25. Terlanjur Mencinta

614 77 11
                                    

25

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

25. Terlanjur Mencinta

“Dari awal seharusnya sadar diri. Bahwa diri ini tidak pernah ada tempat di hati.” — Sandrana Aisyah









Seseorang dengan ucapannya, hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk melontarkan kalimat yang menyakitkan. Sedangkan orang yang menerima kalimat menyakitkan itu membutuhkan waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan untuk melupakannya. Enam kata yang diucapkan oleh Dinda di toilet berhasil membuat hati Ara tersentil. Ara berdiam diri di kamarnya sambil menatap langit-langit kamar. Memikirkan apakah benar bahwa dirinya hanya menjadi benalu di hidup Iqbal.

Padahal Ara tidak pernah meminta apa-apa pada Iqbal. Ara hanya ingin Iqbal selalu bersamanya. Hanya itu saja. Karena menurut Ara itu tidak ada salahnya. Iqbal juga tidak memiliki pacar. Jadi daripada Iqbal tidak ada kerjaan lebih baik cowok itu menjaga Ara. Tapi kalimat yang dilontarkan oleh Dinda selalu membuat Ara berpikir. Iqbal saja tidak mempermasalahkan jika Ara selalu bersamanya. Tapi entah kenapa malah Dinda yang merasa keberatan. Dinda berbicara seperti itu kepada Ara agar Ara menjauhi Iqbal lalu ia bisa mendekati Iqbal.

Terkadang manusia memang tidak sadar diri. Berkata bahwa orang lain itu menyusahkan padahal dirinya lebih menyusahkan. Selalu berkata seenaknya tanpa mempedulikan jika perkataannya akan melukai hati orang lain. Bertindak sesuka hati seolah dunia hanya miliknya. Menghina orang lain seolah dirinya adalah makhluk yang paling suci dan sempurna. Dan manusia juga sering merusak kebahagiaan orang lain dengan kalimat tidak jelasnya.

Ternyata benar. Semakin hari dunia ini semakin kejam.

Ara meraih ponselnya yang berada di nakas. Cewek itu mencari nomor seseorang lalu menekan ikon panggilan. Ara menempelkan benda pipih itu ke telinga kirinya. Tak lama kemudian panggilan terhubung.

Kenapa, Ra?” tanya Iqbal di seberang sana.

Ara menghela napas berat. “Mulai besok jangan jemput aku lagi. Aku bisa pergi sendiri.”

*****

Ara berdiri di depan gerbang sekolah yang bertulis High School near Central. Cewek itu tersenyum tipis. Ia akan membuktikan bahwa dirinya bukan benalu seperti yang diucapkan oleh Dinda. Ara melangkahkan kakinya penuh semangat. Hari ini ia akan belajar menjadi anak yang mandiri. Supaya ia tidak lagi menyusahkan orang lain.

“Cilok, Ra?” Leo tiba-tiba muncul di samping Ara membuat cewek pendek itu terperanjat kaget. Sedangkan Leo tersenyum tengil sambil membawa bungkus cilok. Cowok itu tidak sendiri, ada Arza di sebelahnya.

“Kaget gue, Le.” Ara mengusap dadanya lalu menggelengkan kepalanya. “Masih pagi udah jajan begituan. Gak sayang sama perut?” ujar Ara terheran-heran.

“Gue lebih sayang sama lo,” ujar Leo cengengesan lalu memakan cilok pesanan teman-temannya.

Arza yang berada di sebelahnya melotot kaget. Cowok itu merampas plastik cilok di tangan Leo dengan kasar. “Cilok pesenan orang masih aja dicomot. Mulut lo itu memang gak ada sopan santun,” ujar Arza sebal.

ARayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang