"Lo bawel banget Siput," Bimo menjitak kepala Putri pelan.

"Awss, sakit Bim! Ini namanya kekerasan seksual, gue gak terima," seru Putri berdiri dari duduknya hendak menghajar Bimo.

"Seksual pala lo! Gue jitak aja pelan banget," ujar Bimo menghindar.

"Tapi sakitnya sampe disini," ucap Putri menujuk dadanya dramastis.

Santi terbahak melihat aksi teman-temannya, ia seperti menonton film layar lebar secara live. Tawanya terhenti kala melihat tubuh tegap yang berdiri beberapa langkah didepan mereka.
__

Gilang mendekat dengan raut datar disusul ketiga temannya.
"Kenapa pada diluar kelas?" tanya Gilang datar.

Putri hampir saja terjengkang mendengar suara seksi masuk ditelinganya, ia menoleh dan menemukan keberadaan ketua osis beserta teman-temannya. Ia berjingkrak-jingkrak kesenangan.

"Lagi Jamkos kak," jawab Bimo kikuk.

Gilang tak bergeming, matanya menatap intens bola mata bulat yang saat ini sedang melihat kearahnya.

Doni melirik ke arah gadis yang berada disampingnya.
"Namanya siapa?" tanya Doni menyenggol lengan gadis itu.

"Hah, gue?"

Doni mengangguk.

"Diam!"

"Loh, kok nyuruh diam sih?" cetus Doni menekuk alisnya, "Gue tanya nama lo doang, bukan mau ngapa-ngapain."

"Ya, Diam."

"Tuh kan, kenapa nih bocah!" ucap Doni bingung sendiri.

Sedangkan Ica, Santi, Putri dan juga Bimo tertawa ngakak! Semakin bingung Doni dibuatnya. Gilang, Surya dan Jamal, hanya memperhatikan.

"Nama gue, Aldiamia!" ujar gadis itu.

"Astagadragon," ujar Doni menganga tak percaya, jadi saat gadis itu mengucapkan kata Diam ternyata memang itulah nama tengahnya.

"Kok bisa ya? Emak lo ngidam apaan pas hamil lo?" cetus Surya terbahak.

"Ngidam diam sepanjang hari gak ngomong apa-apa, kalo ngomong sama bapaknya, haa hee... haa hee," jawab Doni menirukan gaya orang yang yang tidak berbicara sambil tertawa ngakak!

Semuanya tertawa kecuali Gilang.

Ami nama panggilannya, ia juga heran mengapa orangtuanya menamakan dirinya 'Aldiamia' . Mungkin orangtuanya berharap Ami tumbuh menjadi anak yang kalem dan pendiam tapi nyatanya tidak. Baginya nama itu tidak cocok untuknya yang sedikit urakan, ingat! Hanya sedikit. Hari ini Ami senang sekali bagaikan mendapatkan harta qarun, bisa melihat Gilang dengan jarak sedekat ini.

Tidak ada yang tau jika Gilang dan Ica berpacaran, mereka tidak berkoar sana sini memberitahukan jika mereka telah resmi berpacaran. Biarlah orang-orang berspekulasi masing-masing tentang kedekatan mereka toh nanti juga tau sendiri.

Gilang menarik tangan Ica meninggalkan orang-orang yang saat ini menatap penasaran kearahnya.
Gilang membawa Ica ke roftoop.

"Kak mau kemana?" tanya Ica.

"Kemana aja! Asal berdua sama kamu."

Ica terkekeh, makin hari Gilang makin pintar menggodanya. Mereka telah berhenti diroftoop sekolah, Ica bisa melihat seluruh sudut sekolah dari atap sini.

"Duduk sini!" ajak Gilang.

Ica menoleh lalu menghampiri Gilang, ia duduk dibangku yang sudah Gilang siapkan.

"Mau ngapain disini?" tanya Ica menatap sudut roftoop.

"Mau mantap-mantap," ujar Gilang tertawa.

"Hah?"

Gilang semakin terbahak, untung saja Ica masih polos hingga tidak mengerti arti ucapannya. Salahkan mulutnya yang terlalu lemes, bisa-bisa tercemar otak pacarnya.

"Apa sih? Malah ketawa!" sahut Ica manyun.

"Enggak Ca, bukan apa-apa! Eh, btw bikin panggilan yuk!" ajak Gilang mengalihkan pembicaraan.

"Contohnya?" tanya balik Ica.

"Panggil sayang kek, honey kek, cintakuu."

"Ih... Kak Gilang alay," cetus Ica mencibir.

"Hahaha, ya jangan itu lah yang lain, yang gak alay."

"Apa ya?" monolog Ica, "Gila aja gimana?" ujar Ica tertawa.

Wajah Gilang berubah masam, "-Ng nya jangan dibuang dong Ca!"

Ica terkekeh, ia menatap wajah Gilang dari dekat. Ada beberapa tahi lalat disana, didekat hidung juga ada. Ica refleks menarik hidung Gilang yang mancung, ia gemas.

"Ash, kenapa?" tanya Gilang terkejut hidungnya ditarik.

"Gemes sama hidungnya," balas Ica pelan.

"Bagus kan! Kaya perosotan."

Ica mengangguk tertawa, "Kaya pinokio."

Gilang tersenyum, ia mengacak-acak rambut Ica hingga berantakan. Ica menatap Gilang garang, ia merapikan rambutnya dengan kasar.

"Ca, gue pingin tau tentang lo lebih banyak cepetan cerita!"

Ica mendengkus,"Kok manggilnya lo gue lagi,"

"Belepotan Ca manggil aku kamu tu,"

Ica mencebik, "Kak Gilang mau tau apa aja?"

"Semuanya, semua tentang lo."

Ica menyandarkan punggungnya disandaran kursi, ia mulai bercerita jika ia berasal dari palembang bukan asli orang bandung. Ia hanya ingin mandiri makanya memilih sekolah jauh dan tinggal dengan Kakek Neneknya. Ia juga memiliki seorang adik laki-laki yang saat ini berusia 2,5 tahun.

"Pernah pacaran gak?" tanya Gilang.

Ica mengangguk, "Pernah, pas SMP kelas 9."

"Udah move on?" selidik Gilang.

Ica menggeleng, ia tidak bisa melupakan laki-laki yang menjadi cinta pertamanya, laki-laki yang mengajarinya banyak hal. Tapi sayangnya tuhan lebih menyayangi laki-laki itu melebihi rasa sayang Ica sendiri.

"Dia meninggal," tutur Ica menunduk.

Gilang mengendurkan kepalan tangannya, ia menatap wajah Ica yang terlihat sendu.

"Dia meninggal karena kecelakaan," ucap Ica mendongak, menatap wajah Gilang. "Kak Gilang jangan khawatir, itu masalalu Ica. Sekarang ada Kak Gilang, masa depan Ica! Ica harap kak Gilang gak akan ninggalin Ica kaya dia."

Gilang menarik Ica kedalam pelukan, ia mengelus bahu gadis itu.
"Gue janji, gak akan ninggalin lo kaya dia."

_____
Vote yaa, comment, dan follow akun author, akun ig juga sekalian mueheheh.

GILANG FALLS [COMPLETED]✔️Where stories live. Discover now