SABRINA 2 - BAB V

48 6 2
                                    

SABRINA STORY

Matahari sudah terbit, aku dan Revan bergegas membereskan barang-barang untuk dibawa pulang ke rumah. Saat sedang merapihkan semuanya, Mama Tiwi mengetuk pintu kamarku.

"Kamu udah mau pulang, Sayang?" Tanya Mama Tiwi yang berdiri di depan pintu kamarku.

Aku menoleh ke arahnya, "Iya, Mah," jawabku lemas.

"Kamu kenapa, Sabrina? Kamu sakit? Kok muka kamu pucat, gitu?" Mama Tiwi berjalan menghampiriku.

"Nggak apa-apa kok, Mah," jawabku lemas tanpa menatapnya dan masih meneruskan memasukkan baju ke dalam tas. Rasanya tubuh ini sudah lelah sekali untuk beraktivitas. Badanku terasa sakit, kepalaku juga pusing, sepertinya tubuh ini sudah tumbang.

Mama Tiwi memegang keningku, "Badan kamu panas, Sabrina. Kamu nggak apa-apa?" Tanya Mama Tiwi cemas yang mulai duduk di atas kasurku.

"Jangan khawatir ya, Mah. Biar Revan yang rawat Sabrina, nanti di rumah," jelas Revan yang baru saja tiba di kamar.

"Kamu istirahat yang cukup nanti di rumah ya, Sayang," ujar Mama Tiwi mengelus pundakku.

"Iya, Mah," jawabku singkat tanpa menatapnya.

Setelah berkemas, aku dan Revan berpamitan dengan yang lainnya. Sebenarnya, aku masih ingin lama di sini, tetapi aku tidak ingin egois memikirkan kepentinganku semata. Revan harus kembali bekerja, tubuhku juga kurang sehat karena gangguan tidur semalam.

"Sering-sering main ke sini, Sab, jaga kesehatan ya," ujar Juna berjalan bersanding denganku sambil membawakan tasku ke dalam mobil.

"Lo dong kali-kali main ke rumah gue, daripada jadi pengacara," ejekku menepuk pundaknya.

"Sial, gue dibalikin, lagi sakit saja bisa ngecengin orang lo," guraunya.

"Ya sudah, Mah, Yah, Jun, aku sama Revan pulang ya," aku memasuki mobil setelah itu. Aku membuka kaca mobil saat Revan mulai melaju dan melambaikan tangan ke mereka dengan senyum hangat.

****

Sesampainya dirumah, ternyata sudah banyak yang menunggu jasa Revan di rumah sejak tadi. Sekitar 10 orang sudah menunggu dengan varian masalah mereka alami untuk memohon bantuan Revan dalam kehidupannya. Revan menyarankanku untuk segera tidur dan dia saja yang melaksanakan tugasnya tanpa bantuanku, terlihat sekali dia masih mengkhawatirkan keadaanku yang masih kurang sehat.

"Kamu jangan lupa solat dulu baru tidur ya, Sab," ujar Revan sambil memarkirkan mobil di teras rumah.

"Iya, pasti," aku memberikan senyuman hangat kepadanya.

Dia senantiasa mengantarku ke kamar terlebih dahulu sebelum menghampiri orang-orang yang sedang menunggunya sejak tadi. Dia memelukku, "Kamu nggak apa-apa kan, aku tinggal sendiri, di kamar?" Tanyanya memastikan di dalam dekapannya.

Aku melepas dekapannya, "Iya, aku nggak apa-apa kok, ya sudah kamu ke mereka saja sekarang. Kasian kan, udah nunggu kamu dari tadi," aku mengelus dada Revan.

"Ya sudah aku ke mereka ya," ujarnya mencubit pelan daguku.

Setelah Revan beranjak pergi, aku segera menutup pintu. Aku membalikkan tubuh, tiba-tiba aku sudah berada di dimensi lain dengan sendirinya. Ada seorang pria bertubuh tegap, berpakaian rapih memakai setelan jas berwarna hitam, dan menghadap sudut tembok kamar ini sambil mengepal kuat kedua tangannya. Tubuhnya sangat tegang, membuat aku cemas melihat wujudnya yang hanya mematung di sana.

SABRINA: LOVE IS A CURSE [TERBIT] | CIRCLE OF DARKNESS [ON GOING]Where stories live. Discover now