"Gue nyamperin pak Sholeh dulu, tiga tahun lagi gue nyamperin orang tua lo!"

Ica memegang kedua pipinya dengan senyun tertahan. Jantungnya bergemuruh, seperti ada kupu-kupu yang berterbangan diperutnya. Gilang sukses menerbangkan hatinya.

"Dibisikin apa lo sampe merah tu pipi," cetus Santi tertawa.

Ica terkekeh, "Rahasia!"

Bunyi meja digebrak mengejutkan Ica dan Santi yang tengah asik bercanda. Seluruh siswa-siswi yang ada dikantin menoleh ke sumber suara. Serli bersama Sasa bersedekap dada didepan Ica.
"Heh bocah! Makin hari lo makin ngelunjak, udah gue diemin masih aja ngeyel deketin Gilang."

Ica diam tidak menanggapi, meladeni orang sejenis Serli tidak baik untuk kesehatan. Mungkin jika Ica memiliki riwayat Darah Tinggi saja, sudah kambuh.

Dengan cepat tanpa bisa dicegah segelas es teh membasahi wajah Ica dan juga seragam sekolahnya. Tangannya mengepal, Ica menatap Serli dengan perasaan marah.

Serli tertawa keras, "Lo emang pantes di giniin."

Untuk kedua kalinya segelas es teh hampir membasahi Ica kembali, kalau saja tidak ada tangan berotot yang menahannya.
Gilang menggertakkan giginya, rahangnya mengeras melihat Ica basah kuyup.

"Shit."

Dengan langkah lebarnya, Gilang menyeret Serli menjauh dari Kantin. Ica yang melihat itu menundukkan kepalanya, ternyata Gilang lebih memihak Serli.

"Udah, kita ke toilet!" ucap Santi merangkul Ica.

Gilang melepaskan tarikannya, ia menatap Serli dengan mata memerah.
"Lo apain Ica brengsek," sentak Gilang.

"Gu-gue... "

"Brengsek! Gue gak akan biarin lo hidup tenang," ancam Gilang menyeret Serli membawanya keruang Bk.

__

Ica tersenyum kecil melihat Santi yang begitu baik padanya, gadis itu membelikannya seragam baru dikoperasi.
"Makasih San, lo baik banget sama gue."

"Lo kaya sama siapa aja Ca, gue ini sahabat lo dan sahabat itu akan selalu ada saat keadaan lo susah maupun senang!" papar Santi tersenyum hangat.

Ica mengangguk berjalan keluar, langkahnya terhenti didepan pintu toilet. Ia melihat Gilang sedang bersandar pada tiang.
"Ca!" seru Gilang panik.

"Lo gak apa-apa, heh?" ujar Gilang memegang bahu Ica, memperhatikan dari atas hingga bawah.

Ica menggeleng pelan, ia baik-baik saja, hanya bajunya yang basah. Perasaannya campur aduk mendapatkan perhatian Gilang, wajah laki-laki itu juga terlihat khawatir.

"Pulang?"

Ica menggeleng, "Ica ke kelas aja kak."

Gilang mengangguk kecil memeperhatikan punggung Ica berlalu melewatinya bersama dengan Santi.

__

Ica menghela nafas pelan langkahnya kian cepat menuju parkiran. Ia menghentikan langkah dan menepuk keningnya saat teringat sesuatu, ia tidak membawa kendaraan. Ingatkan Ica yang berangkat bersama Gilang. Ia melirik kesekeliling, ada begitu banyak orang-orang yang membicarakan kejadian dikantin sebagian mengasihani Ica, sebagian lagi terang-terangan mencibirnya.

Ica berlari keluar gerbang sekolah dan menyetop kendaraan umum. Air matanya perlahan menetes, sakit sekali rasanya dipermalukan didepan umum apalagi saat Gilang lebih memilih menarik Serli. Walaupun laki-laki itu telah menunggunya didepan toilet, rasanya masih sesak.

Setelah sampai dirumah, Ica langsung masuk ke kamar. Ia melemparkan tas dan menghempaskan tubuhnya di atas ranjang menatap langit-langit kamarnya. Ica menghembuskan nafas panjang, hari ini begitu berat baginya.

Bunyi ponsel mengalihkan perhatian Ica, ia melihat nama Gilang terpampang dilayar ponselnya. Angkat enggak, angkat enggak? Angkat aja deh, batin Ica.

"Ca? Gue minta maaf buat kejadian di kantin, semua itu salah gue! Karena gue Serli nekat jahatin lo, gue bener-bener minta maaf!"

Ica diam menggigiti kuku jarinya.

"Ca? Harusnya tadi gue narik lo bukan Serli, gue kebawa emosi dan nyeret Serli ke ruang Bk."

"Ica yang harusnya minta maaf, Ica ngerepotin kak Gilang terus," sahut Ica.

"Gak, lo gak pernah ngerepotin gue! Nanti malem gue kerumah! Lo baik-baik ya."

Panggilan terputus, Ica mendesah pelan. Ia beranjak untuk berganti pakaian dan melakukan hal lainnya. Ia tidak boleh larut bersedih.

Malam harinya, Gilang sudah sampai didepan rumah Ica dengan jaket mocca dan celana jeans panjang. Ia merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

"Assalamualaikum?"

"Waalaikumsalam," sahut suara dari belakang Gilang, Gilang menoleh dan menemukan Kakek.

"Dari mana kek?" tanya Gilang menyalami tangan laki-laki berumur itu.

"Dari pos ronda, ayo masuk!"

Gilang mengangguk, ia duduk disofa menunggu Ica keluar dari kamar. Ia menoleh ketika langkah kaki kian mendekat, Ica berjalan menghampirinya dengan baju kaos panjang dan celana tidur.

"Kenapa kak?" tanya Ica setelah duduk disamping Gilang.

"Kedepan kompleks yuk? Kayanya makan jagung rebus enak."

Ica menyetujui ajakan Gilang, ia keluar setelah mendapat izin dari Kakek. Sepanjang jalan tidak ada yang bersuara baik Gilang maupun Ica, mereka sama-sama menikmati kesunyian. Setelah sampai, Gilang memesan sepiring jagung dan duduk lesehan dibawah langit hitam.

"Ca? You okay?" tanya Gilang.

Ica mengangguk, "Ica gak apa-apa kak."

"Maaf, gue gak bisa... "

"Sshhtt... " potong Ica, "Itu bukan salah kak Gilang, udah lupain aja! Ica beneran gak apa-apa."

Gilang menunduk, "Ada yang mau gue omongin ke lo."

"Apa?"

_____
VOTE YA GUYSSS, LUVV YOU PUUULL😚

GILANG FALLS [COMPLETED]✔️Where stories live. Discover now