"Loh, bukannya Gilang sama lo ya, Ca?"

"Kak Gilang nggak ada disini. kak, Ica minta tolong, cariin kak Gilang. Ica takut kenapa-napa, perasaan Ica nggak enak." Suara Ica terdengar memelas.

"Oke-oke, ntar gue cari tu anak." Doni berjalan mondar-mandir.

Ica mengangguk lesu, ia benar-benar berharap Gilang berada di sana dalam keadaan baik-baik saja. Ponsel laki-laki itu belum bisa di hubungi.

"Makasih kak, assalamualaikum."

Panggilan terputus, Doni menyugar rambutnya frustasi. Apa yang ia ucapkan sudah benar walaupun terdapat bumbu-bumbu kebohongan.

Doni menoleh ketika segelas air putih di sodorkan di dekatnya, dan pelakunya adalah Jamal.

"Tau aja lo, Mal, gue lagi haus," celetuk Doni menenggak habis air putih.

"Bohong juga butuh tenaga, Don."

Doni melirik sinis Jamal, bisa saja mulutnya kalau bicara, suka benar. Ia mengembalikan gelas kosong pada Jamal dengan kasar.

"Di enakin malah begitu." Monolog Jamal kesal.

Dilain tempat, Ica menatap kosong layar ponsel yang berubah menjadi hitam. Pasti terjadi sesuatu, dan ketiga teman kak Gilang tidak ingin memberitahunya. Apa artinya ia bagi Gilang, laki-laki itu berupaya terlihat kuat agar ia tidak perlu merasa khawatir. Seperti itukah sepasang kekasih, tidak bisa saling terbuka?

Ica menghembuskan nafas panjang, lelah menunggu kabar. Apa sebaiknya ia pulang saja ke bandung. Tapi, mana mungkin bisa, orang tuanya pasti melarang. Kecuali, memang ada hal penting yang tidak bisa di tinggalkan. Maklum, sudah lama meraka tidak berkumpul bersama. Ica harus bisa pulang ke bandung, dan ia akan memikirkan caranya, titik.

Ica beranjak keluar dari kamar, langkah kakinya terayun menuju dapur, menghampiri Mamanya yang sedang sibuk mengolah bahan makanan.

"Ma," panggil Ica.

"Hmm ...."

Ica berpikir sejenak, mulutnya terbuka lalu tertutup lagi. Sudah seperti ikan koi yang kehabisan nafas, mengap-mengap.

"Kenapa si, Ca?" tanya Mama yang heran melihat tingkah anak gadisnya.

"Ica besok pulang ke bandung, ada acara sekolah soalnya," ucap Ica menarik kursi, berusaha terlihat santai.

"Acara apa? Memangnya libur masih ada acara di sekolah?" tanya Mama beruntun.

"Ada, Ma. Malah Ica jadi panitia, nggak bisa dong kalo Ica nggak ikut."

"Bilang dulu sama Papa, kalo Papa oke, Mama juga oke," balas Mama melirik Ica.

Ica berucap 'Oke' tanpa suara, ia bergegas keluar mencari sang Ayah. Ia harus mendapatkan izin hari ini juga! Dengan mengendarai motor maticnya, Ica melaju menuju rumah Pak RT, seingatnya Ayahnya bilang akan pergi kesana hari ini.

Ica menghentikan motor di bawah pohon yang rindang. Matanya menangkap keberadaan Ayahnya sedang berbincang sambil bermain billiar.

"Ayah," panggil Ica pelan. Yang dipanggil pun menoleh, Ayahnya beranjak menghampirinya.

"Kenapa, Ca?"

"Hmm ... besok Ica mau balik lagi ke bandung, boleh kan?" tanya Ica cemas.

Ayah menatap Ica menyelidik, "Kamu mau mastiin kalo Gilang beneran pulang ke bandung Kan? Bukan ke sasar di sini?"

Ica menyengir, memang benar ajaib Ayahnya ini. Tau saja isi pikiran Ica.

"Hati-hati, nanti Ayah suruh kevin beliin tiket."

Ica mengacungkan jempolnya seraya tersenyum senang, memang benar kata orang-orang kalau anak perempuan itu lebih dekat dengan Ayah. Ia pamit pulang untuk bersiap.

Bandung, i'm coming.
__

Gilang pulang ke rumah dengan hampa, walaupun banyak orang, ia tetap merasa kesepian. Hatinya sepi.

"Gilang, makan dulu ya," bujuk Tante Ratih memegang bahunya.

Gilang menatap nyalang tangan yang memegangnya, ia mundur hingga pegangan itu terlepas.
"Mending kalian semua pulang!"

Tanpa ingin melihat reaksi mereka Gilang berjalan menuju kamar. Mengemasi barang-barangnya lalu pergi dari rumah.

Ratih berusaha keras mencegah kepergian putra satu-satunya dari almarhum Kakaknya. Ia memohon agar Gilang tetap tinggal.

"Nggak, gue nggak bisa terus-terusan disini. Tante sama yang lain mending pulang! Urusin hidup kalian masing-masing." Gilang pergi menaiki motornya dengan tak acuh.

Gilang belum bisa menerima semuanya, dalam kurun waktu yang sangat dekat orang tuanya malah pergi meninggalkannya. Seakan sudah berjanji untuk meninggalkannya.

Gilang berhenti di pom bensin, mengisi full daya motor untuk perjalanan yang panjang. Satu tas besar dipunggungnya berisi pakaian dan barang-barang penting lainnya. Gilang akan memulai hidup baru, tanpa bayang-bayang kematian orang tuanya.

Semoga saja, ia bisa.
_____
huhu, siapa yng pernah bohong kaya ica?

By the way, Gilang mau kemna ya? Ada yang tau? Wkwkkw
Jangan lupa vote dan comment, follow akun wp dan akun instagram author @Ayukhdryh_

*Untuk minggu-minggu selanjutnya, kayaknya jadwal updatenya Nggak pasti. Tergantung Waktu dan kondisi. Kalau Author sibuk kayanya kalian lagi di uji kudu sabar wkwk.

GILANG FALLS [COMPLETED]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang