15. DON'T CLICK ! DESAK

Mulai dari awal
                                        

"Kalau untuk pengawas di khususkan?"

"Tidak, kau juga bisa mengawas di kelas perempuan," jawab Joanna membuat Nevan menghela napasnya lega saat mendengarnya.

"Oh begitu, terima kasih atas informasinya," ucap Nevan sambil tersenyum ramah.

Akhirnya rencananya tidak akan sia-sia hanya karena laki-laki dan perempuan pisah kelas, memangnya kenapa kalau mereka disatukan? Apa akan terjadi hal-hal negatif nantinya?

Seorang laki-laki masuk ke dalam kelas dan langsung berjalan ke arah meja Lucas yang sedang mengerjakan sesuatu di dalam komputernya, dia adalah Frans.

"Lucas," panggil Frans tapi Lucas tidak menggubrisnya, "Lucas," panggil Frans lagi, kali ini lebih keras.

Lucas melirik sekilas tapi tetap fokus pada tugasnya, "Apa? Kalau tidak penting tidak usah menganggu," ucap Lucas agak sinis.

"Aku tidak tahu apakah ini penting atau tidak. Tapi ... pak Nilson masuk ke ruangan itu," ucap Frans membuat Lucas terkejut seketika dan langsung bangun dari duduknya, tapi sayangnya niatnya yang ingin pergi menemui guru baru itu seketika hilang saat melihat Joanna masuk ke dalam kelas.

"Ish, kenapa selalu tidak tepat," gumam Lucas agak kesal.

Joanna berdiri di depan kelas dengan senyumnya, "Seperti ujian-ujian sebelumnya, ujian kali ini kalian juga akan dipisah kelas, dan untuk ruangannya kalian bisa lihat di mading," jelas Joanna dan seorang gadis angkuh mengangkat tangannya, yaitu Rose.

"Tujuan ujian ini dipercepat apa karena ... kematian beberapa siswa?" tanya Rose membuat semua orang menoleh ke arahnya dengan wajah terkejutnya.

"Apa kau tidak punya sopan santun menanyakan hal seperti itu?" tanya Lucas sinis karena tidak suka dengan pertanyaan yang dilontarkan si gadis angkuh yang penuh dengan drama.

"Memangnya kenapa? Apa aku salah?" tanya Rose tidak mau kalah.

Joanna menghela napasnya pelan dan tidak mau ada keributan di jam pelajarannya, "Itu benar, sekolah memutuskan untuk mempercepat ujian karena masalah itu," jawab Joanna.

"Apa Ibu takut kami akan berakhir sama seperti mereka, makanya sekolah memutuskan hal ini?" tanya Rose lagi.

"Apa maksudmu? Kalau kau tidak mau ujian pergilah, kau murid pintar bukan? Kenapa banyak protes?" tanya Robin yang mulai menjawab pertanyaan Rose karena kesal.

Rose hanya diam saja dan tidak menjawab apapun perkataan Robin.

"Bukan seperti itu, kami hanya ingin mempercepatnya agar kalian bisa bersantai sedikit," jawab Joanna sambil tersenyum kaku, "Baiklah kalau begitu, Ibu akan melanjutkan pelajaran yang sempat tertunda beberapa waktu lalu," jelas Joanna dan murid langsung mengerti dan langsung membuka sesuatu di dalam komputer mereka.

***

Nevan masih menempelkan beberapa kertas lagi di mading sekolah, lalu seseorang berdiri di sampingnya membuatnya menoleh, "Butuh bantuan?" tawarnya ramah disertai senyum manis di bibirnya.

Nevan menggelengkan kepalanya, "Tidak perlu, aku hampir selesai," tolaknya.

"Apa kau menyukai sekolah ini?" tanya Sophia.

Nevan mengangguk, "Sayang sekali kau di sini hanya sementara."

Nevan hanya diam, "Boleh aku bertanya tentang Lucas?" tanya Nevan sambil melihat wajah Sophia sedikit ragu.

"Tanyakan saja."

"Aku sudah membaca beberapa dokumen yang kau berikan dan ... aku membaca biodata Lucas, di sana tertulis kalau Lucas adalah anak seorang calon kepala pemerintah, dan semua murid yang lainnya juga begitu."

"Ah, itu ... sekolah ini memang menerima siswa siswi dari kalangan atas, dan ada juga beasiswa yang dipilih dari seleksi yang ketat, maka dari itu kebanyakan siswa siswi di sini pintar." Sophia menjawab ketidaktahuan Nevan soal sekolah elit ini. Pantaslah banyak murid yang berpakaian mewah dan turun dari mobil mahal.

"Kalau anak-anak dari kalangan atas itu tidak pintar, bagaimana?"

"Tergantung anak-anak itu, jika mereka bisa bertahan di sekolah ini, mereka akan terus berada di sini. Tapi, jika mental mereka lemah saat sekolah di sini, mereka bisa saja ke luar secara tiba-tiba," jelasnya.

"Aku pernah melihat Lucas diantar oleh sebuah mobil. Apa Lucas sebaik yang kelihatannya?"

Sophia berpikir, "Aku rasa dia memiliki masalah dengan keluarganya."

"Apa dia tidak pernah ke ruangan mu untuk konseling?"

"Lucas sangat jarang bercerita soal keluarganya pada siapa pun, apalagi gurunya. Aku rasa dia menyembunyikan sesuatu yang tidak kita ketahui."

Nevan diam, "Apa Lucas dekat dengan banyak wanita?" tanya Nevan penasaran.

"Ada apa ini? Apa kau sedang menginterogasi aku?" tanya Sophia terkekeh pelan melihat Nevan yang banyak bertanya.

"Aku ... hanya penasaran saja tentangnya."

"Mmm ... menurut yang lain, Lucas itu playboy, banyak perempuan di sekolah ini yang jadi korban."

"Apa keluarganya tahu?"

"Sepertinya tidak tahu. Kalau kau mau, tanyakan saja langsung padanya, karena dia sendirilah yang tahu tentangnya, bukan aku," jawab Sophia dan Nevan hanya mengangguk saja. "Aku pergi dulu," ucap Sophia sambil tersenyum.

Tadinya Nevan ingin mengatakan soal ruangan yang sering didatangi Lucas, tapi dia tahan karena tidak mau ada masalah antara guru dan juga Lucas.

Tapi, sepertinya dugaannya salah karena Lucas berjalan ke arahnya dengan sorot mata tajam seolah siap menerkam Nevan kapan pun.

Nevan hanya diam sambil memperhatikan Lucas, "Apa Bapak masuk ke ruangan itu?" tanya Lucas to the point pada Nevan.

"Ah itu ... aku tidak sengaja masuk, memangnya ada apa di sana?" tanya Nevan mengangkat satu alisnya.

"Jangan pernah masuk ke ruangan itu lagi. Ini peringatan," tegas Lucas.

"Kenapa? Apa keluarga mu tahu kalau anaknya selalu memotret orang-orang dengan diam-diam?" tanya Nevan membuat Lucas terdiam dan mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"Jangan ikut campur, Bapak hanya guru sementara di sini."

"Lalu?"

"Keluargaku bisa mengeluarkan Bapak kapan pun dia mau," jawab Lucas dengan penuh penegasan.

Nevan tersenyum meremehkan pada Lucas, lalu dia melangkah maju satu langkah dan berbisik di tangannya.

"Aku tahu semua yang ada di sana, jika keluarga mu tahu kau menyimpan beberapa alat-alat untuk membunuh, pasti mereka tidak akan segan-segan memukulmu sampai babak belur," bisik Nevan disertai seringai licik seolah dia sedang memancing Lucas.

Nevan lalu pergi dari hadapan Lucas membuat laki-laki itu mengepalkan tangannya kuat-kuat, jika dia bukan guru di sekolah ini mungkin Lucas akan memukulinya sampai babak belur.

"Sedang apa kau di sana?" tanya seseorang membuat Lucas berbalik dan melihat Frans berdiri dengan wajah keheranannya.

Dia menghampiri Lucas, "Kau mengatakan apa saja pada guru baru itu?" tanya Lucas disertai sorot mata tajam yang menusuk.

"Kenapa? Apa kau marah-marah pada pak Nilson?"

"Jawab saja."

"Apa dia memancing mu?"

Lucas hanya diam membuat Frans tertawa, "Kenapa kau tertawa?" tanya Lucas saat melihat Frans tertawa padahal tidak ada yang lucu sama sekali.

"Apa kau akan kalah begitu saja dari guru itu?" tanya Frans sambil mendekatkan wajahnya ke telinga Lucas, "Lawanlah dia, kau kan punya segalanya. Untuk apa takut?" tanya Frans menyeringai ngeri.

❌ DON'T CLICK ❌

Hayooo siapa nih yang curiga sama Frans?

Don't Click [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang