Part 14

9.6K 253 8
                                    

*maafkan author ya readers semuanya, update nda sesuai janji hehee ndapapa lah yaa. Author baru di terima kerja, jadi masih sibuk sibuknya menyesuaikan diri.

Secepatnya author bakal terbiasa dan mulai menepati janji. Jadi untuk sementara maafkan dulu yaaa jangan lupa share ke soscial media kalian♥♥*

*Adrian POV*

Pagi ini aku dan keluargaku mengantar mama ke bandara untuk ibadah umrohnya. Tak lupa tasbih kayu pemberian Irene ku berikan pada beliau dan juga ayahku. Mereka terlihat senang mendapat oleh-oleh itu. Seandainya mereka tau siapa pemberinya mungkin bisa naik pitam mereka.

Setelah mama masuk ke ruang tunggu aku mencoba menghubungi Irene, tapi tak ada jawaban. Mungkin sedang di perjalanan ke kantor. Tak lama kami pun meninggalkan bandara secara terpisah. Aku pulang ke rumahku untuk bertemu anak dan istriku.

Setelah sekian lama tak bertemu mereka, rasanya rindu sekali. Terlebih pada Fira. Tak sabar ingin lekas bertemu.

Aku melajukan mobilku pelan mengamati kota asalku. Terlintas pikiran untuk mengajak Irene kemari, mengajaknya melihat sekolah lamaku yang bersebalahan dengan sekolahnya Dian Sastrowardoyo. Dia pasti sangat semangat mengetahui segala tentang masa laluku. Seandainya Dian seperti Irene, mungkin aku tak akan mengkhianatinya. Aku merasa bersalah, sedikit.

Tak lama aku sampai di depan rumahku yang masih tetap sama. Ku kirim pesan singkat pada Irene

Ian:
Aku sudah dirumah, jangan hubungi aku sebelum aku hubungi kamu ya. Dah sayang, kangen kamu♥

Ku masukkam ponselku ke dalam saku dan mengetuk pintu pelan. Setelah pintu terbuka, aku melihat Dian berdiri disana. Dia masih cantik seperti biasanya, senyumnya juga masih sama tak berubah, senyum yang seakan terpaksa. Ia meraih tanganku dan menyalaminya asal.

"Dek, liat nih siapa yang dateng!" teriaknya cukup nyaring disambut langkah kaki kecil cepat datang dari dalam.

"Ayah!!!!" pekik Fira nyaring berlari memelukku. Bisa kurasakan ia juga merindukanku. Senyumnya tulus, pelukannya jujur.

Aku membalas memeluknya lebih erat lalu memberikan oleh-oleh yang kubawa. Aku tunjukkan satu baju yang dipilihkan Irene hari itu. Fira terlihat sangat bahagia.

"Ayok, ajak ayah masuk, mamah mau pergi sebentar. Ayah main sama Fira dulu ya, mama mau beli makan siang soalnya gak sempat masak" kata Dian mengusap kepala Fira sebentar.

"Kenapa kita gak makan bareng aja keluar?" tanyaku.

"Gak usah! Mama beli aja, udah ayah masuk sana" katanya pergi begitu saja.

Aku tak terkejut dengan sikapnya yang memang cukup ketus. Tapi biarlah, aku lebih senang ia tak dirumah saat aku bermain dengan Fira. Fira mengajakku ke kamarnya, memamerkan mainannya yang memenuhi lemari.

-------------------------------------------------
*Irene POV*

Mas Dani baru saja mengajakku berkeliling di lokasi yang akan menjadi tempatku bekerja yang baru. Nama bosnya Donald, masih cukup muda tapi sikapnya dingin. Lebih dingin dari Ian waktu pertama bertemu. Ah, Ian, aku jadi rindu padanya.

Pak Donald dan Mas Dani kini mengobrol di depan ruangan. Aku di dalam sendirian mengamati ruangan yang tak terlalu besar ini. Nantinya ruangan ini akan di tempati aku dan pak Donald, berdua. Posisi kami saling memunggungi. Aku menghadap ke pintu, karna aku yang akan melayani pelanggan. Sementara pak Donald di belakangku mengurus laporan.

Ah, iya, sepertinya tadi saat mas Dani mengajakku berkeliling aku mendengar ponselku berbunyi. Ku raih benda persegi itu dari tas ku dan mendapati satu panggilan dan satu pesan dari Ian. Aku baru ingin menelponnya kembali tapi jariku malah menekan buka pesan dan mendapati pesan yang cukup menyakitkan.

Burning DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang