Part 25

3.6K 132 5
                                    

*Author POV*

Adrian menunggu dengan gelisah didepan kantor Irene pagi ini. Sejak semalam Irene tidak menjawab pesan ataupun panggilannya. Awalnya Adrian menunggu Irene di depan gang rumah gadis itu hingga pukul 4 pagi, namun ia tidak melihat tanda-tanda kepulangan Irene. Dengan gelisah ia terus mencoba menghubungi Irene tapi tetap tidak ada jawaban. Ia takut terjadi apa-apa pada Irene. Ian menyadari kesalahannya yang agak kasar pada Irene semalam.

Sudah pukul 9 pagi, namun tidak juga terlihat kedatangan Irene atau Donald. Ian terus mencoba menghubungi ponsel mati Irene. Ia mengacuhkan panggilan Fira sejak semalam dan terus menunggu Irene untuk menghubunginya.

15 menit kemudian datanglah Donald dengan wajah terkejut menjumpai Ian didepan kantornya.

"Eh, pak? Pagi-pagi udah sampai sini aja, nih, ada apa?" tanyanya menuju Adrian.

"Oh, ehmm, habis main ke belakang. Tumben jam segini kantor masih kosong?" tanya Adrian serileks mungkin.

Donald tak menjawab pertanyaan Adrian. Ia hanya tersenyum sambil mengeluarkan kunci kantor dan membuka pintunya dengan santai.

"Masuk, pak!" ajak Donald yang langsung diikuti Ian. Ia ingin segera menanyakan Irene.

"Habis ngobrolin apa aja di belakang, pak? Ada info?" tanya Donald yang sebenarnya tahu isi hati Ian saat ini.

"Oh, nggak ada, kok. Kebetulan aja lagi main terus mampir. Eh, ternyata masih kosong. Tumben?" kata Ian mengulang hal yang sama.

"Iya, adminnya lagi nggak masuk." kata Donald menyunggingkan senyum kepada Ian.

"Sakit? Atau ijin? Jadi nggak turun?" tanya Ian terkejut. Perasaannya makin kalut.

"Kenapa kaget banget, pak?" pancing Donald.

"Oh, ehmm, nggak kok. Pantes. Ya sudah, saya balik, ya!" Ian beranjak menuju pintu kekuar sebelum terhenti oleh kalimat Donald.

"Semalam dia dirumah saya, sih, ngomong ijin mau nggak turun hari ini."

Ian mencoba meyakinkan pendengarannya. Apa Irene bermalam disana? Makanya Ian tak menemui Irene pulang kerumahnya hingga pukul 4 pagi. Tidak mungkin Irene menghabiskan waktu semalaman bersama Donald. Beberapa kali Ian sudah memperingatkan mengenai Donald padanya, jadi untuk apa Irene menemui Donald apalagi bermalam.

"Maksudnya?" tanya Ian lagi. Senyum Donald makin melebar.

"Irene semalam habis jalan sama temennya, terus kerumah saya. Kaget juga, sih, tapi seneng juga."

"Terus kalian ngapain?"

Donald menatap Ian yang sudah lebih dulu menatapnya dengan tajam. Sorot matanya yang biasa ramah kini berubah.

"Kenapa memang, pak?" ujar Donald menggoda Ian yang sudah siap meluapkan amarahnya.

"Tanya aja. Ngapain?" jawab Ian dingin.

"Habis ketemu temannya dia, mungkin bosan terus datangin saya."

"Sampe jam berapa?"

"Kenapa, sih, pak? Mau tau banget ya?"

"Saya cuma tanya. Sampai jam berapa?"

"Lupa."

Tangan Ian mengepal kesal mendengar jawaban asal Donald. Ia menarik napas dalam lalu tetap berusaha tenang.

"Oh, ya sudah. Balik, ya!" pamitnya lagi.

"Dia nginep."

Lagi-lagi langkah Ian terhenti mendengar perkataan Donald. Rahangnya mengeras. Ia terus berusaha menenangkan dirinya namun tetap saja terlihat punggungnya yang menegang. Ingin sekali rasanya ia menarik kerah Donald yang kini tersenyum licik dibelakangnya itu lalu mem-bombardir pertanyaan yang terus melayang dikepalanya. Namun ia tidak ingin menimbulkan keributan dan membongkar hubungannya dengan Irene. Tanpa menoleh sedikitpun pada Donald, ia melanjutkan langkahnya keluar kantor itu.

Burning DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang