darah baru

125 24 24
                                    


Di antara banyak hal yang terjadi, Changkyun sadar jika mengamati musim berganti menjadi pengingat jika waktu tetap berjalan meski dalam lingkaran kecil miliknya, waktu seakan berhenti untuk menggores lagi luka yang hampir mengering.

Tidak ada kalimat yang bisa menggambarkan rasa sakit seorang ibu yang kehilangan anaknya. Setiap kali dia bercermin, selalu terbayang dirinya yang lain, yang tengah tersenyum bahagia mengamati bayangan perutnya yang membesar dan bergerak-gerak. Changkyun, dia ingin merasakan hal itu kembali. Dia ingin melihat dirinya yang terlihat lega dan bahagia.

Di tahun kedua, Changkyun memberanikan diri untuk mencoba sekali lagi. Jooheon tidak pernah memaksanya, dia membiarkan Changkyun menata kembali hati dan kepercayaan dirinya sebelum memulai dari awal.

Kehamilan yang kedua itu ternyata membantu Changkyun pulih lebih cepat. Jooheon kembali dipertemukan dengan peri hutannya yang ceria. Sepulangnya dari ibu kota, sehabis menyelesaikan urusan perijinan dan tetek bengeknya, dia kembali disambut dengan suara merdu Changkyun menyanyi untuk bayi mereka.

Waktu dimana masa kehamilan Changkyun, keduanya menjadi lebih hati-hati. Mereka tidak ingin kembali menyaksikan seorang bayi yang belum melihat langit biru kembali menyatu ke alam semesta.

Jooheon yang menemaninya kala itu, ketika musim gugur baru menyentuh minggu pertama. 40 minggu sejak Changkyun muncul di pagi hari dengan senyum manis dan berita kebahagiaan itu. Jooheon yang menggendong bayi itu untuk pertama kali. Kulitnya merah dan halus, matanya berwarna hijau lembut seperti mata Delilah.

Jooyeon. Sejak pertama melihatnya, Changkyun sudah menamainya Jooyeon.

Selama satu tahun pertama bersama bayinya. Jooheon mengaku jika itulah ujian paling berat menjadi seorang ayah. Dia hanya tidur beberapa jam di malam hari, sebelum kemudian Jooyeon mulai menangis dan minta ditemani bermain. Changkyun meski terlihat sangat letih, dia terlihat bahagia. Terlebih ketika bayi mereka lebih dulu memanggil sang ibu daripada sang ayah.

Semua yang bayinya lakukan Changkyun umumkan dengan penuh suka cita. Gerak matanya yang terpesona di sisi lain selalu berhasil membuat dada Jooheon hangat dan berbedar-debar.

"Lihat, dia mengambil sendiri maiannya. Hyung, lihat!"

"Aku melihatnya sayang," jawab Jooheon.

Atau suatu hari menjadi yang paling cemas karena Jooyeon demam. Tidak tidur, tidak makan, kadang menangis kemudian menyalahkan dirinya sendiri. Beberapa hari kemudian, Jooyeon tumbuh gigi. Dua gigi kelinci tumbuh di gusi atasnya, ketika dia tertawa, Jooheon selalu merasa gemas.

Ketika Jooyeon mengambil langkah pertamanya, Jooheon tidak bisa menahan diri dari rasa bangga yang mendebarkan. Changkyun berada lima meter darinya, sedangkan Jooyeon dengan kaki-kakinya yang mungil mengulurkan tangan pada Jooheon, mencoba meraih uluran tangannya sembari memanggil dengan suara bayinya yang khas. Changkyun memberi dukungan dari belakang, dengan riang dan penuh kebahagiaan.

Saat itu, tidak ada kata yang bisa menjelaskan seindah apa yang bisa Jooheon lihat. Senyum cerah Changkyun juga suara tawa senangnya, teriakan riang Jooyeon, pemandangan musim semi di balik punggung dua malaikatnya, aroma khas yang menenangkan, dan rasa hangat di dadanya yang tidak bisa dia lukiskan.

Dia berjanji untuk selalu berusaha menjaga mereka berdua, sebagai bagian dari hidupnya yang tidak bisa dipisahkan. Sebagai napas dan darah untuknya. 

Suatu sore, mereka membiarkan Jooyeon bermain sendirian. Keduanya duduk tidak jauh, mengamati agar bayi itu tetap aman. Kadang, membiarkan bayi itu sibuk dengan dunia kecilnya menjadi hal yang sangat manis untuk dilihat. Kedua tangan bayi itu sibuk mengumpulkan biji-bijian yang kemudian dia lempar dengan riang. Jooheon bertanya-tanya, apa yang bayi itu pikirkan hingga tawanya selepas dan seriang itu?

Selama beberapa waktu, Jooheon akan melihat bayinya yang menggemaskan melakukan hal-hal sederhana. Kemudian di bayangan Jooheon, dia melihat Jooyeon ketika sudah bisa berlari. Merengek meminta  mainan, kemudian mengadu ke ibunya ketika Jooheon sedikit menjahilinya.

"Hyung," panggil Changkyun. Ketika dia menoleh untuk melihat wajah Jooheon yang duduk di sisinya, dia melanjutkan, "Apa ini membuatmu bahagia?"

Jooheon menatap ke langit. Di kejauhan sana, burung terbang melintasi cakrawala. Semakin tinggi seperti lampion di acara tahun baru. Tanpa ragu sedikit pun Jooheon kemudian memberikan jawaban, "Ya, tentu saja."

Ketika mengatakannya, dia memastikan Changkyun menangkap kesungguhan dalam matanya.

"Kita akan membuat kenangan bahagia, sebanyak bintang di semesta."

-

-

-

-

-

-

hai semua... gimana kabar kalian?

kali ini saya balik dengan bab yang sumper pendek, karena... (kalian jujur deh sama saya, ini plotnya makin ga jelas ga sih?)

oke. bab selanjutnya mungkin akan muncul besok atau beberapa hari lagi, saya harus edit dulu karena (astaga) itu berantakan sekali. 

#LiberM

(Miracle) Incredible [End]Where stories live. Discover now