8. DON'T CLICK ! KONSELING

Start from the beginning
                                        

"Iya."

"Aku memakainya sejak kemarin karena sepatu putih milikku selalu kotor."

"Kemarin?"

"Iya. Kenapa? Kalau tidak ada yang ingin dibicarakan lagi aku pergi." Nevan diam dan memperhatikan laki-laki itu.

"Norvin biasanya tidak suka pakai sepatu hitam. Tapi akhir-akhir ini dia berbeda," ucap Sophia membuat Nevan menoleh.

"Lalu bagaimana dengan siswa yang bernama Frans itu?" tanya Nevan.

"Dia memang sedikit keras kepala, dan dia selalu memakai sepatu hitam dengan alasan sepatu putih cepat kotor," jawab Sophia membuat Nevan berpikir. "Ada apa?" tanya Sophia keheranan melihat wajah Nevan yang susah diartikan.

"Tidak ada apa-apa. Apa sekolah ini mewajibkan siswanya memakai sepatu warna putih?" tanya Nevan.

"Iya, di sekolah mewajibkan siswanya memakai sepatu warna putih. Oh ya, hari ini aku ada konseling karir siswa. Kau mau ikut?" tawar Sophia dan Nevan hanya mengangguk.

"Aku punya ide, bagaimana kalau kita membagi menjadi dua kelompok. Laki-laki dan perempuan," ucap Nevan.

"Itu kedengarannya menarik."

Nevan tersenyum mendengarnya.

Seluruh siswa kini telah berkumpul di ruangan besar yang bisa menampung semua siswa. Hanya kelas 3 yang mengikuti konseling karir seperti ini dan yang lainnya belajar seperti biasa.

"Hari ini ibu akan membagi kelompok laki-laki dan perempuan, jika sudah ditentukan tidak boleh ada yang membantahnya," ujar Sophia agak keras sembari melirik sekilas ke arah Nevan.

Nevan yang membuat daftar nama siswa dan telah membaginya sesuai dengan keinginannya, yang tak lain adalah untuk mengetahui ini lebih dalam.

"Lucas dan Kristy. Robin dan Rose. Lolita dan Norvin. Leanna dan Frans." Sophia menyebutkan nama kelompok dengan serius, sementara Nevan fokus memperhatikan beberapa murid incarannya.

"Kenapa aku malah bersama Robin? Sial," umpat Rose kesal saat melihat Robin yang langsung duduk di sebelah Rose dengan wajah datar.

Mereka semua duduk bersebelahan sesuai kelompoknya.

"Di sini aku akan membagikan sebuah kertas kepada kalian, dan kalian akan bersama-sama menjawabnya," jelas Nevan agak keras.

"Permainan macam apa ini?" tanya Rose sinis saat mendengar penjelasan dari guru soal kertas yang mereka terima.

"Diam dan tutup mulutmu," cibir Robin tak suka bila Rose banyak bicara.

"Kalau aku bisa memilih, aku tidak mau bersamamu," ucap Rose kesal.

Robin meliriknya sinis, "Memangnya aku mau bersama seorang wanita seperti mu?" tanya Robin.

Rose membaca pertanyaan yang bersifat logika di sana, "Jika ada seseorang yang dibunuh, apa pendapat kalian?" tanya Rose sambil membaca pertanyaan nomor satu. "Pertanyaan macam apa ini?" tanya Rose keheranan saat dia membaca pertanyaan.

"Kalau kalian adalah saksi dari kematian tersebut, tapi kalian dicurigai sebagai pembunuhnya, apa yang akan kalian katakan?" Rose kembali membacanya.

Robin menoleh dengan wajah yang keheranan saat Rose membacakan pertanyaan, "Apa katamu? Ini konseling karir, kenapa pertanyaannya tidak masuk akal?" tanya Robin keheranan saat Rose membaca pertanyaan.

Rose mengacungkan tangannya untuk bertanya, "Ini adalah konseling karir, kenapa malah membahas soal pembunuhan?" tanya Rose agak keras.

"Pembunuhan? Pertanyaan ku bukan tentang itu," balas Gior sambil melihat kertasnya.

Don't Click [END]Where stories live. Discover now