Part 7

11.1K 299 1
                                    

    Masih dalam keterkejutannya, Ian menyapa Dani yang terlihat buru-buru.

    "Buru-buru banget, Dan. Kenapa?"
    "Bentar lagi dijemput Nadia, kang. Aduh belom mandi lagi gua" jawab Dani berlari menaiki tangga ke lantai 3.

    "Tinggal mandi, ribet amat idup lu!" teriak Ian sinis. Dani berlari lagi ke lantai 2 dengan handuk melingkar di lehernya.

    "Ini mau mandi, kang" jawab Dani mendekati Irene yang memandangnya penuh tanya. Ian menahan Dani lebih dekat lagi ke Irene.

    "Mau mandi terus ngapain ke Irene, kambiang? Lu kira Irene kamar mandi"

    "Ada bisnis bentar, kang" Dani menatap malu ke Irene lalu menyerahkan selembar uang seratus ribu. Irene mengernyitkan dahinya. Dani melanjutkan dengan suara pelan.

    "Tolong beliin 'permen karet' dong, Ren"

     Ian memukul pelan belakang kepala Dani. Irene masih terkejut dengan permintaan bodoh Dani.

     "Bisa banget lu nyuruh Irene beli gituan. Beli sendiri sono!" bentak Ian. Irene tersadar dari terkejutnya lalu mengambil uang yang disodorkan Dani dan tersenyum polos.

      "Mau yang rasa apa, mas?" Ian dan Dani sontak memandang heran ke Irene. Dia mau pergi belikan, pikir keduanya.

      "Ren? Apaan sih kamu? Jangan mau disuruh Dani ngaco ini" ujar Ian mengambil uang Dani dari tangan Irene lalu menendang bokong Dani memintanya mandi dan membeli keperluannya sendiri.

      "Pak, kan cuma beli permen karet, kenapa jangan?" tanya Irene polos. Ian mengernyitkan dahinya.

      "Kamu nggak tau 'permen karet' yang dimaksud Dani?" Irene menggeleng pelan. Ian mendekatkan wajahnya ke telinga Irene dan berbisik pelan.

      "Tahu iklannya Jupe yang paling terkenal? Permen karet yang itu, Ren" Irene bergidik dan mulai meneriaki Dani yang sedang mandi. Irene kesal karna Dani menyuruhnya membeli barang seperti itu, di siang hari pula.



**************
      Seminggu kemudian, Irene dan Ian memutuskan untuk pergi berdua menggunakan sepeda motor Irene, karna akan sampai lebih cepat ke kota sebrang. Ian menunggu Irene di masjid dekat rumah Irene agar tidak ada yang memergokinya bepergian berdua. Selepas subuh, Irene menjemput Ian dan mempersilakannya membonceng Irene. Perjalanan jauh mereka dimulai.

       Satu jam pertama perjalanan, mereka hanya mengobrol biasa. Sesekali Ian melontarkan lelucon tidak lucu yang dibalas tawa memaksakan Irene. Suasana canggung terjadi saat Ian tiba-tiba berhenti mendadak karna tidak melihat lubang, membuat dada Irene menghantam lembut punggungnya. Ian merasakan sesuatu yang empuk disana.

       "Kok empuk, Ren? Apaan barusan?" goda Ian melanjutkan perjalanan.

       Irene memukul keras pundak kanan Ian. Membuat Ian berteriak pelan. Tangan kirinya mencubit perut Ian dan dengan cepat diraih olehnya untuk dipelukkan melingkari perutnya.

       "Pak, berani sekali anda modus ke saya?" tanya Irene dengan nada bercanda.

       "Kok saya? Gunung kamu tuh yang modus"
       "Eh, enak aja. Bilang aja bapak sengaja biar kena, ya kan?"
       "Kalo iya kenapa? Peluk saya, nggak? Kalo nggak, saya bikin gunung kamu nempel lagi" ancam Ian sambil tersenyum tipis. Irene memeluk erat bosnya yang kekanak-kanakan itu.

       Setelah 4 jam diatas motor dan sempat mampir sarapan lontong sayur, akhirnya mereka sampai dirumah teman Irene. Acara pernikahan yang sangat sederhana, hanya mengundang beberapa orang terdekat. Ijab kabul akan dimulai pukul 10.30. Irene menemui temannya, Dwi, dan memperkenalkan Ian padanya.

Burning DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang