SABRINA 2 - BAB XX

15 4 2
                                    

Chika berlari ke arahku dan langsung menggenggam kedua lenganku. Dia menangis dan meminta maaf.

"Satu hal yang kamu harus janji sama aku, Chika!" Ucapku menahan isak tangis.

"Apa, Kak?" Suaranya bergetar.

"Jangan kasih tahu siapa pun atas kejadian ini. Kamu simpan baik-baik rahasia ini. Janji sama aku, Chika!" Tangisku pecah saat mengatakannya.

"Iya, Kak, aku janji!" Chika memeluk dan menangis di dekapanku.

"Cepat kamu pergi sekarang, sebelum mereka berubah pikiran!" Aku mengatakannya sambil berpaling.

Chika berlari keluar gerbang sambil menangis. Aku tetap mematung di sini sambil meratapi nasib harus bertentangan dengan kehidupanku saat ini. Aldo menjulurkan tangannya untuk menyambut dan mengajakku untuk masuk ke dalam perkumpulan. Aku berjalan bersanding dengan Aldo. Semua orang berjubah merah bertekuk lutut saat aku dan Aldo melewati mereka.

"Mengapa mereka semua takut dengan, Aldo? Memangnya ada apa dengannya sampai bisa semua orang ini mengagungkannya? Apa istimewanya dia?" Aku bertanya-tanya di dalam hati.

Aku duduk di tempat Chika berada tadi. Keringat dingin semakin banyak keluar karena sangat cemas. Aldo mengikat kedua tanganku ke belakang dan juga pergelangan kakiku dengan tambang yang cukup besar. Aldo menutup mulutku dengan mengikat kain putih lalu menutup kepalaku dengan sarung berwarna hitam pekat. Aku tidak bisa melihat apa pun, rasa takutku terhadap gelap semakin meningkat. Aku hanya bisa mengatur napasku sekarang.

Ada cairan yang tiba-tiba di tumpahkan ke atas kepalaku. Cairan ini sangat banyak hingga sekujur tubuhku basah. Aku seperti mencium bau amis dari darah, aku sangat yakin yang ditumpahkan adalah darah yang begitu banyak. Aku melihat kanan dan kiri, aku sama sekali tidak bisa melihat apa pun. Ada seseorang yang membuka sarung hitam yang berada di kepalaku. Aku kebingungan melihat semua orang melingkar sambil melihat ke atas dengan membuka lebar mulut mereka. Aku sekarang berada di tengah-tengah dari lingkaran yang mereka buat.

"Jangan dipakai lagi ya, Sayang!" Terdengar suara Revan di pikiranku. Emosiku mereda dan memasrahkan semuanya yang terjadi. Aku hanya ingin semua ini hanya mimpi buruk. Tubuhku tidak bisa digerakan sama sekali dan napas pun terasa sangat sulit.

Aldo melepaskan ikatan tanganku dan memberikan pisau yang dia gunakan untuk melepaskan ikatan kepadaku.

"Buat apa ini?" Tanyaku heran.

"Sayat telapak tanganmu, lalu tumpahkan darahmu di buku ini," Aldo menujulurkan buku besar usang, sampulnya seperti terbuat dari kulit hewan yang sudah lama dikuliti. Aku sempat ragu untuk melakukannya. "Cepat Sabrina," tegur Aldo.

Aku menyayat kecil telapak tangan kiriku, aku terdiam karena banyak pikiran yang menghantam. Darah sudah keluar cukup banyak yang terkumpul di telapak tangan kiriku. Akhirnya, aku meneteskan darahku di buku ini dengan tangisan yang mendampingi, "Maafin aku, Revan!" Lirih batinku.

Aldo menuliskan namaku di buku tersebut dan menutup buku saat selesai menuliskan namaku, "Sekarang kamu akan diberikan hadiah sebagai tanda bergabung di sini dan memasuki tingkatan awal, semua yang kamu minta akan dikabulkan nantinya. Semua itu ada syarat, jika semua permintaanmu terjadi maka kamu tidak bisa meninggalkan Sekte ini. Jika kamu melanggar, kamu akan merasakan akibatnya sendiri, Sabrina," jelas Aldo sambil menaikan daguku. "Jadi, apa yang kamu minta, Sabrina?" Lanjut Aldo sambil membuka ikatan di mulutku.

"Aku ingin mengandung anak dari suamiku dan melahirkannya ke dunia ini dengan selamat," jelasku sambil mengatur napas.

"Jika itu benar terjadi, apakah kamu terima semua konsekuensinya kalau kamu melanggar aturan dan perjanjian, Sabrina?" Tanya Aldo meyakinkan

SABRINA: LOVE IS A CURSE [TERBIT] | CIRCLE OF DARKNESS [ON GOING]Where stories live. Discover now