Leva menyambar kunci motor Lingga lalu segera pergi ke lift. Tampaknya menunggu lift terlalu lama. Gadis itu memilih lewat tangga. Dia sampai di tempat parkir dan menaiki motor sport navy yang baru saja dia parkirkan waktu pulang dari gereja. Gadis itu memakai masker dan jaketnya lalu melajukan motornya dengan kecepatan sedang.

Leva tiba di rumah sakit Danuarga. Dia segera turun dari motornya, baru beberapa langkah, motornya terguling, karena Leva buru-buru menginjak standard-nya. Beberapa yang berada di sana melihat ke arah motornya yang terguling. Gadis itu menoleh melihat motor malangnya yang tertidur di pelataran rumah sakit.

Antara balik lagi membenarkan motornya atau melanjutkan langkahnya ke dalam, Leva memilih masuk dan mengabaikan motornya.

"Maafkan aku, Lingga, nanti aku perbaiki." Dia bahkan lupa membuka helmnya ketika memasuki rumah sakit. Perhatian semua orang tertuju padanya.

Leva segera memasuki lift. Semua orang di lift melihat heran ke arahnya. Leva bingung, apa yang membuat mereka semua memusatkan perhatian padanya. Ketika melihat bayangan dirinya di lift, Leva baru menyadari kalau dia masih memakai helm. Gadis itu segera membuka helmnya. Dia benar-benar merasa konyol.

Dia sampai di lantai di mana kamar rawat Gigar berada. Gadis itu membenarkan maskernya yang miring. Sesampainya di depan kamar Gigar, dia melihat saudara-saudaranya Gigar juga di sana. Leva tidak tahu harus bersikap bagaimana. Mereka menoleh padanya.

"Aku yang meneleponmu tadi," kata Micheline sambil mengusap bahu Leva.

Gadis itu melihat ekspresi wajah mereka yang tampak sedih. Carline dan Berline tidak bisa menyembunyikan air mata mereka.

Leva semakin panik. Dia menatap Micheline. "Ada apa? Kenapa kalian menangis?"

Micheline tersenyum pahit. "Awalnya kami tidak ingin memberitahumu, tapi... bagaimana pun juga kau pacarnya Gigar."

Pandangan Leva mengabur. Butiran bening itu menghalangi pandangannya. Leva membuka maskernya. "Katakan padaku, apa yang terjadi?"

Pandangan Micheline tertuju ke pintu kamar rawat Gigar. Leva memberikan helmnya pada Dexter. Karena bingung, pria itu menerimanya. Tanpa pikir panjang, Leva memasuki ruangan tersebut. Dia melihat Gigar yang terbujur kaku di ranjang rawat.

Leva merasa lututnya sangat lemas. Dokter Michael dan beberapa perawat yang berada di dalam segera keluar setelah melihat Leva.

Sebelum keluar, Michael menepuk bahu Leva. "Aku tahu, kau adalah gadis yang kuat."

Leva terduduk lemas di kursi. Dia menatap wajah Gigar yang begitu pucat. Ada luka di rahangnya yang mungkin disebabkan oleh kecelakaan itu.

"Gi-gar...." Suara Leva sudah serak. Dia menyentuh tangan Gigar dan menatap lekat pria itu.

"Kau tidak bisa meninggalkanku seperti ini, kau berjanji akan selalu bersamaku, kenapa kau pergi? Aku sudah kehilangan Lingga, aku tidak mau kehilanganmu juga." Tangisan Leva pecah.

Saudara-saudaranya Gigar melihat ke dalam lewat kaca pintu.

"Kau selalu bertanya padaku, apa aku bahagia bersamamu? Jika kau pergi seperti ini... apa aku masih harus mengangguk mengiyakan pertanyaanmu?"

Leva mengguncangkan lengan kekar Gigar. "Lain kali aku tidak akan menunjukkan ekspresi murung lagi, aku janji... tapi aku mohon... bangunlah, jangan tidur seperti ini."

Gigar tidak bergerak sama sekali.

"Gigar, Gigar, dengarkan aku, Sayang. Kau mendengarku? Tetaplah bersamaku, Leva. Mari kita buat janji suci itu menjadi kenyataan." Leva mengucapkan kalimat yang sama yang pernah dia dengar waktu itu.

Leva tidak melihat perubahan pada Gigar.

"Jika kau pergi, aku juga akan pergi. Aku sudah berjanji akan mengakhiri hidupku, jika kau pergi selamanya." Leva melihat pisau dapur di meja. Gadis itu mengambilnya.

Leva menutup matanya. Ketika pisau itu akan menyentuh pergelangan tangannya, tangan kekar itu menahannya.

Leva membuka matanya dan melihat Gigar yang juga melihatnya. Kedua mata Leva melebar kala hazel dan onyx black itu bertemu.

"Jangan lakukan itu. Mari kita buat janji suci itu menjadi kenyataan," kata Gigar.

Leva menghambur memeluk Gigar. "Kenapa kau berpura-pura mati, kau bukan opossum."

Gigar tertawa. "Prank succeed."

Saudara-saudara Gigar masuk. Mereka juga tertawa, karena ide jahil adik bungsu mereka berhasil.

"Akting kalian bagus sekali," kata Gigar.

"Semuanya akan berjalan lancar jika mengikuti arahanku," kata Micheline sang aktris.

Semua orang tertawa.

"Bahkan dokter Michael dan para perawat juga ikut berakting mendukung idemu?" Tanya Leva.

Gigar mengangguk.

"Kau benar-benar pria terjahat yang pernah aku temui seumur hidupku."

❇❇❇

17.28 | 28 Februari 2020
By Ucu Irna Marhamah

Ephemeral Where stories live. Discover now