Chapter 22

5.6K 537 7
                                    

Kalau suka sama cerita ini, Jangan lupa pencet bintang dikiri bawah ya 😊

Semangat🔥

*****

Lucas masih menatap Zwetta. Ia tak mampu mengerakkan kakinya ataupun mulutnya. Ia shock dengan apa yang ia lihat. Pembunuhan sadis tepat didepannya. Bahkan saat perang dulu pun tak ada yang anti mainstream seperti ini. Sekali tumbang akan dibiarkan. Bukan dimainkan seperti itu.

"Oh astaga! oksigen mana oksigen!"

Lucas meraup dengan rakus udara yang berhamburan dengan gratis. Ia menetralkan detak jantungnya dan gemetaran pada seluruh tubuhnya. Ia keluar dari tempatnya bersembunyi. Berniat untuk menghampir Zwetta.Tepat saat 5 langkah ia beranjak. Zwetta juga berjalan kearahnya. Dengan wajah yang berlumuran darah. Layaknya seseorang yang habis kecelakaan.

Lucas tak berteriak seperti biasanya. Ia menatap datar kearah Zwetta. Begitupun dengan Zwetta yang tak kalah datarnya. Keduanya berhenti saat jarak yang tercipta sebanyak 1 langkah. Diam. Itulah yang kini terjadi. Dua sejoli itu hanyut dalam tatapan yang mereka lemparkan. Hanya suara angin dan tetesan darah yang jatuh dari wajah dan lengan Zwetta.

"Mengapa kau diam Luc? Kau tak mencintaiku lagi?" Tanya Zwetta datar dan tak ada perasaan takut.

"Mengapa kau lakukan itu?"

Lucas bertanya kembali kepada Zwetta. Banyak pertanyaan yang bersarang di otaknya. Namun tak mungkin juga jika ia lontarkan ditengah hutan ini. Terlebih lagi mereka masih berada dikawasan Rogue.

"Apa kau akan berjanji tak akan meninggalkanku setelah tahu siapa diriku?"

"Tergantung"

Jawaban Lucas seketika mengundang amarah Zwetta. Ia tak terima jika Lucas akan meninggalkannya. Lucas hanya miliknya! Tidak ada yang boleh memiliki Lucas selain Zweta!

"Terserah! Apapun reaksimu dan sebesar apapun usahamu untuk lepas dariku, Aku tetap akan mengejarmu. Jika perlu aku akan mematahkan kakimu agar kau tak bisa lari dariku!"

Lucas melotokan matanya. Ia tak menyangka Zwetta begitu posessif dan tak terbantah. Seketika ingatan dimana Zwetta menerimanya dengan lapang dada dan ketulusan membuat hati Lucas tersayat. Ia merasa tidak adil dengan Zwetta.

"Sebaiknya kita pulang dulu. Lenganmu harus segera diobati"

"Aku tak peduli dengan lenganku! Aku tak peduli jika aku akan mati disi...!"

"Stop Zwetta!!"

Bentakan Lucas mampu membuat Zwetta berhenti. Ia menatap Lucas dengan pandangan dingin dan datar. Tak ada tatapan kagum dan pipi yang bersemu. Seakan apa yang ada pada Zwetta beberapa hari lalu. Hilang tak bersisa sedikitpun.

"Aku mohon jangan siksa dirimu dengan luka itu. Aku tak mau kehilangan dirimu. Tolong mengertilah" Ucap Lucas melembut. Ia mengulurkan tangannya. Berniat menuntun Zwetta dan membawanya kedalam dekapan. Namun hanya daun jatuh lah yang menerima ulurannya. Zwetta masih menatapnya dengan dingin dan kian menusuk.

Lucas pasrah. Ia tahu sebesar apapun ia merasa benar. Wanitalah yang lebih maha benar. Dia memilih mengalah. Dan mengikuti apa mau Zwetta.

"Luc..."

"Hmmm"

Lucas membuang pandangannya. Ia tak sanggup menatap wajah Zwetta lama-lama. Darah yang berkumpul diwajah Zwetta itu nyata. Dan semakin nyata ketika pikiran Lucas membayangkan jika itu berasal dari luka pada wajah Zwetta.

Tiba-tiba Lucas mencium bau anyir darah yang memenuhi indera penciumannya. Beserta dengan jatuhnya tubuh seseorang yang mendekapnya.

"I Love You so much Luc!"

Lucas mematung. Untuk pertama kalinya Zwetta mengungkapkan perasaanya. Namun mengapa harus disaat Lucas melihat bagaimana sifat asli Zwetta? Ingin Lucas membalasnya. Akan tetapi setengah hatinya merasa Zwetta bukan yang terbaik untuknya.

Zwetta semakin mempererat pelukannya. Ia sangat lelah. Tubuhnya tiba-tiba dingin dan gemetar. Ia sudah tak sanggup menahan beban ini. Ia ingin pulang. Memejamkan mata untuk melihat hari esok. Itupun jika dia bisa melihat semesta ini lagi.

Badan Zwetta merosot begitupun dengan pegangannya yang erat kini telah tiada. Lucas yang menyadari itu, lantas menompang tubuh matenya. Tak disangka matenya telah memejamkan matanya. Ia panik, takut, khawatir bercampur menjadi satu. Bagaimana jika Zwetta benar pergi meninggalkannya? Apa mampu Lucas hidup tanpa adanya seorang Zwetta?

"Sayang...bangun. Jangan bercanda. Aku tahu kamu gadis yang kuat. Ayo tunjukkan matamu yang membuatku bergidik"

Tak ada sahutan. Zwetta tetap memejamkan matanya. Bibirnya yang pucat tak disadari oleh Lucas. Hanya warna pekat darah yang mendominasi tubuh Zwetta.

"Sayang...Ayolah jangan bercanda seperti ini. Kalau kau bangun aku berjanji akan menuruti semua permintaanmu"

Langit mendung disertai angin kencang membuat Lucas tersadar. Ia harus segera membawa Zwetta. Namun baru saja ia ingin pergi, ada 4 Rogue yang menghadangnya.

"Ggrrrrr....."

"Pergi. Atau kalian akan tahu akibatnya!"

"Grrrrrr....Grrrr....Hrrr..."

Rogue itu tak beranjak sedikitpun. Mereka masih menatap Zwetta dan Lucas dengan pandangan lapar. Jika kawanan mereka saja bisa mati hanya dengan 1 gadis mengapa tidak bagi mereka yang hanya melawan 2 makhluk? Tepatnya satu.

"Lucas!! Kau dimana?!" Teriakan Darell. Menyita perhatian para Rogue itu. Lucas segera memindlink Darell. Ia sangat membutuhkan bantuan sesegera mungkin.

Setelah beberapa menit. Akhirnya Darell tiba ditempat Lucas saat ini. Ia terkejut dengan keadaan Zwetta. Namun keterkejutan itu berangsur menghilang setelah melihat 4 Rogue didepannya.

"Kalian! Apa yang kalian lakukan pada Luna!" tundung Darell kepada 4 Rogue itu yang semakin menatap mereka lapar.

"Darell mengapa Ebert ikut?!" Desis Lucas yang melihat Ebert tengah membersihkan bajunya.

"Dia yang memaksa, Luc"

Lucas beralih menatap Ebert. Ia tahu adiknya itu sangat mencintai kebersihan. Setitik noda saja pasti akan Ebert hempas. Apalagi ini yang berbagai macam noda, seperti daun yang menyangut dirambut, baju yang penuh rumput. Seperti tentara yang akan pergi bertempur.

"Ihh lumputnya kegatelan deh. Masa nggak mau pelgi!"

"Dalell bantuan Ebelt dong! Ebelt jijik!"

Ebert mendramastis. Gaya bicaranya bahkan mirip perempuan. Lucas memutar bola matanya. Disituasi genting seperti ini. Masih saja Ebert memikirkan kebersihan dan penampilannya.

"Ebert jangan Lebay deh! Sebaiknya kamu bantuin kakak sekarang"

"Bantuin apa Kupas?" Tanya Ebert yang tak mengalihkan pandangannya sedetikpun. Ia masih berkutat dengan bajunya yang kotor.

"Huffhh.....Panggilkan Warrior"

Ebert mendongak menatap Lucas. Untuk apa dia disuruh memanggil warrior. Memangnya akan ada pertempuran? Kerutan diwajah Ebert seketika membuat Lucas paham.

"Lihatlah didepan. Darell tak mungkin melawan 4 rogue sendirian. Sedangkan aku harus membawa mateku ke tabib"

Tatapan Ebert berganti kearah gadis yang kini tengah terpejam digendongan Lucas. Banyaknya darah yang menetes membuat Ebert paham bahwa Zwetta harus segera ditangani.

Ebert melesat dengan kemampuan vampirnya. Disusul dengan Lucas yang mempercepat lariannya. Meskipun tak secepat Ebert, namun Lucas bisa mengimbangi antara beban dan kecepatannya.

"Bertahanlah sayang......"






TO BE CONTINUE

Huh Zwetta luka lagi? kali ini selamat nggak ya? neng nong neng nong😂

Pantengin terus kelanjutannya ya😊

See you❤

                                        7 Oktober 2020

My Mate Is Psychopath (END)Where stories live. Discover now