(G)tigapuluhsembilan

114 16 8
                                    

Votenya dulu hayuk sodara-sodara ayam😚🤭

I know I'm not the best at choosing lovers.

Dua hari ini, Junia masih saling diam dengan Gara. Junia sebenarnya ingin menyelesaikan semuanya, waktunya tak banyak. Tinggal beberapa bulan lagi, menuju prediksi kehidupannya. Walau, ada setitik kecil harapan di hatinya untuk tetap hidup.

Getaran di sakunya, membuat Junia merogoh letak dimana ponselnya berada. Tertera, nomor tak dikenal di sana. Tanpa basa-basi, Junia mengangkat telpon itu. Saat ini, ia berada di koridor sekolahnya.

"Iya?" Junia diam, mendengar maksud si penelpon di sebrang sana.

"Sejak kapan? Separah apa?" tanya Junia lemah.

"Aku akan membayarnya, tolong kirim ceknya padaku."

"Iya. Terima kasih sudah memberitahuku tante."

Junia menatap nanar layar ponselnya yang telah mati. Setelah menyender ke pagar lantai dua sekolahnya ini, Junia berjalan menuju kelasnya.

Lagi-lagi, kejadian kelas 10 terjadi lagi. Dimana, Gara rela pindah dari kelas unggulan untuk sekelas dengannya. Sampai segitunya ya? Ini sudah kedua kalinya, lagi-lagi mereka duduk satu meja.

Junia duduk di bangkunya. Menatap tangannya yang saling meremas gugup. Dia segera mengambil ponselnya, mengetikkan sesuatu di roomchat seseorang.

Sret...

Gara duduk di kursi samping Junia. Menyatukan kedua telapak tangannya di meja, menghela nafas keras lalu menatap Junia. Masih pacarnya kan?

"June, kita perlu bicara." Junia yang mendengar ucapan Gara, sontak saja memandang Gara.

"Kenapa Gar?"

"Kita masih kita kan?" Gara menatap Junia intens.

Junia menunduk, lalu mendongak memandang Gara.
"Menurut lo gimana?"

"Tolong June, gue sayang banget sama lo." Gara menggenggam tangan Junia di pahanya.

"Hahaha, gue... juga." Junia menunduk sambil menahan senyumnya.

"Jadi, kita masih pacaran kan?" Gara menatap Junia berbinar.

Junia mengangguk. Gara reflek memeluk Junia, senyum di bibirnya melebar dan bertahan untuk waktu lama sepertinya.

"Eh? Mau kemana?" Junia bertanya heran saat Gara menarik tangannya.

"Gara bel mau bunyi, jangan bolos ya. Lo masih ketos!"

"Nggak penting, ikut gue!" Gara tertawa sambil menggenggam tangan Junia erat, mereka berlari menuju rooftop.

Tepat saat pintu rooftop dibuka, terdengar bel berbunyi nyaring. Waktunya jam pelajaran dimulai kembali. Namun, Junia mau pun Gara tak mau beranjak dari sana untuk memasuki kelas.

"Gimana cuci darah lo?" Gara bertanya.

"Lancar kok, aku selalu cuci darah rutin." Junia tersenyum sambil memejamkan matanya karena matahari bersinar terik.

Gara menarik Junia ke pelukannya, berniat menghalangi Junia dari sinar matahari. Sehingga sekarang posisi mereka, dengan Gara yang bersender pada pagar dengan menutupi pandangan Junia dari sinar matahari. Bisa membayangkannya?

"Aku?" Gara menaikkan sebelah alisnya.

"Hm, bisa manggil aku dengan kamu mulai sekarang?" Junia menunduk malu.

"Hm, boleh dong sayang..." Gara memeluk Junia dengan erat.

"Gara..."

"Hm?"

Galore (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang