Part 15

8.8K 249 17
                                    

*Author POV*

Ian keluar dari toilet tanpa banyak bicara kemudian bergantian Dian yang kini membersihkan dirinya. Ian menatap wajahnya sendiri di cermin lemari dan perasaannya kacau. Ia tak seharusnya merasa bersalah telah berhubungan intim dengan istrinya sendiri. Terlebih ia merasa bersalah kepada seorang wanita lain yang bukan siapa-siapanya. Tak mau ambil pusing, Ian memutuskan tidur di sebelah Fira.

Dian membersihkan dirinya dari sisa permainan bersama Ian. Ia menatap lurus ke cermin di atas westafel. Air mata mengalir cukup deras dari mata sendunya. Bibirnya berusaha keras menahan suara sesenggukan. Hatinya berdesir.

Irene sudah berada di kantor pagi ini. Donald sendiri belum kelihatan batang hidungnya. Perasaannya campur aduk. Semalamam ia tak tenang bahkan sulit tidur. Instingnya kuat mengatakan bahwa Ian sedang bercumbu mesra dengan istrinya, dan itu bukanlah hal salah. Tapi Irene tetap merasa gelisah. Ia tak ingin membayangkan hal yang sudah pasti terjadi itu. Ia memutuskan menyibukkan diri dengan beberapa pekerjaan.

Donald di perjalanannya menuju kantor terlihat menerima sebuah telpon dengan wajah kesal.

'Mami cuma mau kamu bahagia, nak' kata seorang wanita paruh baya di ujung telpon. Donald menarik napas panjang.

"Donald paham, mi. Tapi Donald belum mau menikah" katanya.

'Ini semua karna wanita itu, kan? Mami sudah bilang, mami gak suka sama dia tapi kamu ngotot dan akhirnya, dia ninggalin kamu'

"Sudah, mi! Donald gak mau mami membahas perempuan itu lagi. Donald sudah mau sampai kantor, nanti telpon lagi. Dah mami..." ujarnya menutup telpon tanpa menunggu jawaban dari sang ibu.

Pembahasan tadi terngiang di kepalanya. Juga bayangan sang wanita yang mereka bicarakan mulai memenuhi pikirannya. Kejadian yang menjadi alasan Donald pergi meninggalkan Medan sendirian itu masih bisa ia ingat dengan jelas.

*flashback*

Tiara, gadis cantik berambut panjang idaman setiap murid lelaki di sekolahnya dulu adalah kekasih pertama bagi Donald. Bertahun menjalin kasih dari masa sekolah hingga masuk kuliah. Meskipun berbeda kampus, mereka tetap memiliki waktu untuk bertemu setidaknya sekali dalam seminggu. Di saat semester akhir saja keduanya jarang menghabiskan waktu bersama. Terlebih pribadi Tiara yang memang anak cerdas dan rajin, maka ia memutuskan fokus pada skripsinya hingga akhirnya lulus dengan predikat cum laude di bidang ekonomi.

Setelah kelulusan itu, Tiara semakin sulit ditemui karna sibuk mencari pekerjaan dan berencana melanjutkan S2. Daniel memahami alasan sang kekasih. Dan juga ia masih berkutat pada skripsinya yang terus di tolak sehingga mengharuskannya mengulang semester. Intensitas pertemuan mereka pun mulai berkurang.

Meski harus mengulang semester, Daniel mampu menyelesaikan kuliahnya dengan nilai yang cukup. Tiara malah sudah bekerja di salah satu bank di Medan dengan jabatan yang cukup lumayan.

Hingga suatu sore, Donald memberanikan dirinya untuk mengajak Tiara ke cafe setelah sekian lama tak bertatap muka dengan kekasih hatinya. Dan juga ia sudah mengumpulkan tekadnya untuk mengajak gadis itu hidup bersama. Bagai sebuah kebetulan, Tiara juga memang berencana bertemu dengan Donald sore itu.

Duduklah mereka berhadapan dengan dua cappuccino hangat dan beberapa potong churros. Tiara menatap Donald yang tak bisa diam. Kakinya bergerak cepat menunjukkan kegelisahannya.

"Ada yang mau aku omongin " kata Tiara tersenyum manis membuka percakapan.

"Ah, umm, aku dulu bisa?" sahut Donald gelagapan. Tiara mengangguk pelan.

Donald sudah menggenggam cincin di tangannya. Ia menarik nafas panjang.

"Tiara, jujur aku gak tau harus mulai darimana, aku mau langsung aja, aku mau kita menikah"

Burning DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang