SABRINA 2 - BAB XXXVII

9 1 0
                                    

Revan langsung bergegas pergi dari rumah Bima menuju kediamannya sekarang yang berada di Bogor. Perjalan memakan waktu 2 jam lebih lamanya, kondisi lalu lintas tidak memungkinkan untuk bergerak cepat. Sesampainya di rumah, Sabrina sedang tertidur pulas di kamarnya. Revan membangunkan Sabrina lembut, agar dia tidak terkejut saat tersadar.

"Sayang, bangun yuk, lihat itu siapa yang datang!" Ujar Revan mengusap-usap punggung Sabrina.

"Hmm?" Sahutnya masih memejamkan mata.

Sabrina membuka matanya perlahan. Dia terkejut melihat Ayah dan Mama Tiwi datang. Tangisan Sabrina pecah melihat kedatangan orang tua yang sangat dia rindukan. Sabrina berusaha bangkit dari tidurnya yang dibantu oleh Revan untuk menopang tubuhnya. Ayah dan Mama Tiwi langsung memeluk erat anaknya dengan tangisan haru.

"Sabrina, kangen!" Tubuh dan suara Sabrina bergetar.

"Kami juga kangen sama kamu, Nak!" Ujar Mama Tiwi dengan tangisan.

Sabrina tiba-tiba terengah, "Van, aku kehabisan napas!" Ucap Sabrina terbatah-batah.

Revan langsung merebahkan tubuh Sabrina dan memasangkan alat pernapasan yang sudah tersedia, "Chika, Chika! Sabrina, Chika!" Teriak Revan cemas.

"Iya, iya, Kak, Chika lagi jalan ini," teriak Chika menghampiri kami.

Chika langsung memeriksa denyut nadi Sabrina dan memeriksa yang lainnya untuk mengetahui perkembangan Sabrina, "Chika pasang infus ya, Kak," Chika bergegas memasangkan infus yang sudah tersedia.

Mama Tiwi mendekati Revan yang sedang terdiam meratapi keadaan Sabrina dan merangkulnya, "Sabar ya, Nak, Sabrina pasti akan sembuh, Mama yakin!" Mama Tiwi menyemangatinya.

Revan menghapus air mata yang mengalir dan mencoba tersenyum kepada Mama Tiwi, "Sabrina, ibu yang kuat kok, Mah, Revan yakin dia bisa melewati ini semua," jelas Revan.

"Mama juga yakin akan hal itu kok," Mama Tiwi memberikan senyumannya.

"Re—Van," panggil Sabrina terbatah.

Revan langsung menghampiri dan menggenggam tangan Sabrina, "Iya, kenapa, Sayang?" Tanya Revan.

"Sa—kit," ujar Sabrina semampunya.

"Iya, Sayang, kuat, ya! Kita semua di sini ada buat kamu," ujar Revan menciumi punggung tangan Sabrina.

Malam ini semua tidak ada yang terlelap karena menjaga Sabrina. Revan berharap kehadiran keluarganya dapat membantu penyembuhan Sabrina. Sejak tadi, Sabrina hanya terdiam dengan tatapan kosong. Sesekali, dia meneteskan air mata, Revan menghapus lembut dengan jemarinya.

"Sabrina, gimana, Van?" Tanya Juna memasuki kamar.

"Masih seperti tadi," ujar Revan.

"Lo nggak ingin pindah ke Jakarta, lagi?" Tanya Juna.

"Nggak tahu, Jun. Gue sampai nggak bisa ambil keputusan apa pun," Revan tersenyum ragu. "Ada yang mau gue omongin sama lo, Jun. Bisa minta tolong untuk Chika jaga, di sini?" Tanya Revan.

"Chika, Sayang!" Teriak Juna.

"Iya, kenapa, Jun?" Teriak Chika dari ruang tamu.

"Ke sini sebentar, bisa?" Teriak Juna kembali.

Chika menghampiri kami, "Ada apa?" Tanyanya.

"Temanin Sabrina dulu ya, aku mau keluar sebentar sama Revan, bisa?" Tanya Juna.

"Iya, bisa. Kalian keluar saja, biar aku yang jaga," jelas Chika berjalan untuk duduk di kursi yang berada di samping ranjang Sabrina.

SABRINA: LOVE IS A CURSE [TERBIT] | CIRCLE OF DARKNESS [ON GOING]Where stories live. Discover now