Part 1

35.1K 587 11
                                    

   Irene Frandaiska, gadis berusia 20 tahun yang baru lulus SMA itu sedang mondar-mandir membawa map berisikan lamaran pekerjaan. Dengan rambut sebahu yang diikat kuda, blous polos warna peach dan celana kain hitam yang melekat pada tubuhnya. Tak lupa stileto 5cm hitam untuk mempercantik, dan meninggikan sedikit tubuh mungilnya. Ia terlalu mungil untuk gadis seusianya. Tak sedikit orang yang menyangka ia masih SMP karna wajahnya yang selalu tersenyum memancarkan aura anak remaja. Bahkan tubuhnya pun tidak berbentuk seperti gadis 20an pada umumnya. Tinggi 156cm dan berat badan tidak sampai 40kg, tidak memiliki bokong dan dada yang cukup kecil, membuat ia benar-benar terlihat jauh lebih muda.

   Peluh mengalir halus di pipi Irene yang putih tanpa bekas jerawat. Kulit cantik turunan dari neneknya itu tak pernah terlihat kusam. Dengan lembut ia mengelapnya tanpa merusak make up tipis diwajahnya. Irene mulai merasa lelah setelah setengah hari mencari pekerjaan. Tak disangka, lulusan SMA ternyata sangat sulit diterima di perkantoran.

   Irene bukan tidak pintar, justru nilai ijazahnya memuaskan. Nilai ujian bahasa Inggrisnya nyaris sempurna. Berkat belajar melalui film dan lagu membuatnya lancar berbahasa Inggris. Dulu para guru bilang, kemampuan berbahasa Inggris dapat menjadi poin plus saat melamar pekerjaan, namun sepertinya tak ada yang peduli dengan itu sekarang, rutuknya dalam hati.

   Perutnya mulai terasa perih. Diliriknya jam tangan mungil yang melingkar kebesaran di lengan kirinya, pukul 11.45. Waktunya makan siang, pikirnya. Berjalan sedikit dari kantor terakhir ia menuju ke sebuah warung kecil menjajakan ayam penyet. Sempurna.

  Irene duduk di kursi kosong diujung belakang warung, dekat dengan kipas angin tua yang dinyalakan cukup kencang. Sejuk, batinnya. Sambil menunggu pesanannya, ayam penyet bagian punggung tanpa tahu dan tempe hanya terong goreng dan kol goreng sebagai pelengkap. Menu favoritnya dimanapun. Irene mengecek handphone-nya. Tidak ada pesan. Irene memasukan lagi handphone-nya ke dalam tas lalu menyuruput es teh yang sudah disuguhkan. Segar.

  Tak lama datanglah si mbak, membawa dua porsi ayam penyet, satu diletakkan di depan Irene, dan satu lagi ke pria didepan Irene. Punggung atletis di balut kemeja biru dongker itu tercetak sempurna seakan memanggil kita untuk bersandar. Lengan bajunya tergulung sampai siku memamerkan lengan berototnya. Perut Irene yang semakin perih menyadarkannya dari lamunan konyolnya. Sesaat sebelum ia menyuapkan nasi kedalam mulutnya ia melihat ada yang aneh pada pesanannya. Ia tidak menerima bagian punggung ayam melainkan sayap ayam. Pelengkapnya juga lengkap dengan tahu dan tempe. Irene kemudian mengangkat tangannya dan memanggil si mbak yang tadi.

  "Mbak, ini bener punya saya? Saya punggung lho mba bukan sayap" kata Irene sopan. Si mbak yang kaget kemudian melirik ke pria yang duduk di depan Irene. Dari raut wajah si mbak terlihat bahwa menu mereka tertukar.

  "Ketuker ya, mbak? Mintain gih tolong" pinta Irene lagi sopan. Si mbak terlihat takut untuk menegur pria tersebut. Lalu setelah menarik nafas panjang si mbak memberanikan diri menegur pria itu.

  "Mas, mas. Maaf lauknya ketuker, sama mbak ini. Boleh tukeran, kah?" tanyanya hati-hati. Irene menunggu tidak sabar. Tidak ada respon dari si pria. Si mbak terus menjelaskan namun pria itu tetap diam. Kesal melihat hal itu Irene kemudian maju dan mencolek bahu pria itu pelan. Kekar, batin Irene sejenak. Sempat-sempatnya ia berpikir begitu.

  "Maaf mas, itu pesenan saya. Kita tukar ya. Belum saya sentuh kok tenang aja" kata Irene tersenyum agar terdengar ramah. Merasa kesal dengan gangguan itu akhirnya si pria mengeluarkan suara tanpa menoleh sedikitpun.

  "Makan saja yang diberikan. Kenapa harus ganggu orang lain?" jawab pria itu ketus dan dingin. Sombong sekali, pikir Irene. Tak terima, Irene menegur kembali pria itu. Kali ini tanpa senyum.

   "Mas yang ngomong sebelah sini, lho" tidak ada respon dari si pria.
   "Saya gak ganggu. Cuma mau minta tukar. Itu pesenan saya, ini punya mas" lanjut Irene meletakkan piring lauk itu di depan si pria tadi. Irene menunggu apa yang akan di lakukan pria ini.

Burning DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang