mimpi indah

162 19 29
                                    

Warning 18+ 



Jooheon menemukan Changkyun  di halaman belakang. Pakaian musim panasnya yang tipis menari-nari karena angin pagi yang berhembus. Jooheon lagi harus mengakui jika dia tidak bisa menandingi kebiasaan Changkyun untuk bangun pagi.

Dia menemukan suaminya itu mengamati gelembung busa di dalam bak cuci. Sinar matahari pagi yang berhasil menerobos dedaunan menciptakan sapuan pelangi. Mungkin hal itu yang membuat Changkyun terpana. 

"Pagi," sapa Jooheon. Dia menyandarkan tubuhnya ke pintu ganda yang memisahkan dapur dengan teras belakang. Changkyun yang mendengarnya segera menoleh. Senyum manisnya indah sekali. Jemarinya yang mungil merapikan helai rambut hitamnya yang sedikit memanjang. Ketika dia berdiri dan angin lagi-lagi berhembus, Jooheon kembali terpana karena suaminya itu terlihat seperti peri yang baru saja lahir dari hutan.

Keindahan yang tidak manusiawi.

"Mau kopi?" Changkyun yang sudah di depannya mendaratkan sebuah kecupan lembut di pipi Jooheon. Kebiasaan manis yang selalu membuat jantung Jooheon berdebar-debar.

Alpha itu mengangguk. Beberapa detik kemudian, dia menikmati pemandangan Changkyun yang sibuk di dapur. Mengeluarkan dua cangkir porselen, toples kopi, sebuah sendok, lalu berpindah lagi untuk meraih ketel yang telah bersiul dari atas tungku.

Mengamati Changkyun terasa seperti melihat seseorang menari. Dia indah sekali, sebuah seni yang selalu berhasil membuat Jooheon merasa kecil.

Di balik senyum manisnya, Jooheon tahu ada puluhan rasa sakit yang Changkyun sembunyikan. Penolakan dari ibunya, gosip-gosip yang beredar, dan kesederhanaan yang Jooheon bebankan ke pundaknya. Changkyun memang tidak seberuntung omega lain. Dia tidak memiliki pakaian baru setiap tahun, pakaian musim dinginnya bahkan hanya yang dia bawa dari rumahnya tiga tahun lalu.

Changkyun mengerti jika uang yang Jooheon terima dari pekerjaannya tidak banyak. Kadang kala, Jooheon hanya menerima beberapa kantong beras untuk permainannya. Tidak ada uang untuk kebutuhan lain. Kadang Jooheon berpikir, dia terlalu beruntung mendapatkan Changkyun. 

"Ups," keluh Changkyun. Sedikit kaget karena merasakan pelukan tiba-tiba dari belakangnya. Dagu Jooheon mendarat di pundaknya, membuat gerakan seperti kucing yang bermanja-manja.

"Bayi besarku," kekeh Changkyun sembari menyandarkan dirinya ke dada Jooheon.

Dan saat itulah Jooheon mengingat mimpinya malam kemarin. Bayangan itu menari-nari. Berlompatan. Jooheon berusaha menangkapnya tapi dia tidak berhasil.

"Hei, ada apa?" tanya Changkyun. Dia berbalik untuk membingkai pipi Jooheon dengan kedua tangannya. Keduanya tidak peduli pada panci sup yang mendidih di atas tungku, atau suara ayam di halaman belakang yang tiba-tiba ribut.

Sebelum Jooheon bicara, dia meraih tangan Changkyun, mengecupnya bergantian, dan tidak lupa mencuri kecupan manis di bibirnya. "Pernahkan kamu berpikir apa yang selama ini kita lakukan?"

Tiba-tiba saja wajah Changkyun menjadi pucat. Tangan yang Jooheon genggam menjadi dingin dan gemetar "Kau dan aku, kita melaluinya bersama selama tiga tahun ini. Menerima penolakan." Jooheon menghela napas. "Cibiran mereka, rasa sakit itu, kita melaluinya bersama bukan?"

"Ya," jawab Changkyun lirih. Changkyun menganggukkan kepala, ujarnya lagi, "Ya, aku tahu."

Jooheon kembali merasa ragu. "Aku bermimpi malam kemarin. Kau tahu bukan? –mimpi. Ketika kau tiba-tiba bermimpi dan jatuh, nyatanya ketika kamu terbangun kamu memang terjatuh."

Dahi Changkyun menyerngit. Tanda jika dia tidak mengerti. Jooheon buru-buru menyambung. "Perasaan itu, rasanya nyata sekali. Yang tergelincir itu. Kamu benar-benar jatuh ketika terbangun."

(Miracle) Incredible [End]Where stories live. Discover now