26

18 2 0
                                    

Suara burung di jendela membuat Leva terbangun

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Suara burung di jendela membuat Leva terbangun. Gadis itu baru menyadari, jika dirinya sedang berada di apartemen Lingga. Dia bangkit sambil meregangkan tubuhnya lalu berjalan menuju jendela. Gadis itu membuka jendelanya. Burung-burung itu tidak terbang ketakutan. Mereka tetap berada di sana.

Leva melihat wadah di dekat jendela, ternyata isinya adalah pakan burung. Leva mengambilnya dan memberikan pakan tersebut pada burung-burung itu.

Setiap pagi Lingga memberikan burung-burung ini makan? Aku bahkan tidak tahu kebiasaannya seperti ini, pikir Leva.

Leva melihat ada kotak beludru merah di dekat lampu tidur. Gadis itu mengernyit heran. Semalam kotak tersebut tidak ada di sana. Leva mengambil kotak tersebut dan isinya adalah cincin berlian dengan ukiran unik. Gadis itu langsung jatuh cinta dengan cincin tersebut.

"Apakah ini cincin yang dimaksud oleh Virda?" Leva memakai cincin tersebut ke jari manisnya, tentu saja pas. Lingga tahu betul ukuran cincin gadis itu.

Leva tahu, masih banyak kenangan dari Lingga yang belum dia ketahui semua. Dia ingin melihat semuanya, tapi saat ini dia belum bisa mengendalikan emosinya. Dia harus menenangkan diri terlebih dahulu, setelah itu dia akan kembali dan melihat semuanya.

Gadis itu memesan tiket lagi untuk pergi ke Jerman. Di Berlin, dia memiliki seorang nenek yang merupakan ibu dari ayahnya. Wanita itu pernah tinggal di Indonesia dan menikah dengan kakeknya Leva. Neneknya melahirkan 3 orang anak, salah satunya adalah Bramantyo Martin Amardi, ayahnya Leva dan Brill.

Setelah sang kakek meninggal dunia, neneknya Leva kembali ke Jerman dan memilih tinggal di sana. Salah seorang anaknya juga tinggal di Berlin, tapi tidak serumah.

Sesampainya di Jerman, bibinya Leva datang ke bandara untuk menjemputnya. Selama berada di dalam mobil, Leva dan bibinya berbincang.

"Bagaimana keadaan Granny?" Leva tidak sabar ingin bertemu dengan neneknya.

Bibinya menjawab, "Ibu selalu sehat. Bahkan dia memaksa menantuku untuk segera melahirkan cicit untuknya."

Leva tertawa.

"Bulan lalu Granny kesayanganmu itu juga menanyakan kabarmu. Katanya kapan kau datang lagi."

"Sekarang aku datang untuknya."

"Kau akan tinggal di sini?" Tanya Bibinya.

Leva mengangguk. "Tentu, aku akan tinggal untuk beberapa waktu. Setelah aku merasa lebih baik, aku akan kembali ke Indonesia."

"Aku turut berbela sungkawa atas kepergian Halingga. Dia pria yang sangat baik."

Leva mengangguk.

Akhirnya mereka sampai di rumah Granny.

"Granny!" Leva memeluk neneknya.

"My little princess." Granny membalas pelukan cucunya.

"I miss you so much, Granny!"

"Me too, baby girl."

Selama Leva di Jerman, Gigar yang mengurus perusahaan cabang Amardi hingga berkembang pesat dan kemajuannya hampir sama dengan perusahaan pusat.

Tuan Mahali tidak mempermasalahkan itu, selama Gigar mau mengurus perusahaan Amardi. Mahali Group masih tetap yang terbaik ketika anak-anak tertua mengurusnya.

Brillian dan Martin sedang berbincang di kantor pusat.

"Gigar benar-benar hebat, dia berbakat mengurus perusahaan," puji Brill.

"Iya, dia jarang melakukan kesalahan. Jika ada sedikit kesalahan, dia langsung memperbaikinya dengan cepat. Tidak salah dia dilahirkan di keluarga Mahali."

Sementara itu, Gigar sedang memotret pemandangan dari jendela hotel. Seorang wanita dengan tidur terbuka menghampirinya. Dada dan perutnya terekspos begitu saja. Dia bergelayut manja di lengan kekar milik Gigar.

"Apa tidak ada objek lain yang bisa mengalihkan perhatianmu, selain pemandangan kota?" Tanya wanita itu.

Gigar tidak menjawab. Pria itu masih fokus memotret.

"Apa aku tidak lebih cantik dari pemandangan itu?" Tanyanya lagi.

Karena tak bisa menarik perhatian Gigar, perempuan itu melangkah ke depannya. Gigar bisa melihat wanita itu dari kameranya.

Ketika berkedip, wajah wanita itu berubah menjadi Leva. Gigar membeku. Pria itu meletakkan kameranya dan menatap Leva.

Gadis itu mendekat dan memeluk Gigar. "Apa kau hanya akan membayarku tanpa menikmati tubuhku?"

Pertanyaan vulgar itu membuat Gigar semakin menginginkan Leva. Padahal gadis itu bukan Leva. Gigar kebanyakan minum. Itu membuatnya berhalusinasi.

Jemari lentik wanita itu bergerak menyusuri dada bidang Gigar menuju perut kotaknya dan semakin ke bawah. "Aku tidak mau memakan gaji buta. Aku ingin melayanimu dengan baik."

Tiba-tiba Gigar mendorong wanita itu ke ranjang dan menindihnya. Pria itu menatap Leva yang berada di bawahnya. "Gadis nakal, kau akan menyesal, karena telah menggodaku. Jangan salahkan aku jika besok kau tidak bisa berjalan."

Keesokan harinya, Gigar terbangun di pagi hari. Dia melihat wanita tanpa busana yang tertidur menyamping membelakanginya. Pria itu memeluknya dari belakang.

Wanita itu berbalik. Gigar terkejut, karena wanita itu bukan Leva.

"Saat kau melakukannya, kau menyebut nama Leva. Siapa gadis itu? Jika kau memiliki pacar, kenapa menyewaku?"

❇❇❇

19.09 | 3 Februari 2020
By Ucu Irna Marhamah

Ephemeral Where stories live. Discover now