melintasi sakit

102 15 4
                                    

Mata Changkyun terbuka lebar. Lalu mulutnya mengangga. Tangannya meremas jemari Jooheon hingga buku jarinya memutih dan kukunya menusuk. Dia masih terhanan seperti itu. Bertahan. Bertahan. Tubuhnya gemetar, ototnya mengencang dan keringat membasahi wajahnya. Jooheon akan selalu kagum pada ketabahannya, karena dia bertahan begitu lama hingga akhirnya jerit kesakitan terpecah memantul di dinding klinik.

Dunia sunyi untuk beberapa waktu. Air mata mengahalangi pandangan Changkyun, tapi dia tidak salah mengenali siapa yang membungkuk ke arahnya. Berbisik dengen bibir bergetar, mengucapkan terima kasih, mengucapkan 'aku mencintamu' yang tidak bisa Changkyun balas saat itu juga, meski dia ingin.

Bayi merah itu diangkat ke garis pandang Changkyun.

"Oh, cantiknya dia..." napas Changkyun tersendat. Pandangannya memburam lagi. Ketika dia kembali fokus menatap Jooheon, dia berbisik, "Dia omega 'kan?"

Jooheon mengangguk dengan senyum kagum. "Ya, dia omega. Akan sama cantiknya seperti kamu."

"Tolong pastikan dia bernasib baik, ya?" Rasa dingin merayapi sisi bawah tubuhnya, semakin menyebar hingga Changkyun tidak bisa merasakan apa-apa lagi.

"Chang ... kyun ..."

Pendengaran Changkyun mulai berdengung. Satu-satunya yang berhasil dia dengar adalah tangis keras bayinya yang baru saja lahir. Tangannya yang lemas tidak mampu mendaratkan usapan lembut. Rasa sakit di ulu hati Changkyun yang tidak tertahankan menggelamkan seluruh kesadarannya. Ketika Jooheon muncul kembali di garis pandangnya, Changkyun hanya mampu tersenyum dan kata-katanya tidak terucap sama sekali.

Hyung, maafkan aku.

Dunia tidak akan berakhir di sini. Keajaiban selalu datang, jadi jangan menyerah untuk menunggu...

Lalu pintu klinik terbuka dengan ribut. Wajah Delilah terlihat, pucat dan terengah-engah. Tangannya terkepal erat ketika menatap ke dalam klinik. Kekacauan di sana, dan kengerian yang juga membayangi setiap tarikan napasnya.

"Anakku..."

-

-

-

"Changkyun! Sayang. Jangan meninggalkanku seperti ini . Aku berjanji akan memasak setiap hari. Aku akan bangun lebih pagi dan membangunkan Jooyeon. Kamu tidak perlu melakukan apapun, kamu hanya perlu meminta. Aku akan melakukan semuanya untukmu. Kumohon Changkyun, kumohon buka matamu."

Apa lagi yang bisa dia lakukan? Menawar, merayu, apa lagi?

Jooheon menangis pilu memeluk tubuh Changkyun yang berbaring di atas kasur tipis klinik. Bahkan tempat ini bukan tempat yang nyaman untuk pergi.

Ya 'kan Changkyun? Sayang, kenapa kau diam saja?

Bibi Joana berusaha menarik Jooheon menjauh, tapi pria itu kukuh mempertahankan Changkyun. Dia tetap memanggil-manggil, memohon agar Changkyun mau membuka matanya.

Berikanlah pengampunan untukku Changkyun. Aku tidak sekuat kamu jika harus bertahan sendiri.

"Joo, iklaskanlah dia."

"Tidak. Mana mungkin aku bisa membiarkannya berbaring di sini. Changkyun ... Changkyun lihat aku sayang ... kumohon lihat aku."

Deliah yang mendengar tangis pilu itu tidak bisa menahan tangisnya. Baru kali itu dia menyadari seberapa besar cinta pemuda itu untuk anaknya. Dia melihat bayi mungil yang baru saja Changkyun lahirnya tidur gelisah di dalam pelukan seorang perawat. Mungkin dia menyadari jika orang tuanya akan berpisah.

Dunia tidak adil untukmu 'kan? Bagaimana mungkin mereka mengambil bintang di semestamu untuk mati sebelum melihat kamu tumbuh besar?

Dia mengambil alih bayi mungil itu, membisikkan kata-kata sayang di telinganya. Delilah bertanya-tanya, apa dia pantas untuk ini. Apa dia bisa melakukan hal lebih baik dari sebelumnya? Atau dia hanya menyamar dengan topeng lainnya?

Delilah menghampiri Jooheon yang masih menangis. Menepuk pundaknya dengan lembut. "Nak, kita akan melalui ini bersama." Tapi itu bukan janji, bahkan di telinga Delilah semua itu adalah dusta.

Delilah tidak mampu berjanji untuk bertahan ketika hatinya sendiri remuk-redam.

Tangis Jooheon semakin keras. Dia jatuh berlutut. Dia menunduk pilu dan memohon dengan suara serak. Tapi Changkyun masih bergeming. Delilah membaringkan bayi berumur 30 menit itu di atas dada Changkyun.

Setidaknya bayi itu bisa merasakan ibunya. Beberapa saat di pekukan ibunya.

"Dengarlah detak jantungnya, sayang. Bangunlah untuk melihatnya tumbuh dan meremas jari-jarimu. Ajari ibu bagaimana cara menjadi seorang nenek untuk kedua anakmu. Kita akan mengantar Jooyeon ke sekolah dan membantunya membaca dan menulis. Aku akan membantumu menjahit baju bayi untuk anak-anakmu."

Delilah mencium pelipis, mata, hidung, pipi dan terakhir kening Changkyun dengan lembut. "Suamimu menangis keras sekali. Tidakkah kamu kasihan melihatnya membasahi lantai seperti itu? Changkyun, dengarkan ibu! Ibu minta maaf karena tidak pernah peduli padamu. Maafkan ibu. Kamu bisa membalasku dengan cara apapun, tapi jangan menamengi diri dengan kematian."

"Mulai sekarang, biarkan ibu bersamamu merawat anak-anakmu."

Jika ada waktu dimana Delilah memohon tanpa mengharapkan balasan apapun, jika hatinya masih mengenal rasa tulus, maka semuanya itu dia berikan kepada putra bungsunya. Omega kecil yang menangis kencang ketika Delilah pergi. Meremas jari-jarinya, memandang dirinya dengan kagum, mencintai Delilah tanpa pamrih, menurut tanpa curiga.

Aku sudah berdosa padamu 'kan, mawar kecilku?

.

.

.

.

Untuk Delilah, Ibu tercinta.

Bu, aku berharap kamu masih sudi menerima suratku setelah sekian lama aku membangkang padamu.

Maaf, aku tidak berani bertemu ibu, sekarang pun aku menamengi diriku dengan kematian agar surat ini berhasil terkirim.

Ada beberapa hal yang ingin kuceritakan pada ibu.

Sejak pertama kali mendapati darah di telapak tanganku setelah terbatuk, aku tahu Tuhan akan memanggilku tidak lama lagi. Saat itu, aku berharap Tuhan berbaik hati meminjamiku lebih banyak waktu. Aku harus memastikan Jooyeon tumbuh besar dengan hati yang kuat. Aku harus memastikan Jooheon bisa menerimanya seperti halnya dia menerima waktu yang berlalu bersama kenangan-kenangan kami.

Ketika rasa sakit itu semakin sulit kusembunyikan. Aku sudah siap jujur pada Jooheon, tapi aku sadar ada kehidupan baru dalam tubuhku. Aku tidak mau dia gagal melihat dunia, jadi tidak apa jika aku bohongi Jooheon sedikit lagi. Hanya sedikit lebih lama.

Bu, aku memang bukan omega muda lagi. Rasanya tidak pantas aku menganggu masa tuamu yang harusnya damai dan tentram. Tapi aku tidak mungkin bisa melihat bayi bungsuku tumbuh besar. Aku tidak mungkin bisa menimangnya dengan kedua tanganku ketika dia menangis kencang.

Tolonglah. Jooheon sangat mencintaiku dan aku amat mencintainya lebih dari aku mencintai diriku sendiri. Bisakah ibu memastikan malaikat-malaikatku itu hidup dengan baik? Tengoklah mereka beberapa kali ketika kamu sempat.

Selama 34 tahun kehidupanku aku pastinya jarang sekali membuatmu bangga atau menyenangkan hatimu barang sejenak. Jika tidak ada setetes pun cinta yang tersisa untukku, maukah ibu bermurah hati memberi secangkir cinta untuk anak-anakku?

Bu, aku sangat mencintaimu. Tidak peduli berapa kali kamu menolakku dan berapa kali aku mencoba mengabaikanmu, aku tetap saja seorang anak yang sangat mencintai ibunya.

Terima kasih untuk segalanya bu.

Dari Changkyun,

-

-

-

-

-

-

-

Tbc

(Miracle) Incredible [End]Where stories live. Discover now