(G)empatpuluhlima

590 29 30
                                    

Votenya mana sayang🙂

Bahagia itu datang bersama sabar dan perginya bahagia bersama ikhlas.

"Abang ambil minum bentar ya?" Junia mengangguk lalu masih tersenyum saat mendengar langkah kaki Vernon pergi.

Vernon meninggalkan Junia yang terduduk di kursi roda, di sebelah bangku taman rumah sakit.

"Sshhh..." Junia mencengkram erat perut sebelah kanannya. Di tempat letak ginjalnya yang tinggal satu berada, tampak muka gadis itu memerah.

"Argh, jangan sekarang. Jangan, Junia mau liat bintang jatuh untuk terakhir kalinya..." gumam Junia dengan tangan satunya meraba pegangan kursi rodanya, kakinya bahkan sudah lumpuh saat tadi mulai berjalan. Semiris ini hidup Junia ya:)

"June?" Suara ini...

"Aahh? Gue bukan June, gue Jeny." Junia langsung menunduk, mencengkram erat bandul gelangnya.

Gelang berbandul ini, bukan gelang pink yang couple dengan Jeny dan Gara. Tapi, gelang ini adalah hadiah dari Vernon ketika ia mendapat juara lomba lari di TK. Vernon sebaik ini:'

"Ini, ini yang bedain lo dari kembaran lo June..." Gara memegang tangannya yang saling terkait.

"Bukan, ini gue Jeny-"

"Jeny nggak pernah berani manggil gue dengan sebutan lo-gue. Cuma lo June, jadi bener firasat gue lo berbeda..." Junia menunduk mendengar ini.

"Liat gue June, tatap mata gue..." Namun, Gara terdiam saat menangkap tatapan Junia yang ke sembarang arah dan... kosong?

"June..." lirihan Gara berhasil ditangkap oleh Junia.

"Iya, ini gue Gara. Junia. Maaf ya, gue nggak bisa liat lo lagi dengan benar." Junia tersenyum.

"Ke-kenapa-rambut lo?" Gara menyentuh kepala Junia yang mulai botak.

"Hm, nggak apa-apa. Cuma rontok doang..."

"Kenapa lo ada di sini? Cuci darah kan?"

"Iya Gara, masih gue lakuin kok sesuai permintaan lo."

"June, gue tau. Lo kan yang waktu itu manjat pohon buat ambil kucing? Lo kan yang ngasihin gue gelang hitam ini?" Gara mengarahkan tangan Junia ke gelang hitam di pergelangan tangannya.

"Hm?"

"Lo Ata. Kenapa lo bohongin gue? Kenapa lo nuker gelang ini sama Jeny? Buat apa June..." kalimat Gara melirih di ujungnya.

"Iya Asta, ini gue Ata." Junia tersenyum.

"Kenapa lo mainin gue? Gue capek nyariin lo kemana-mana, bahkan gue capek cari info buat tentuin yang mana Ata gue antara lo sama Jeny. Gue nggak suka ama Jeny, gue mau nya lo. Tapi, lo egois."

"Maaf ya, gue cuma mau lo bahagia sepanjang hidup lo. Dicintai dan dimiliki oleh dia yang dapat bersama lo seutuhnya."

"Orang itu-"

"Orang itu bukan gue, Asta."

"June, tapi gue sukanya sama lo. Lo cinta pertama gue, lo yang buat gue abisin waktu sepulang sekolah nyariin lo sampe SMA. Lo nggak tau, betapa bahagianya gue ketemu sama lo. Tapi, pas tau ada Jeny, gue harus teliti lebih lagi agar gue tepat nyadarin yang mana Ata gue. Gue masih suka sama lo sampe sekarang."

"Udah Gar, nggak apa-apa. Makasih udah mau nyukain cewek kayak gue selama itu, gue tau akhirnya... cinta gue... terbalas." Junia menghela nafas.

Sakit di dekat perutnya menjadi, kepalanya pusing. Sesak nafas mulai ia rasakan. Bagaimana pun juga, menunjukkan sakitnya percuma di depan Gara. Ia hanya ingin berada di dekat Gara untuk terakhir kalinya. Waktunya sudah tiba.

Galore (Complete)Where stories live. Discover now