Part 13

9K 241 10
                                    

   Hari ini adalah hari keberangkatan Ian. Irene membantu Ian menyiapkan pakaian untuk dibawanya pulang ke Jakarta. Pesawat Ian akan berangkat dua jam lagi.

   "Kamu nggak usah antar aku ke bandara, ya" bisik Ian pelan agar tidak didengar oleh Dani yang duduk diseberang mereka berdua.

   "Kenapa?" tanya Irene cemberut. Ian hanya tersenyum dan beranjak mengenakan jaket.

    "Ayo, Ren, saya antar pulang. Kamu ada keperluan lain, kan? Sekalian ada yang mau saya beli juga" ujar Ian menatap Irene yang memasang wajah tak mengerti.

    "Nah, diantar pak Ian aja, bener tuh. Daripada saya nanti yang antar kamu, kan?" sahut Dani makin membuat Irene kesal. Ia tak mengerti mengapa ia diusir oleh Ian begini. Ia tau ia akan dilupakan tapi mengapa harus sekasar ini, pikirnya.

    "Oke!" jawab Irene ketus, meraih tasnya dengan kasar lalu berjalan cepat menuruni tangga. Ia bahkan tidak pamit pada Dani.

     Irene menahan kesal, matanya mulai berkaca-kaca. Ia berhenti di lantai 2 untuk mengambil helmnya lalu melanjutkan turun ke lantai 1. Ian menarik tangan kanan Irene menahan gadis itu sebelum keluar kantor.

    "Dengerin aku dulu!" ujar Ian menarik pelan tubuh Irene kebawah tangga.

    "Apa? Katanya mau antar aku pulang, kan? Cepetan!" Irene berontak namun tidak bisa mengalahkan genggaman erat Ian.

    "Tenang dulu, aku jelasin dulu, sayang" dengan lembut Ian mengusap kepala Irene.

   Ia tahu gadis ini sudah sangat kesal. Wajahnya memerah seperti kepiting yang baru saja diangkat dari kukusan.

    "Apaan lagi, sih? Bukannya mau antar aku pulang? Terus kamu mau ke bandara, kan? Aku gak dibolehin anterin, kan? Sekarang aja aku udah diusir. Ayo!" suara Irene mulai serak menahan tangisnya.

   Ian tersenyum tipis lalu memeluk Irene erat. Pelukan yang tidak bisa ditolak Irene tak peduli sekesal apapun dia saat ini.

    "Aku pasti kangen banget sama ngambeknya kamu ini. Sanggup nggak aku seminggu disana nggak ketemu, ya?" goda Ian diiringi pukulan kecil dari Irene di punggungnya.

    Ian melepaskan pelukannya lalu menatap wajah Irene yang sudah siap menumpahkan air matanya.

    "Bukan nggak boleh anter ke bandara. Justru aku mau banget diantar sama kamu. Tapi nanti kalau Dani curiga, gimana? Lagian mending aku diantar dia pakai motor biar nggak telat, kan?" Ian menjelaskan maksudnya.

    "Lagian, kalau kamu ikut ke bandara nanti pulangnya pasti kamu berduaan aja sama Dani. Nggak ikhlas aku" lanjutnya. Ian yang cemburuan benar-benar menggemaskan, pikir Irene.

    Irene memeluk Ian dan menangis tanpa suara dibalik pundak lelaki tinggi itu.

     "Kirain kamu udah mau lupain aku, makanya kamu usir aku" rengek Irene diikuti tawa Ian pelan.

     "Punya pikiran buat lupain kamu aja nggak pernah, sayangku" pelukan Ian semakin erat seakan berat untuk meninggalkan gadisnya sendirian.

     Irene perlahan melepas pelukan Ian sambil mengusap air matanya. Entah kenapa ia yakin, seminggu di Jakarta pasti akan membuat Ian sadar atas kesalahan ini dan melupakan Irene.

    "Jangan nangis, dong. Kan cuma seminggu, sayang" hibur Ian tidak mengetahui kekhawatiran di hati Irene.

    "Iya, sayang. Ayo pulang!" Irene memaksakan tersenyum walau hatinya terasa sakit.

    Ian mengantarkan Irene dengan selamat sampai dirumah. Tak lupa memberikan kecupan lembut di keningnya. Irene menatap punggung Ian yang mulai menghilang diujung gang. Mungkin ini akan sangat menyakitkan, batinnya.

Burning DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang