48

3 0 0
                                    

Pagi pun datang menyapa bumi. Leva perlahan membuka matanya. Dia mendapati dirinya tertidur di sofa. Gadis itu melihat Gigar sedang meminum kopi dan duduk di jendela.

"Ah? Kau sedang apa di sini? Sejak kapan di sana?" Leva melihat ke sekeliling. Apartemennya tampak berantakan.

"Aku di sini sejak jam 9 malam." Gigar menghampiri Leva. Dia bisa melihat ekspresi ketakutan di wajah gadis itu, berbanding terbalik dengan ekspresi seksinya semalam.

"Kau tidak ingat?" Gigar menyentuh rambut Leva. Gadis itu terhenyak dan agak menjauh dari Gigar.

"Oh iya, semalam 'kan kau mabuk. Mungkin kau tidak ingat segalanya." Gigar duduk di samping Leva dan meletakkan cangkir kopinya ke meja.

"Semalam aku mabuk?" Leva baru menyadari jika dia memakai baju yang berbeda saat ini. Pikiran negatif mulai menyerang kepala cantiknya.

"Apa yang terjadi? Kenapa aku memakai baju ini?" Leva menatap curiga pada Gigar.

"Mungkin teman-temanmu yang melakukannya. Aku tiba setelah mereka pergi," sanggah Gigar.

"Asgar..." Leva bergumam pelan.

Gigar menautkan alisnya.

***

Asgar melihat teman-temannya yang banyak minum dan akhirnya mereka mabuk, termasuk Leva. Hanya Asgar yang tidak banyak minum, oleh karena itu dia tidak terlalu mabuk.

Melihat Leva yang mabuk berat, dia mendekat dan mengecup bibir gadis itu.

"Jangan begini, Asgar... aku bukan pacarmu."

"Tapi, aku menyukaimu." Pria itu memberikan ciuman di sekitar leher dan dada Leva. Jadinya Leva mendapatkan kiss mark dari Asgar.

***

Gigar mengepalkan tangannya. Meskipun Leva hanya mengucapkan nama Asgar, tampaknya Gigar sudah membaca, apa saja yang sudah dilakukan oleh orang itu pada Leva.

Ketika Leva melirik Gigar, pria itu mengubah ekspresinya menjadi datar.

"Kenapa kau minum banyak? Bagaimana jika mereka melakukan hal buruk padamu?"

"Aku...."

"Mereka temannya Lingga, bukan temanmu. Sikap mereka pada Lingga berbeda dengan apa yang mereka lakukan padamu."

"Aku baik-baik saja. Yang penting ku tidak apa-apa." Leva mencoba menghibur dirinya sendiri.

Gigar tidak ingin membahas lebih jauh lagi.

"Apa aku mengatakan sesuatu hal yang bodoh ketika mabuk?" Leva merasa cemas, bagaimana jika dia membicarakan aibnya pada Gigar?

Gigar tampak berpikir. "Kau tidak banyak bicara, kau lebih banyak bergerak."

"Maksudnya?"

"Kau menciumku." Gigar menunjuk bibirnya.

Kedua mata Leva membulat. "Apa kau...."

"Kau juga bilang, kalau kau mencintaiku." Gigar mengalihkan pandangannya.

Kedua pipi dan telinga Leva sudah memerah. Dia tidak mungkin mengatakan itu. Saat ini Leva benar-benar sangat malu. Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

Gigar mengambil ponselnya dan menyalakan rekaman suara Leva.

"Aku mencintaimu." Itu suara Leva.

"Benarkah? Lalu... kenapa kau tidak mau jadi pacarku?" Lingga yang bertanya.

"Kalo begitu... ayo pacaran."

Leva merutuki kebodohannya. Dia tidak mengira, kalau dia bisa sebodoh itu saat mabuk.

"Kau yakin? Awas saja jika sudah sadar kau berkata lain."

"Aaahhh... aku mencintaimu, kok."

"Hentikan rekaman itu," gerutu Leva.

Gigar menyimpan ponselnya. "Aku senang sekali kau mengakuinya sendiri."

"Itu karena aku sedang mabuk."

"Orang bilang, ketika perempuan sedang mabuk, semua perkataannya adalah kejujuran."

"Tidak juga." Leva menyanggah tuduhan Gigar.

"Aku tidak peduli, mulai sekarang kau adalah pacarku." Gigar beranjak dari sofa.

"Aku tidak pernah mengatakan kalau kita pacaran." Leva juga bangkit dari tempat duduknya.

"Aku tidak mendengarmu." Gigar pergi.

Leva memutar bola matanya.

Di kantor, Gigar sedang berbicara dengan orang suruhannya. Pria berbadan tinggi besar itu berdiri di samping Gigar.

"Jadi... Asgar itu siapa?" Tanya Gigar.

"Dia teman Gigar sejak SMP. Mereka berteman dan sama-sama menjadi atlet voli." Pria itu memberikan dokumen yang berisi tentang informasi lengkap mengenai Asgar.

"Asgar sudah lama mengenal Leva dan Lingga. Mereka bertiga berteman dengan baik. Masalahnya Asgar memiliki kelainan seksual. Dia menyukai laki-laki dan perempuan. Dia menyukai Lingga dan Leva."

Gigar mengangguk mengerti. "Bisakah kau membereskannya?"

"Siap, Bos."

~

Leva keluar dari gedung kantornya. Gadis itu tampak sangat lelah. Dia pergi ke tempat parkir dan memasuki mobilnya.

"Hari ini melelahkan, ya?"

Leva terhenyak dan menoleh ke sampingnya. Ternyata gadis berambut blonde itu sejak awal berada di mobil Leva. Dia sengaja menunggunya.

"Bagaimana bisa...."

"Jangan merebut Gigar dariku. Dia hanya milikku." Setelah mengatakan kalimat tersebut, perempuan itu keluar dari mobil Leva dan pergi.

Leva merasa tidak asing dengan wajah perempuan itu. Dia pernah melihatnya di suatu tempat, tapi di mana?

Rumah sakit!

Iya, gadis itu terlihat bersama Gigar (awalnya Leva mengira itu Lingga) di rumah sakit. Leva ingat jelas saat mereka berdua berciuman.

"Jadi... perempuan itu... pacarnya Gigar?"

Leva melajukan mobilnya meninggalkan tempat parkir.

❇❇❇

00.54 | 23 Februari 2020
By Ucu Irna Marhamah

Ephemeral Where stories live. Discover now