Part 10

11.3K 270 1
                                    

     Seperti pasangan kekasih pada umumnya, Ian dan Irene banyak menghabiskan waktu bersama. Bedanya, kisah cinta ini hanya mereka dan Tuhan yang tahu. Mereka menyadari betapa salahnya hubungan mereka, namun tidak membuat keduanya tidak bisa saling menyayangi.

     Hari ini, Irene menemani Ian mencari beberapa perlengkapan kantor. Pulangnya mereka mampir ke warung makan yang sejalan dengan rumah Irene untuk membeli nasi bungkus titipan ibunya.

     "Bu, nasi campurnya 2 ya, pakai ayam goreng" kata Irene kepada ibu gemuk penjual nasi campur itu.

      "Siap, mbak" ujar si ibu semangat. Ibu yang terkenal ramah ini memang gemar menggoda para pembelinya. Atau sekedar mengobrol basa-basi.

      "Bapak pakai sayur, nggak?" teriak Irene pelan pada Ian yang duduk di dalam mobil.

      "Nggak usah" jawab Ian berjalan pelan ke arah Irene. Ibu penjaga warung melirik sekilas lalu tersenyum ke Irene

      "Ibunya lagi ke luar kota ya, mbak?" tanya Ibu itu sambil menyendokkan kuah sayur.

      "Eh, apa bu?" Irene bingung mendengar pertanyaan itu. Ia tidak merasa bahwa ibu ini mengenalnya apalagi keluarganya.

      "Biasa gitu kalau ibunya nda dirumah pasti nggak masak. Jadi mbak beli nasi untuk bapaknya" ujar si Ibu melirik ke arah Ian.

      Bapak, tanya Irene dalam hati masih bingung. Ia menatap si ibu dan Ian bergantian.

      "Ini, mbak. Tiga puluh ribu" si Ibu menyodorkan nasi bungkus itu ke tangan Irene, kemudian Ian membayarnya.

       "Maksudnya tadi dibilang belikan untuk bapak saya apa, ya?" tanya Irene saat mereka sudah di dalam mobil.

       "Saya disangka bapakmu" jawab Ian pelan. Irene berpikir sejenak. Sedetik kemudian ia tertawa. Ia tak berpikir sejauh itu.

       "Lucu, kah?" goda Ian menggenggam tangan Irene kuat.

       "Gara-gara muka saya terlalu baby face kali ya, sampai dibilang anak bapak" kata Irene tersenyum manja.

       "Mungkin. Atau bisa juga karna muka saya yang tua"
       "Tapi, mungkin karna panggilan kamu ke saya, bapak. Jadi disangkanya saya bapak kamu" lanjut Ian.

       "Masalahnya dimana? Emang gak boleh panggil bapak?" tanya Irene sinis.

       "Boleh, tapi aneh aja. Kita pacaran panggilannya bapak. Pernah nemuin orang pacaran panggilannya begitu?" Irene menggeleng malu.

       "Yah kita kan one of a kind lover. Bapak hati-hati ya pulangnya, makasih buat hari ini. Dahh" ujar Irene sesampainya di depan rumah. Ian menahan tangannya.

       "Tunggu, Ren. Kita omongin soal ini dulu ya" cegah Ian. Irene menatapnya bingung.

       "Mulai sekarang, kita nggak usah pake saya-bapak lagi. Panggil nama atau aku-kamu aja, gimana?" tanya Ian serius.

       "Bapak yakin? Nanti jadinya saya nggak sopan dong manggil kamu gitu"
       "Yah daripada bapak, orang nggak tahu dong kalau kita pacaran" Irene mengernyitkan dahinya.

       "Bukannya bagus kalau nggak ada yang tahu? Bapak mau semua orang tahu kalau saya selingkuhannya bapak?" tanya Irene menahan emosi.

       "Nggak gitu, jangan marah dulu, maksud saya kalau diluar. Kalau di kantor atau di antara teman-teman ya tetep panggil bapak. Walaupun ini backstreet, seenggaknya kita punya panggilan khusus gitu, lho" jelas Ian. Irene berpikir sejenak mencerna baik-baik perkataan Ian.

Burning DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang