Ica menunduk lesu mengetahui tidak ada satupun orang yang ia kenal dikelas ini. Ia masuk di kelas 10 Ips, jangan bertanya kenapa tidak memilih jurusan Ipa? Menurut Ica, Ipa dan Ips sama saja, sama-sama membuat Ica harus tetap belajar.

Ica mendongak memperhatikan sekelilingnya, matanya menemukan seorang gadis yang terllihat bingung didepan pintu. bola mata Ica berbinar.

"Santi?" panggil Ica heboh.

Santi menoleh dan berhambur menghampiri tempat duduk Ica.
"Alhamdulilah, gue pikir gue bakal sendiri dikelas," sorak Santi heboh.

"Gue pikir juga gitu."

Keduanya asik berbincang hingga seorang guru datang.
__

Gilang menghembuskan nafas kasar, agaknya ia menyesal karena pergi ke sekolah tidak sarapan terlebih dahulu. Akhirnya seperti ini, perutnya terasa sakit. Ia memutuskan keluar dari kelas menuju kantin, biarlah orang-orang berspekulasi buruk tentangnya karena keluar di jam pelajaran dari pada Gilang pingsan, Gilang terlalu berlebihan memang.

"Mbak, Nasi uduknya satu!" ucap Gilang berlalu mencari bangku paling pojok.

"Siap mas Gilang."

Untungnya kantin tidak terlalu ramai, apa semua kelas ada gurunya?
Gilang mengucapkan terima kasih saat pesanannya datang, ia memakan nasi uduk dengan lahap. Gilang berdiri mengambil air mineral di dalam lemari es dan membasahi kerongkongannya yang terasa serat.

Ia kembali duduk untuk melanjutkan sarapannya, kunyahan Gilang memelan, matanya menyipit memperhatikan seorang gadis berlari menuju toilet. Gilang menggelengkan kepalanya pelan, gadis yang ia lihat tak lain adalah Ica. Pandangannya tak beralih dari arah toilet, bukan bermaksud apa-apa, Gilang hanya menunggu Ica lewat.

Kening Gilang mengkerut ketika melihat dua orang Siswi menghadang jalan Ica, Gilang mengeluarkan uang untuk membayar sarapannya. Ia bergegas menghampiri Ica ketika dua orang Siswi tersebut mendorong tubuh mungil Ica.

"Mas, kembaliannya!" teriak Mbak iyah, penjual nasi uduk.

Gilang menoleh, "Ambil aja mbak."

Ica baru saja keluar dari toilet, langkahnya dicegah oleh dua orang Siswi yang sepertinya kakak kelasnya. Ica mencoba melangkah melewati jalan lain, tapi dua orang kakak kelasnya mengikuti pergerakannya.

Ica menghembuskan nafas lelah, "Maaf, Ica mau lewat."

"Heh, bocah tengik," ketus Kakak Kelas yang Ica tidak tau namanya. "Masih Siswi baru juga udah kebanyakan tingkah lo," serunya lagi.

Ica mengerutkan kening tidak mengerti maksud kakak kelasnya.
"Ada apa ya kak?"

Kedua kakak kelasnya tertawa sumbang,
"Pura-pura gak tau ni bocah."

Kakak kelas itu menujuk tepat didepan wajah Ica, "Gue peringatin lo, jangan berani-beraninya deketin calon pacar gue!"

Ica semakin tidak mengerti, ia tidak merasa mendekati siapapun.
"Emang calon pacar kakak siapa?" tanya Ica polos.

"Gilang, Ketua Osis disekolah ini."

Ica ber-oh ria, ia mengangguk-anggukan kepalanya melewati dua orang tersebut.

"Heh, gue belum selesai ngomong!" tarik kakak kelas itu pada kerah baju seragam Ica. Membuat tubuh Ica sedikit terhuyung kebelakang.

"Lo bener-bener ya!" geram kakak kelas itu hendak menampar Ica hingga suara tepuk tangan menghentikan pergerakannya.

Ketiganya menoleh menatap ke asal suara, Gilang berdiri dengan bersedekap dada.
"Kalian bertiga ikut gue ke ruang BK!" ucap Gilang meninggalkan ketiganya.

Kakak kelas itu mengepalkan tangannya, sedangkan Ica menunduk lesu, baru sehari sekolah sudah masuk ruang BK.

Gilang mengetuk-ngetukkan jarinya dimeja, ia memperhatikan Ica yang sedari tadi menautkan jemarinya.

"Serli, kamu itu sudah kelas 12. Harusnya kamu bisa bersikap baik ke adik kelas kamu, bukan malah sebaliknya," tegas Pak Sholeh, guru Bimbingan Konseling.

Gilang mengangguk-angguk menyetujui ucapan Pak Sholeh. Serli memang mencari masalah, Gilang sudah menceritakan kejadian yang sebenarnya pada pak Sholeh.

"Ica, Silahkan kembali lagi ke kelas. Dan buat kamu Serli dan Sasa, bersihkan semua toilet sekarang juga!" perintah pak Sholeh.

"Yah Pak, gak bisa gitu dong," protes Serli tidak terima.

"Tidak ada bantahan!"

Ketiganya keluar dari ruang BK disusul Gilang.
"Ayang, Serli gak mau bersihin toilet," kata Serli menempeli lengan Gilang.

"Apaan sih lo, sana jauh-jauh. Ayang-ayang pala lo peyang," ketus Gilang mendorong Serli agar menjauh.

Gilang menarik lengan Ica membawanya kembali ke kelas.

"Kak, ss-stop! Jangan tarik Ica, Ica bukan kambing!" seru Ica menepuk tangan Gilang.

Gilang mengulum senyum, "Siapa juga yang ngomongin lo itu kambing,"

Ica mendengus mengusap-usap lengannya yang terasa panas. "Ya, nggak ada sih,"

"Udah sana balik ke kelas!"

"Ketua Osis juga balik ke kelas," cibir Ica.

"Gue mah bebas," balas Gilang tak mau kalah.

Ica mendengus kasar, ia berbalik menuju kelas tanpa menoleh ke arah gilang lagi. perasaan Ica ketemu kak Gilang mulu, batinnya menggerutu.

_____
Tinggalkan jejak yaa! Pencet tombol bintang dibawah bagian Kiri✨
Siapa aja yang baca cerita ini dari awal pertama dibikin???
Hayooo...

GILANG FALLS [COMPLETED]✔️Where stories live. Discover now