34

6 0 0
                                    

Leva melangkah keluar dari restoran. Dia menatap ke sekeliling. Gadis itu mencari taksi. Gigar keluar dari restoran.

"Ayo, aku akan mengantarmu pulang," tawar Gigar.

"Emm, aku naik taksi saja."

"Ini sudah malam. Aku tidak menerima penolakan." Gigar menarik tangan Leva. Gadis itu terpaksa mengikutinya.

Di perjalanan, mereka sama sekali tidak membuka suara. Keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Mobil Gigar terhenti di depan gedung apartemen. Leva menatap Gigar penuh makna. Merasa diperhatikan, Gigar juga menoleh pada Leva.

"Kenapa?" Tanya Gigar.

"Ba-bagaimana bisa kau tahu apartemenku?" Tanya Leva ketakutan.

Gigar terdiam seribu bahasa.

Pertama kali mereka bertemu, tapi Gigar tahu di mana dia tinggal. Padahal Leva tidak bilang, kalau dia tinggal sendirian di apartemen. Awalnya dia mengirap, Gigar akan mengantarnya pulang ke rumah Amardi.

Leva tidak kunjung mendapatkan jawaban. "Terima kasih telah mengantarku pulang."

Gadis itu keluar dari mobil Gigar, meninggalkan pria itu dalam diam.

Gigar menepuk dahinya. "Dia pasti curiga dan takut padaku."

Sementara itu, Leva segera memasuki apartemennya. Dia menghempaskan pantatnya ke sofa. Gadis itu mengusap rambutnya ke belakang.

"Mana mungkin dia menguntit? Apa tujuannya? Mana mukanya mirip Lingga lagi."

Gigar telah sampai di kediaman Mahali. Dia memarkirkan mobilnya. Ketika memasuki rumah, Tuan Mahali memanggilnya.

"Gi, kemari sebentar."

Pria itu menghampiri ayahnya. Tuan Mahali menyuruh putranya duduk. "Kau tidak berniat melakukan hal buruk pada gadis itu, kan?"

Gigar menggeleng ragu.

"Austin bilang, sore ini dia melihatmu membawa gadis itu ke rumah dalam keadaan pingsan," sambung ayahnya.

"Iya, tadi dia pingsan saat melihatku." Gigar mengakuinya.

"Jangan membuatnya seperti mantan-mantanmu. Dia gadis terhormat dari keluarga Amardi," kata Tuan Mahali.

Gigar mengerti.

Setelah berbicara singkat dengan ayahnya, Gigar pergi ke kamarnya. Dia melepaskan dasi dan jasnya. Pria itu berlalu ke kamar mandi. Ketika dia membuka kemejanya, pria itu menemukan kaos dan jeans perempuan di keranjang cucian. Pria itu mengambilnya. Pakaian itu milik Leva. Gigar menghirup aroma dari pakaian tersebut.

"Hmmm, aroma tubuhmu akan selalu aku ingat."

Di kamar lain, Michel sedang melihat mobil-mobil terbaru dari buku iklan. Gadis itu tampak semangat.

Pintu kamarnya diketuk. Michel menoleh. "Siapa?"

"Dexter," jawab si pengetuk pintu.

"Masuk."

Pintu pun terbuka. Masuklah pria tampan berambut pirang. Dia adalah Dexter Leonarde Mahali, putra keenam Tuan Mahali. Dia salah satu pemegang perusahaan cabang keluarga Mahali.

"Ada apa kau?"

"Mau melihat keadaan Kakak." Dexter duduk di samping kakaknya sambil melihat apa yang dilihat kakaknya di buku.

"Mau membeli mobil baru?" Tanya Dexter.

"Xavier menyuruhku memilih, dia akan membelikannya sebagai hadiah pernikahan kita nanti."

"Wah, kaya sekali dia." Dexter terkagum-kagum.

"Yang ini mobil terbaru, kan? Pilih yang ini saja." Dexter menunjuk mobil sport merah yang terlihat keren di matanya.

"Mobil ini menjadi trend bulan lalu, apa tidak ada yang trend di bulan ini?" Tanya Michel.

"Yang tadi pilihanku itu bagus sekali, meskipun trend bulan lalu."

"Seleramu buruk sekali, Dexter."

"Jika Kakak membeli mobil ini, Kakak tidak akan menyesal." Dexter berpromosi seperti seorang bintang iklan.

"Ah, aku tanya Gigar saja." Michel berlalu ke kamar adik bungsunya. Ketika memasuki kamar, Gigar tidak ada di dalam. Tapi, suara gemericik air di kamar mandi terdengar jelas.

"Gi?"

"Apa?"

"Tidak, lanjutkan saja mandinya." Michel kembali melihat buku iklan di tangannya.

Gigar keluar dari kamar mandi dengan jubah mandi yang menutupi tubuh telanjangnya.

"Ada apa, Kak?" Tanya Gigar.

"Pilihin mobil, dong."

Gigar duduk di samping kakaknya dan melihat buku iklan tersebut. "Kakak mau membeli mobil lagi?"

"Xavier yang akan membelikannya," sanggah Michel.

"Yang ini menurutku sangat berkelas. Dia terkenal 3 tahun sebelumnya, tapi belum ada satu pun orang Indonesia yang memilikinya. Jika Kakak membeli mobil ini, Kakak satu-satunya orang yang memilikinya di Indonesia."

Michel melihat mobil tersebut. "Benarkah? Kalau begitu, aku akan menghubungi Xavier. Terima kasih."

Gigar mengangguk.

Setelah Michel pergi, Gigar membuka laptopnya dan menonton video Lingga dan Leva lagi.

Dalam hati, Gigar berkata, sejujurnya, ketika pertama kali aku melihatmu bersama Lingga di vlog, aku merasa Lingga itu adalah aku. Aku merasa kalau dalam video itu adalah kau dan aku. Aku melihat cintamu untuk Lingga dan aku merasa tatapan itu seharusnya untukku.

Aku ingin kau mencintaiku, karena aku mencintaimu.

Gigar melihat sikap konyol Lingga di video tersebut dan itulah daya tariknya yang membuat Leva jatuh cinta padanya. Jika Gigar meniru Lingga, itu akan aneh. Itu bukan gayanya. Gigar tidak bisa seperti Lingga. Tapi, dia terlanjur jatuh cinta pada Leva.

Gigar melihat jelas ketulusan Leva untuk Lingga. Apakah Leva juga bisa mencintai Gigar dengan tulus?

❇❇❇

20.02 | 4 Februari 2020
By Ucu Irna Marhamah

Ephemeral Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang