SABRINA 2 - BAB XI

28 6 2
                                    

SABRINA STORY

Jalan menuju rumah sudah dekat, aku melihat ada seorang perempuan yang sepertinya aku kenal sedang berdiri menghadap ke arah pintu rumah kami saat ini. "Tante Diana!" Ucapku semangat saat benar-benar mengenalinya.

Ketika mobil berhenti, aku langsung bergegas keluar, dan langsung menyapa Tante Diana.

"Lho! Sabrina! Kamu kenapa, di sini?" Tanya Tante Diana heran sambil memelukku.

"Ini rumah aku, Tante. Aku tinggal sama suamiku di sini. Maaf ya, Tante! Aku udah kehilangan nomor Tante, jadi nggak bisa ngundang saat Sabrina menikah waktu itu," jelasku kepadanya.

"Iya, nggak apa-apa, Sabrina. Tante senang kamu sudah berkeluarga sekarang," lanjut Tante Diana.

Revan keluar dari mobil, "Kenalin Tante, ini suamiku, Revan," jelasku.

Revan dan Tante Diana bersalaman, "Ini Tante Diana yang ngurus aku pas masih kecil Van," lanjutku.

"Yang sering ngambil raport kamu pas SD, kan?" Tanya Revan dengan senyum semeringah.

"Ihh, kamu masih ingat ternyata," aku menepuk pundak Revan. "Ada apa Tante, ke sini?" Lanjutku.

"Tante mau minta tolong ke orang pintar yang ada di rumah kamu, orang-orang menyuruh Tante untuk ke sini," jelas Tante Diana.

"Itu Revan yang dimaksud, Tante. Hmm, kita ke dalam saja ya, biar sambil minum ngobrol-nya. Yuk, Tante!" Ajakku.

Aku dan Revan meminta Tante Diana untuk masuk ke dalam rumah. Tante Diana menceritakan keluh kesahnya selama berbulan-bulan ini. Dia menceritakan anaknya bersikap sama sepertiku dikala kecil, suka berbicara sendiri, dan jarang keluar kamar karena asyik bermain sendiri. Tante Diana menceritakannya sambil menangis karena merasa bersalah terhadap diriku yang sempat memaki karena aku berbeda dengan anak lain. Dia meminta maaf berkali-kali kepadaku atas sikapnya dikala itu. Dia bercerita bahwa anaknya sering ingin melakukan bunuh diri, ketika ditanya oleh Tante Diana mengapa anaknya ingin bunuh diri jawabannya sangat tidak masuk akal.

"Aku hanya diajak kok, Mah, sama Lala, ke Surga! Katanya di sana banyak makanan sama mainan. Ya sudah, aku mau ke sana sama dia," jelas Tante Diana soal perkataan anaknya tersebut.

Tidak henti aku menggenggam tangan Revan karena sangat cemas mendengar cerita Tante Diana saat ini. Rasanya seperti melihat gambar kisah kehidupanku di waktu lalu. Aku sangat ingin membantu anak Tante Diana, aku tidak ingin dia bernasip sama sepertiku. Aku memohon kepada Revan untuk mendatangi anak Tante Diana secara langsung. Aku sangat ingin melihat kronologis secara langsung bagaimana awal mula anak tersebut bertemu dengan sosok Lala. Tanpa berpikir panjang, kami semua memutuskan untuk langsung berangkat ke rumah Tante Diana sekarang.

Sesampainya di rumah baru Tante Diana, kami disambut oleh Anak Tante Diana dengan keceriaannya. Sangat tidak terlihat dia murung atau apa pun yang menjurus keinginan dari diri sendiri untuk bunuh diri. Anak itu langsung menghampiriku.

"Wah! Tante cantik! Rambutnya bagus lagi, hihi," celotehnya saat menghampiriku.

"Kamu juga cantik, Sayang!" Aku berlutut di hadapannya dan merapihkan rambut panjangnya yang terurai.

"Tante namanya, siapa?" Tanyanya sambil mengelus pipiku.

"Nama Tante, Sabrina. Kalau kamu namanya siapa, Sayang?" Jawabku lembut.

"Rachel, Tante," Rachel menoleh ke arah kirinya sambil tertawa. "Tante, ternyata udah kenal Lala ya, kata Lala dia sering datang ke rumah Tante," lanjutnya.

Aku terdiam kebingungan mendengar penjelasan Rachel kepadaku. Aku mencoba menjawab apa pun yang ingin dia bicarakan, "Oh, ya? Ngapain Lala ke rumah, Tante?" Tanyaku ragu.

Dia menoleh ke kiri dan tertawa kembali, "Kata Lala, Lala sering makanin anak Tante di rumah. Katanya enak, bikin kenyang," Rachel kembali tertawa setelah itu.

Aku menutup mulut dengan tangan kananku. Aku menahan isak tangis dan mencoba menggali apa yang ingin diketahui dari Rachel. "Tapi, Tante belum punya anak, Sayang," aku mengelus kepala Rachel sambil menahan isak tangis.

"Ih, Tante, bohong! Itu buktinya di dalam mobil Tante, ada 3 anak di sana lagi duduk di kursi belakang," Rachel menunjuk ke arah mobil.

Aku langsung berdiri dan menoleh ke arah dalam mobil. Tidak ada apa pun di dalam sana. Penglihatan anak 9 tahun ini melebihi kemampuan yang aku punya. Aku semakin cemas mendengar perkataan Rachel kepadaku. Aku terdiam sambil memandangi wajah Rachel yang sedang tertawa sendiri. Revan berlutut di hadapan Rachel kali ini dan mencoba berkomunikasi dengannya.

"Lain waktu, kamu mau datang ke rumah, Tante Sabrina? Jangan Lala yang datang terus, Tante Sabrina banyak cokelat sama es krim lho, di kulkasnya," Revan melirik sesekali ke arahku.

"Mau, mau! Kapan, Om?" Tanya Rachel semangat.

"Tapi kamu janji dulu, jangan temenan lagi sama Lala, mau nggak?" Tanya Revan lembut.

"Hmm," Rachel terdiam cukup lama untuk menerima tawaran Revan. Akhirnya, dia mengganggukkan kepala dan tersenyum kepada Revan.

"Kalau gitu, Om boleh dapat peluk dari Rachel, nggak?" Lanjut Revan.

Tanpa ragu sedikit pun, Rachel langsung mendekat, dan memeluknya. Revan menekan punggung Rachel secara spontan, Rachel langsung berteriak begitu keras. Revan menarik sesuatu dari punggung hingga menjalar ke atas kepala Rachel. Tarikannya sudah mencapai ujung kepala Rachel. Ketika sudah mencabut, tubuh Rachel tergeletak lemas, dan Revan langsung membawanya ke kamar.

Setelah menaruh Rachel di kamar, Revan memberi tahu benda yang dia tarik dari tubuh Rachel, terdapat rambut putih yang menumpuk di tangan Revan saat memperlihatkan kepadaku. Revan meminta Tante Diana untuk menunggu Rachel hingga sadar dan tidak boleh ditinggal sama sekali di kamar.

"Sayang, kamu ambilin bajunya Rachel ya, bantu Tante Diana," ujar Revan kepadaku.

Aku bergegas membantu sesuai dengan arahan Tante Diana. Saat aku mencari baju Rachel, aku melihat ada jubah merah yang terlipat di dalam lemari. "Buat apa ya, Tante Diana punya jubah ini!" Ucapku dalam hati.

Aku mencoba tidak mempedulikannya, aku mengambil salah satu baju Rachel dan langsung memberikannya kepada Revan. Dia membungkus rambut tersebut dengan baju Rachel dan memintaku untuk membantu melenyapkannya di halaman belakang rumah ini. Revan juga meminta baju tersebut jika sudah di lenyapkan, agar dapat dikuburkan setelah itu.

***********************************************************************************************

Terima kasih sudah membaca cerita SABRINA 2: CIRCLE OF DARKNESS. Jangan lupa vote dan berikan komentarnya ya, karena support kalian sangatlah berharga. Tunggu kelanjutan cerita SABRINA, hanya di wattpad. See you on the next part!

Warm Regards,

INDRI HELWINA

SABRINA: LOVE IS A CURSE [TERBIT] | CIRCLE OF DARKNESS [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang