Lingga mengantar Leva ke supermarket

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Lingga mengantar Leva ke supermarket. Seperti biasa, Leva membeli kebutuhan bulanannya. Gadis itu memilih sayuran. Lingga memasukkan beberapa kap daging dan sosis ke keranjang belanjaan Leva. Gadis itu menoleh pada Lingga.

"Persediaan untuk seorang karnivora." Lingga mengacungkan jempolnya.

Leva hanya tersenyum.

Keranjang belanjaannya diganti dengan troli belanja, karena banyak yang mereka beli. Ketika sampai di meja kasir, Leva teringat sesuatu.

"Aku mau membeli beberapa cemilan," ujar gadis itu kemudian berlalu.

Ketika kembali, Lingga melihat Leva membawa 3 keranjang penuh dengan snack.

Gadis itu memberikannya pada kasir. "Jadi berapa?"

"Abang ini yang membayar satu troli belanjaan Kakak," kata mbak-mbak kasir.

Pandangan Leva tertuju pada Lingga. Lingga menepuk keranjang yang berisikan cemilan dan snack tersebut. "Sekalian hitung dengan snack-nya, Mbak."

"Oh, iya."

Leva memutar bola matanya.

Lingga mengajak Leva ke mall. Dia ingin Leva memilih pakaian couple untuk mereka berdua.

"Mau warna apa?" Tanya Lingga.

"Apa saja?" Jawab Leva dengan nada setengah bertanya.

Mereka memilih beberapa baju. Akhirnya pilihan mereka jatuh pada warna navy. Di bagian depan bajunya ada tulisan, hidup itu singkat, tidak ada waktu untuk bercanda.

Hari minggu pagi, Lingga mengajak Leva lari pagi menuju gym.

Di perjalanan, mereka melihat dinding yang dicat abstrak. Leva ingin sekali berfoto dengan dinding tersebut sebagai background-nya.

Lingga mengambil ponselnya dan mulai menjepret. Leva berpose sederhana. Dia hanya berdiri di depan dinding sambil tersenyum. Sementara Lingga, sang fotografer bolak-balik bergaya sambil memfoto pacarnya.

Leva tertawa melihat tingkah Lingga yang penuh semangat itu. "Sebenarnya siapa yang difoto? Kenapa kau yang banyak berpose?"

Lingga terkekeh.

Leva meminta Lingga yang berpose dan Leva yang memotret. Lingga memasang ekspresi cool dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana.

"Aaaahhh, you're so handsome, dear."

Lingga tertawa lepas mendengar ucapan pacarnya, Leva tidak melewatkan kesempatan itu. Dia memotret Lingga yang sedang tertawa.

Leva melihat hasil jepretannya. Dia tersenyum. Lingga berlari menghampiri Leva dan melihat fotonya.

Leva menatap Lingga. "Kau tampan sekali ketika tertawa."

Lingga terkekeh. "Iya, kalau aku tidak tampan, kau tidak akan kepincut."

Leva tertawa mendengar jawaban PD dari pacarnya itu.

Akhirnya mereka tiba di tempat gym.

Leva meminum air mineralnya. Dia melihat Lingga sedang melakukan push up. Ide jahil muncul di kepalanya. Gadis itu dengan konyolnya duduk di punggung Lingga.

Sempat menghentikan aktivitasnya, Lingga menoleh pada Leva.

"Come on, you are strong man." Leva menepuk pundak Lingga.

Ya, berat badan Leva bukan apa-apa bagi Lingga. Pria itu tetap melakukan push up.

Setelah gym, mereka pulang ke apartemen Lingga. Di sana Leva memasak. Sementara Lingga merebahkan tubuhnya ke sofa. Pria itu menutup kedua matanya sambil mengatur napas.

Leva melihat pada Lingga, namun hanya sesaat. Gadis itu kembali fokus pada masakannya.

Selesai memasak, Leva menghampiri Lingga yang tertidur di sofa. Gadis itu tersenyum kemudian mengusap rambut Lingga dengan lembut. Leva duduk di sofa dan mengangkat kepala Lingga agar terlelap di pangkuannya.

Leva pun tertidur.

Makanan di meja yang masih panas pun menjadi dingin setelah beberapa menit. Matahari sudah berubah posisi.

Lingga membuka matanya dan melihat dagu Leva. Pria itu bangkit dan merebahkan Leva di sofa.

"Bilbil tidak membangunkanku?" Gumamnya.

Lingga melihat ke meja makan. Masakan Leva sudah dingin. Pria itu mencicipi sedikit makanan tersebut.

"Mmmm." Lingga memutuskan untuk menghangatkan kembali makanan itu.

Jam menunjukkan pukul 6 sore. Leva bangun dan melihat Lingga sedang menyajikan makanan ke meja.

"What happen with the foods?" Tanya Leva.

Lingga menoleh. "Aku hanya menghangatkannya lagi."

Mereka pun menyantap makanan tersebut, yang tadinya merupakan makan siang, jadi makan malam.

"Aku kelamaan tidur, ya? Bisa-bisa malam ini aku tidak bisa tidur," cicit Leva.

Lingga menoleh sesaat pada Leva.

Benar saja, malamnya Leva dan Lingga tidak bisa tidur lebih awal. Leva tidak mau pulang, karena sudah malam. Jika dia pulang, dia akan sendirian di apartmen dan akan merasa lebih takut lagi. Akhirnya Leva memilih untuk menginap di apartemen Lingga.

Keduanya memutuskan untuk bermain game.

"Ah, membosankan." Leva meregangkan tubuhnya.

Lingga menguap lebar. "Sepertinya aku sudah mulai mengantuk."

Leva menoleh pada Lingga. "Jangan tidur dulu, jangan meninggalkan aku sendirian malam-malam begini."

"Aku tidak kemana-mana," sanggah Lingga.

"Bagaimana jika kita menonton film horor?" Usul Leva.

Mereka pun menonton film horor terbaru. Keduanya tampak begitu tegang, bahkan mereka tidak bergerak sedikitpun dari posisi. Jangankan bergerak, bernapas pun mereka harus pelan.

Mungkin mereka takut, hantunya akan keluar dari layar televisi.

Lingga dan Leva terhenyak saat hantunya muncul di depan layar. Rasa kantuk Lingga sepertinya sudah hilang entah kemana, setelah menonton film tersebut.

Filmnya selesai.

Lingga dan Leva menghela napas panjang.

"Kejam sekali orang itu," gumam Leva saat mengingat peran antagonis di film tersebut.

Tiba-tiba terdengar suara dari dapur. Lingga dan Leva menoleh ke sumber suara.

"Come on, girl. Ini novel romance, bukan novel horor. Kau bisa menulis novel horor lain kali." Leva memelas.

Lingga tertawa.

Sementara itu, seseorang memberikan sebuah map pada wanita paruh baya yang duduk di kursi kebesaran.

"Ini lokasi tuan muda, Nyonya."

Wanita itu menutup kedua matanya.

❇❇❇

17.21 | 28 September 2020
By Ucu Irna Marhamah

Ephemeral Where stories live. Discover now