Upacaranya sederhana, dilaksanakan di bangunan bersejarah yang dibangun di dekat dermaga Hagward. Sejak pagi, mata Delilah merah karena banyak menangis. Bibi Hanna yang membantu Changkyun berpakaian, juga Lucy sebagai satu-satunya orang yang memuji betapa cantiknya Changkyun hari itu.

Dada Changkyun terasa berat ketika dia menaiki kereta kuda yang telah dihias demikian rupa dengan bunga. Bukan karena Changkyun menyesali pernikahannya, dia memang mencintai Jooheon, hanya saja pernikahan ini terjadi lebih cepat dari yang Changkyun harapkan. Wajah Delilah yang membuat setiap langkah Changkyun berat. Seakan nanah berdarah tumbuh di telapak kakinya.

Ibunya tidak berhenti menangis hingga acara itu berakhir. Seorang perempuan memberikan ucapan selamat pada Changkyun juga seikat bunga mawar yang terlihat sangat cantik. Itu adalah bunga terakhir yang dia terima hari itu.

Daging panggang disajikan dalam piring-piring putih. Gelas-gelas berjejer di samping deretan botol anggur. Makan malam berlangsung meriah. Jooheon kali itu juga memainkan biolanya, menyihir semua yang hadir tapi hanya disambut tepuk tangan dari beberapa orang, termasuk Changkyun.

Bibi Hanna membimbing ibunya untuk meninggalkan tempat. Dengan enggan tentu saja. Tidak ada kalimat yang perempuan itu katakan. Dia hanya menatap Jooheon dengan marah, lalu Changkyun tidak bisa mengartikan tatapan ibunya yang tertuju padanya. Bisa saja itu tatapan mengkasihani atau tatapan kecewa. Entah alasan yang mana, Changkyun menyadari jika dia tidak memiliki kesempatan untuk meminta maaf. Ibunya sengaja menghindar ketika dia mendekat.

Changkyun menaiki kereta kembali, di sisinya Jooheon duduk dalam diam. Mereka sampai di rumah mungil yang dulu mempertemukannya dengan Jooheon. Rumah dengan dua pohon apel dan bunga-bunga mungil di gerbang depan.

Malam hampir berakhir ketika dia menaiki undagan tangga kayu dengan Jooheon mengekor di belakangnya. Ada dua ruangan di lantai atas, satu di sisi kanan tangga dan itu adalah kamar Jooheon, kini juga menjadi kamarnya.

Seketika Changkyun merindukan kamar di rumah ibunya. Sejenak dia juga menimang apakah dia bisa tidur tanpa belaian ibunya seperti biasa.

Changkyun takut jika dia mulai menangis dan memohon-mohon untuk pulang. Dia memang gelisah, sangat. Kegelisahan itu bahkan membuatnya hampir muntah. Lebih lagi dia takut menerima penolakan setelah apa yang Delilah katakan. Setelah mengeluarkan pakaian pengantin sore itu, Delilah memintanya duduk. Dimulailah kisah panjang itu, sebuah kisah yang tidak berakhir bahagia. Changkyun takut jika apa yang ibunya katakan adalah kutukan untuk kehidupannya nanti.

Ketika Joohoen berdiri di belakangnya, membantunya melepas pakaian tebal pernikahan, lalu menuntun Changkyun membersihkan diri. Jooheon tidak menunjukkan tanda-tanda jika dia merasa terjebak dalam pernikahan ini. Sentuhan dan senyumnya masih sama. Dan lagi-lagi Changkyun terpaku terlalu lama ketika memandang wajah pemuda itu.

Changkyun tentu tidak ingin mendengar ucapan apapun saat ini.

Beranjak tidur, Changkyun memutar kembali apa saja yang telah ia lalui. Kegelisahannya terlihat jelas ketika dia berbaring kaku di samping Jooheon.

(Miracle) Incredible [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang