47. Masih Ada Rasa

555 70 25
                                    

47

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

47. Masih Ada Rasa








Dinda melangkah masuk ke dalam ruangan kepala sekolah sambil membawa sebuah buku dengan sampul berwarna biru. Buku yang dibawa Dinda adalah buku latihan Fisika milik Ara yang baru saja Dinda ambil dari meja Bu Yanti.

Cewek blasteran Belanda itu mendudukkan dirinya di sofa yang berada di sebelah meja kepala sekolah. Membuat Pak Sam yang sedang menulis seketika tersentak kemudian menoleh pada putrinya.

“Ulangan minggu kemarin gimana? Lancar?” tanya Pak Sam pada Dinda. Pria itu melanjutkan menulis.

“Lumayan. Tapi mau lancar atau enggaknya itu sama sekali gak ngaruh. Karena Dinda bakal tetep jadi juara satu seangkatan di semester ini,” ujar Dinda. Ucapan cewek itu sontak membuat Pak Sam kembali menatapnya.

“Bukannya waktu itu kamu bilang ke Papa kalau kamu gak akan curang lagi ke Ara? Iqbal kan udah deket sama kamu,” ujar Pak Sam.

Dinda bergumam. “Dinda udah berubah pikiran. Dinda mau jadi juara seangkatan. Kan Dinda udah bilang kalau aku pengin rasain gimana jadi Ara. Hidup Ara itu sempurna, Pa. Jadi Dinda harus berusaha keras supaya bisa jadi kaya dia. Ya meskipun pakai cara curang,” ujar Dinda.

Dinda licik? Tentu saja. Bahkan Dinda juga mengakui bahwa dirinya licik. Bersikap egois dan mementingkan diri sendiri. Dinda sama sekali tidak peduli dengan Ara. Karena menurut Dinda, tidak ada yang lebih penting selain dirinya.

Pak Sam menghela napas berat. Pria itu sangat bingung bagaimana caranya untuk memberitahu Dinda bahwa apa yang ia lakukan itu salah. Setiap ditegur, Dinda akan selalu menggunakan penyakitnya sebagai alasan ingin merasa bahagia di sisa-sisa umurnya.

“Dinda, gak selamanya kamu bisa memaksakan semua kehendak kamu. Di dunia ini bukan hanya ada tempat untuk kamu,” ujar Pak Sam. Lama kelamaan pria itu jadi merasa bersalah pada Ara karena telah menyalahgunakan kekuasaan.

“Papa kenapa ngomong begitu sih?” Dinda mendelik tak suka.

“Bukan gitu, Din. Maksud Papa tuh—”

“Papa gak sayang ya sama Dinda? Papa gak peduli lagi sama Dinda?” tanya Dinda. “Selama ini Dinda gak pernah minta apa-apa sama Papa. Tapi kali ini aja, Pa. Tolong,” ujar Dinda.

Pak Sam benar-benar bingung sekarang. Memang benar bahwa selama ini Dinda tidak pernah meminta apa pun meskipun hidup gadis itu bergelimang harta. Pak Sam juga bingung mengapa Dinda menjadi seperti ini karena Dinda yang dia kenal adalah Dinda yang ramah dan ceria. Meskipun Dinda itu adalah orang yang paling tidak senang jika diusik.

“Memangnya kamu mau menanggung risiko yang akan terjadi jika semua ini terbongkar?” tanya Pak Sam pada Dinda.

Dinda mengangguk mantap. “Iya, Pa. Dinda bakal tanggung semuanya.”


ARayaWhere stories live. Discover now