45

10 0 0
                                    

Jam menunjukkan pukul 5 sore. Leva memasuki mobil putihnya. Brill memberikan mobil itu sebagai hadiah untuk Leva karena gadis itu mau memimpin perusahaan, setelah sekian lamanya.

Leva melajukan mobilnya menuju kediaman Mahali. Dia ingin mengetahui kondisi Gigar.

Sementara di mansion Mahali, Gigar tengah berdiri di tepi kolam ikan. Dia memotret ikan-ikan peliharaannya.

Salah satu pelayan menghampirinya. "Tuan muda, Nona Amardi datang untuk menemui anda."

Gigar menoleh. Dia tampak panik. "Bawa kursi rodaku kesini, setelah itu suruh Leva kemari."

"Baik, Tuan."

Ketika kursi rodanya datang, Gigar segera duduk dan berpura-pura sakit. Dia tetap melanjutkan membidik objek-objek yang ada di depannya.

Tak lama kemudian, Leva datang dengan parsel buah-buahan di tangannya. Gadis itu menghampiri Gigar.

"Hello? How are you today?"

Gigar membidik Leva dengan lensa kameranya. Terdengar suara rana dari kameranya. "Ada pengusaha muda yang cantik di sini."

Leva tersenyum. "Kau suka kamera juga?"

"Iya, aku suka mengabadikan momen-momen spesial yang ada di sekitarku. Kau juga suka kamera, kan?"

"Iya, aku suka merekam apa pun yang bisa dijadikan kenangan."

Hening.

"Aku baik-baik saja," ujar Gigar.

Leva mengernyit.

"Jawaban dari pertanyaanmu."

"Oh, syukurlah. Ngomong-ngomong... aku membawa sedikit buah-buahan." Leva memberikan parsel yang dia bawa.

"Terima kasih."

Suasana menjadi sunyi lagi.

Kenapa mereka sangat sulit berinteraksi dengan baik? Mereka sudah dekat dan saling mengenal cukup baik, tapi sama-sama belum bisa terbuka satu sama lain.

Gigar menemukan topik pembicaraan. "Bagaimana hari pertamamu memimpin perusahaan?"

"Tidak ada yang spesial. Semuanya mengalir begitu saja."

Topiknya habis.

Senyap.

Micheline dan Dexter berdiri di teras halaman belakang. Mereka berdua berpangku tangan sambil memperhatikan kedua orang itu.

Micheline melirik adiknya. "Apa menurutmu mereka akan pacaran? Sementara perasaan Leva masih terikat pada Lingga."

Dexter meletakkan dagunya di antara ibu jari dan telunjuknya menandakan dia sedang berpikir. "Gigar tidak pernah terpaku pada satu gadis. Dia bisa mendapatkan 100 gadis yang lebih cantik dari Leva. Seandainya dia memaksa Leva, itu hanya akan merusak harga dirinya, kan?"

Micheline mendecih. "Kau lupa? Adikmu itu sangat licik dan kejam. Dia bisa melakukan apa pun termasuk membalikkan situasi membuat Leva mengemis padanya."

"Dia adikmu juga." Dexter kembali melihat Gigar dan Leva.

Micheline memijit pelipisnya. "Gigar terlalu banyak menonton video Leva dan Lingga. Jadinya dia terobsesi untuk menjadi Lingga agar dicintai Leva. Tapi, mau bagaimana pun juga, Gigar dan Lingga adalah orang yang berbeda."

Leva sering menjenguk Gigar sampai pria itu sembuh total, walaupun sebenarnya sudah sembuh sejak lama.

Suatu hari, kebetulan Tuan Besar Mahali sedang di rumah. Pria nomor satu di rumah itu telah kembali dari Singapura. Leva pun bertemu dengan Tuan Mahali.

"Bagaimana kabar anda, Tuan Mahali?" Tanya Leva sambil tersenyum ramah.

"Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu, Nak?"

Leva merasa sedikit canggung saat Tuan Mahali memanggilnya, Nak.

"Saya baik-baik saja."

"Jangan berbicara formal denganku, Nak. Aku bukan atasanmu. Panggil saja Ayah. Anak-anak memanggilku Ayah."

"Oh, i-iya."

"Apa Gigar sering mengganggumu? Dia memang sedikit nakal."

Leva terkekeh. "Tidak, kami jarang bertemu, setelah Gigar sembuh."

Dia tidak pernah sembuh, anak kesayanganku itu seperti orang yang sakit jiwa, sama seperti kakak-kakaknya, batin Tuan Mahali.

"Aku tidak bisa berbohong, meskipun dia putraku, tapi Gigar itu bukan pria yang baik. Aku harap kau mau bersamanya dan membuatnya menjadi lebih baik."

Leva mencerna ucapan Tuan Mahali.

"Aku tidak akan bertanya, apa kau mencintainya atau tidak, karena aku tahu jawabannya. Jika kau tidak bisa, berhati-hatilah. Meskipun dia putraku, kadang aku tidak bisa mengendalikannya, karena dia memiliki banyak cara untuk mendapatkan semua yang dia inginkan."

Leva cukup merinding mendengarnya. Apa Gigar semenakutkan itu?

"Apa yang sedang kalian bicarakan?" Tiba-tiba Gigar datang dan duduk di samping Leva. Tampaknya pria itu baru saja pulang dari kantor.

"Membicarakanmu." Tuan Mahali memang sangat jujur.

"Leva, sesekali aku boleh bermain ke rumahmu juga, kan? Aku ingin membicarakanmu juga bersama Tuan Amardi." Gigar melonggarkan dasinya.

"Sepertinya aku harus bilang Papa dulu, karena aku 'kan tidak tinggal di rumah," jawab Leva.

"Biar aku yang bilang." Gigar mengambil ponselnya.

Leva menelan saliva, karena dia cemas jika Gigar nekat menelepon Martin. Dia tahu, Ayahnya tidak akan mengizinkan, karena Martin memang tidak menyukai Gigar (jika mendekati Leva). Martin hanya ingin hubungan Leva dan Gigar hanya sebatas teman di dunia bisnis, tidak lebih.

Ternyata Gigar hanya menelepon karyawannya di kantor. "... aku lupa, jadi tolong, ya."

"Baik, Tuan." Setelah mendapatkan jawaban, Gigar memasukkan ponselnya ke saku celana.

Leva beranjak dari sofa. "Baiklah, ini sudah sore. Aku harus pulang."

Gigar melirik sekilas gadis itu. "Kenapa pulang? Padahal aku baru datang. Jadi, kau hanya ingin bertemu dengan ayahku?"

Pria muda itu bahkan cemburu pada ayahnya sendiri.

"Ah? Bukan begitu, ini hampir malam." Leva mengibaskan kedua tangannya.

"Aku akan mengantarmu." Gigar bangkit dari sofa.

"Aku membawa mobil."

"Iya, aku tahu. Aku akan mengikutimu dari belakang."

Leva tidak ingin mendebat lagi. Dia pun mengangguk. Benar saja, Leva melajukan mobil sport putihnya disusul mobil sport merah milik Gigar di belakang.

Tidak jauh dari jalan raya yang sepi, sebuah mobil dengan 2 orang pria kekar di dalamnya tengah mengawasi kedua mobil sport itu.

Salah satu dari mereka menelepon seseorang. "Nona, ada Tuan Gigar bersama gadis itu. Apa kami harus tetap melakukannya?"

Gadis berambut pirang yang sedang berendam di dalam bath up penuh busa sabun tampak kesal. "Batalkan! Jangan sampai kalian dilihat Gigar!"

"Baik, Nona."

Perempuan itu melemparkan ponselnya begitu saja.

❇❇❇

16.37 | 18 Februari 2020
By Ucu Irna Marhamah

Ephemeral Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ