Gilang tersenyum dibalik helmnya, ia tidak membawa Ica kemana-mana. Hanya saja jalan yang ia lalui memang berbeda dengan jalan yang biasa Ica lewati dan hanya beberapa orang yang tau, ini jalan pintas menuju sekolah selain jalan raya.

Ica memukul helm Gilang, ia mengibas-ibaskan tangannya yang terasa sakit.

"Kak Gilang!"

Gilang melirik Ica dari kaca spion, suara Ica terdengar merengek ditelinganya. "Ini jalan pintas Ca, gitu aja mewek."

"Idih siapa yang mewek?" sungut Ica tak terima dikatakan cengeng.

"Tadi suaranya?" balas Gilang.

"Enggak ah, salah denger kali."

Gilang mengangguk-anggukan kepala, ia menambah kecepatan laju motornya agar segera sampai di sekolah.
__

"Eh Kak, motor Ica gimana?" tanya Ica menepuk bahu Gilang, ia teringat nasib motornya kemarin.

"Pulang sekolah." jawab Gilang.

Gilang membelokkan motornya memasuki gerbang sekolah, semua pasang mata menatap ke arahnya, itu sudah biasa bagi Gilang. Tapi, kali ini pandangan mereka teralihkan, bukan ke arahnya melainkan ke arah gadis yang sedang diboncengnya.

Ica turun dari motor lalu berjongkok membenarkan tali sepatunya yang terlepas. Belum selesai Ica mengikat, tangannya sudah ditarik paksa oleh Gilang.

"Eh, Kak. Tali sepatu Ica!"

Gilang menghentikan langkahnya, ia berbalik menghadap Ica lalu pandangannya turun ke bawah melihat tali sepatu Ica yang masih, mengelewer. Gilang berjongkok untuk membantu Ica mengikat tali sepatu, sorak-sorai terdengar ramai disekitar keduanya. Banyak siswi menjerit heboh melihat perlakuan Gilang pada murid baru tersebut.

"KAK GILANG, GUE JUGA MAU DIIKETIN TALI SEPATUNYA!"

"GUE JUGA."

"Enak banget ya jadi Ica, gue juga mau."

"Udah," ucap Gilang kembali berdiri.

Ica tersenyum kaku, ia melihat sekeliling, semua mata menatap ke arahnya dengan berbagai macam tatapan. Ia tersentak saat tangannya kembali ditarik oleh Gilang.

"Kak, Ica bisa jalan sendiri!" ucap Ica melepaskan cekalan Gilang.

Gilang menghela nafas, ia mempersilahkan Ica untuk berjalan lebih dahulu dengan ia yang mengiring dari belakang. Saat Ica sudah masuk ke kelas, barulah Gilang berbelok menuju kelasnya.

"Cihuy, bau-bau pdkt nih," sindir Santi.

"Apaan sih San?" balas Ica mendudukan pantatnya dikursi.

"Gue liat loh, ya ampun Ica ... Gimana sih caranya biar bisa deket sama kak Gilang," gemas Santi mencubit kedua pipi Ica.

Ica memukul tangan Santi yang sembarangan main cubit, dipikir tidak sakit apa, "San, ih sakit."

Santi melepaskan cubitannya, ia memanyunkan bibirnya menatap Ica.

"Enak banget tau, lo bisa boncengan sama kak Gilang," ujar Santi.

Ica tidak menimpali ocehan Santi, ia memilih mengeluarkan buku paket pelajaran pertama, membacanya sedikit, siapa tau masuk di otak.
__

Gilang meletakkan tasnya diatas meja, ia menatap ketiga temannya bergantian.
"Lo orang pada kenapa dah?" tanya Gilang.

Pasalnya Surya, Doni dan Jamal tidak berkedip memperhatikan dirinya, Gilang jadi bergidik ngeri.

"Gercep juga lo," ujar Doni.

"Udah main bonceng-bonceng aja," timpal Surya.

"Siapa to lang yang kamu bonceng?" tanya Jamal to the point.

Surya dan Doni menepuk keningnya bersamaan, Jamal memang tidak bisa di ajak kompromi. Gilang tersenyum kecil.

"Nah kan, Ketos udah gila fiks," sahut Doni melihat Gilang tersenyum sendiri.

Gilang meninggalkan ketiganya keluar dari kelas, ia menuju ruang Osis untuk mengambil sesuatu.

"Gue pikir nih, si Gilang ada rasa sama tuh cewek," ujar Surya merapatkan diri pada Doni dan Jamal, hendak bergosip.

Doni mengangguk setuju, "Bener, gue pikir juga begitu."

"Aku pikir, Gilang suka sama cewek yang dibonceng tadi," timpal Jamal dengan wajah sok-sok polos.

Surya dan Doni saling pandang, memutar bola mata malas, "Kita juga lagi ngomongin itu, mas Jamal!" teriak keduanya bersamaan.

Jamal menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, ia menyengir memperlihatkan deretan giginya.

__

Gilang keluar membawa setumpuk absen kelas 10 Ips, ia akan membagikannya kesetiap kelas. Absen kelas 10 Ipa sudah dibawa oleh wakilnya yang kebetulan jurusan Ipa.

Gilang memang mengambil jurusan Ips, ia lebih suka menganalisis dari pada menghafal deretan rumus. Gilang juga ingin mengubah perspektif orang-orang yang menilai anak Ips hanya bisa membuat onar. Tentu saja hal itu salah besar, anak Ips juga bisa memimpin sebuah Organisasi, anak Ips juga banyak yang berprestasi. Tinggal satu absen lagi ditangannya, Gilang melangkah memasuki kelas 10 Ips 2.

"Assalamualaikum," ucap Gilang dari depan pintu.

"Waalaikumsalam."

"Ada apa Gilang?" tanya Bu Luna, guru yang mengajar pelajaran Ekonomi.

Ica sontak mengangkat kepalanya ketika mendengar nama Gilang disebut, ia yang tadinya menunduk mencatat penjelasan Bu Luna kini menatap lurua ke arah Gilang.

"Nganterin absen buk," jawab Gilang melangkah mendekati meja Guru.

Gilang menatap seluruh siswa-siswi dikelas, hingga pandangannya bertemu dengan gadis mungil yang duduk dibarisan kedua. Gilang mengedipkan sebelah matanya pada Ica, dan hal itu tidak luput dari perhatian Siswa-Siswi dikelas.

Ada sebagian siswi menjerit tertahan, ada juga yang bersiul-siul.

"Heh, heh. Jangan ribut!" seru bu Luna.

Seluruh Siswa-Siswi mematuhi ucapan Bu Luna, tidak ada lagi suara yang terdengar.
Ica menundukkan wajahnya menatap buku dimeja, wajahnya terasa panas. Kak Gilang, bikin Ica salting sekaligus malu ih, geram Ica dalam hati.

_____
Aduh author juga saltinggg🙈
Tinggalkan jejak yaa✨

GILANG FALLS [COMPLETED]✔️Where stories live. Discover now