Part 12

10.5K 266 0
                                    

     Ian mendekatkan tubuhnya ke Irene, memeluk perut rata Irene dari belakang dengan kedua tangan kekarnya. Irene masih terdiam mengatur nafasnya yang kini sudah terasa tak beraturan. Perlahan tangan kiri Irene meraih tangan kanan Ian yang mendekap perutnya dengan hangat. Ian mencium belakang telinga Irene membuatnya mendengus pelan mulai terangsang. Irene memang begitu sensitif, pikir Ian.

     Tangan kiri Ian menjelajah dada kanan Irene, meremas payudaranya dari luar. Irene menggigit bibirnya. Genggaman Irene makin kuat seiring kecupan Ian pada lehernya. Irene memutar tubuhnya dan kini menatap Ian. Tanpa perintah, Ian mendaratkan ciumannya dibibir Irene. Lembut dan sangat intim. Lidah Ian sudah menyapu halus rongga mulut Irene. Memainkan lidah itu dengan cekatan. Irene mengalungkan tangannya ke pundak Ian. Dengan mudah Ian mengangkat tubuh Irene yang seringan kapas.

    Tangannya menahan bokong Irene sambil sesekali mengelusnya pelan. Tanpa melepaskan ciuman mereka, Ian mendudukkan Irene di pangkuannya diatas ranjang. Ritme ciuman mereka sangat teratur. Tidak terlalu kasar dan begitu dalam. Ian melepaskan ciumannya untuk memandang wajah kecewa Irene karna ciuman mereka dihentikan begitu saja.

     Ian menatap mata Irene sebentar. Mengamati lebih dalam wajah cantik gadis yang ia cintai. Pikirannya kalut, ada perasaan takut dan tidak enak dalam hatinya, namun entah kenapa ia merasa hal ini bukanlah apa-apa. Toh ia berjanji tidak akan menyetubuhi Irene.

    Ian menurunkan Irene dan mendudukannya didepannya. Perlahan ia melepaskan kaos yang ia kenakan, memberkati Irene dengan tubuhnya yang cukup atletis. Irene memandangi tubuh itu bak patung dengan pahatan yang terindah. Pertama kalinya ia melihat tubuh Ian. Tangannya dengan perlahan meraba dada bidang itu.

     "Buka ya, sayang?" Ian memegangi ujung kaos yang dikenakan Irene, meminta ijin untuk membukanya. Dengan anggukan kecil Irene mempersilahkan.

     Ian melepaskan kaos Irene perlahan, lalu meletakkannya sembarangan. Ini adalah kedua kalinya ia melihat tubuh indah Irene. Tanpa buru-buru, Ian mengelus pelan atas payudara Irene, mengecup dan menghisapnya untuk meninggalkan bekas kepemilikan disana. Irene mulai merasakan kedutan dimulut vaginanya.

    Tanpa banyak bicara, Ian mulai menciumi wajah Irene. Menciumnya dengan agak kasar. Lalu beralih ke lehernya, spot yang paling bisa membuat Irene terangsang dengan cepat. Desahan dan lenguhan mulai terdengar sedetik setelah Ian mencium bagian leher Irene.

    "Mmpphh" lenguh Irene pelan menahan hasratnya.

    Tangan Ian memeluk tubuh Irene, meraih pengait bra dan melepasnya dengan mudah. Tanpa melepaskannya, ia mulai menjelajah gunung kembar Irene. Meremasnya dengan gemas dan memainkan pucuk payudara Irene dengan ibu jarinya. Lenguhan Irene semakin nyaring. Permainan Ian pun ditingkatkan.

    Perlahan Ian merebahkan tubuh Irene. Tangannya mulai melepaskan bra yang masih bersarang didepan dada Irene dan melemparnya sembarangan. Dengan gemas ia meremas payudara yang pas digenggaman tangan Ian itu. Menciumi bibir Irene penuh hasrat. Tangan Irene masih mengelus pelan punggung Ian.

     Ian menelusuri setiap inci tubuh gadis yang mulai menggeliat penuh nafsu. Mendaratkan ciuman keseluruh leher Irene. Memainkan lidahnya dengan apik disana dan saat itulah Irene mulai benar-benar basah.

     "Mmmppphhhh sha..yhanngg..." ucap Irene disela desahannya.

     "Enak, kah, sayang? Sshhh" goda Ian yang tak kalah bernafsunya. Dengan cepat ia memainkan payudara kiri Irene dan menghisap payudara satunya persis seperti bayi yang kehausan.

     Irene mulai menikmati perlakuan Ian, meski sesekali ia teringat traumanya. Tangan Ian masih sibuk meremas kedua payudara Irene dan bergantian menghisapnya. Puting merah muda itu kini terlihat memerah karna hisapan kuat Ian.

Burning DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang