Chapter 16

7.2K 653 34
                                    

Zwetta pov'

Kata orang cinta itu indah. Dia hadir secara tiba-tiba dan tidak ada syarat yang mengikatnya. Cinta bisa membawa suka dan juga duka tergantung bagaimana kita melakoninya. Namun tidak bagiku. Cinta bagaikan racun yang membunuhku secara perlahan. Rasa yang timbul dalam hati seorang psikopat sepertiku hanya akan membawa keburukan.

Aku bisa menerima kehadiran Lucas. Namun aku belum tentu bisa membalas cintanya. Hatiku terlalu keras untuk dia lapukkan. Tak ada simpati yang menjalar direlung hatiku. Tak ada percikan yang membuatku terus merindu.

Sebetulnya aku sempat berpikir bahwa aku mulai menyukainya. Bahkan jantungku tidak pernah berdetak normal saat berada didekatnya. Namun masa lalu yang terus mengiang diingatanku membuatku yakin tak ada cinta yang harus dipercaya. Cinta hanya membutakan segalanya.

Aku tidak boleh merasakan cinta. Cukup jiwa psiko ku saja yang menemani dikala aku bosan. Tak perlu ada kekasih dan pernikahan. Aku bisa hidup sendiri. Menjalani segalanya dengan mandiri.

"Aku pasti bisa! Setelah aku sembuh aku akan segera pergi dari sini dan dari hidup Lucas"

"Apa?! ka...kau ingin per..gi dariku?"

Deg

Apa itu Lucas? Tapi dari suaranya aku bisa tahu bahwa itu memang dia. Astaga mengapa aku tak menyadari kehadirannya?

Aku berbalik dan menatapnya dengan datar. Aku tidak boleh menunjukkan sisi lainku yang telah lama mati bersama dengan kenangan-kenangan itu.

"Tidak masalah, bukan? Memangnya kita berkerabat?"

Lucas berjalan mendekatiku. Mendudukan bokongnya dilantai dingin balkon kamar ini. Ku lihat dia menghembuskan napasnya berkali-kali. Dirinya yang saat ini terlihat rapuh dan tak berdaya. Sangat berbeda saat bersama Ebert tadi.

Lucas mendongak. Menatapku dengan mata berkaca-kaca.

"Oh my God! Apa dia menangis? Lantas apa yang membuatnya menangis?" Pikirku yang bingung dengan keadaan Lucas saat ini.

"Aku menangis karenamu. Kau dengan teganya ingin pergi dariku. Setelah lamanya aku menunggu. Dan inikah jawabannya?"

Lucas tersenyum getir. Aku tak menyangka dia akan serapuh ini. Bahkan dia terlihat sangat menyedihkan. Tak ada sifat kekanak-kanakan yang biasa ia tampilkan. Tak ada kata-kata manis yang biasa dia lontarkan. Lalu kemana semua itu? Mengapa hatiku sakit saat melihatnya seperti ini? Apa yang terjadi padaku?

"Kau tau aku sangat mencintaimu. Tuhan telah mentakdirkanmu untukku. Menjadikan kau pendamping dalam hidupku. Menemani hingga akhir hayatku."

Lucas berkata lagi. Namun kali ini dengan memegang tanganku. Aku hanya bisa diam mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibirnya.

"Aku mohon jangan pergi lagi....Jangan biarkan aku tersiksa tanpa adanya kau disampingku....Ak...aku tak bisa hidup tanpamu, baby"

Tes

Air mata Lucas mengalir melalui pipi dan jatuh tepat ditanganku. Aku yang baru sadar bahwa Lucas tengah menangis. Tiba-tiba merasa bersalah. Seakan aku juga ikut merasakan kesedihan Lucas.

Dengan refleknya aku menyentuh pipinya. Menghapus jejak tangisnya.

"Jangan buang air matamu hanya karena diriku. Aku minta maaf atas perkataanku tadi"

Aku menatapnya tepat dimanik hitam miliknya. Memberikan senyuman yang telah lama tidak aku perlihatkan. Lucas awalnya terkejut namun tak lama kemudian dia ikut tersenyum bersamaku.

"Thank you so much, baby. Aku beruntung bisa ditakdirkan olehmu"

Lucas memelukku dengan erat. Aku membalas pelukan itu untuk yang pertama kalinya. Terasa sekali bahwa Lucas sangat bahagia. Entah megapa aku juga merasa bahagia. Apa mungkin aku memang menyukainya? Tapi mengapa secepat itu? Aku kira hatiku akan luluh setelah bertahun-tahun lamanya Lucas berjuang.

My Mate Is Psychopath (END)Where stories live. Discover now