II .. I Don't Know Why

3.8K 271 4
                                    

Beberapa kali Hazel menarik napas dan mengembuskannya. Tangan kekarnya mencengkeram erat ujung meja. Matanya bergerak liar, menatap satu persatu manusia serigala yang berdiri di hadapannya.

"Tidak berguna!" Hazel berteriak murka. Dia melempar meja ke sembarang arah sampai menubruk badan beberapa manusia serigala itu. "Berapa banyak?"

"Sepuluh, Alpha."

Hazel memejamkan matanya. Dia duduk di kursi kebesarannya seraya memijit kepalanya yang pening. Hazel mengibaskan tangan mengisyaratkan agar para ajudannya itu pergi dari ruangan.

"Istirahatlah." Luke menutup pintu lalu segera berdiri di sebelah Alpha-nya itu. Lelaki berambut hitam itu memandangi wajah Hazel. "Cukup sudah. Bisakah kau berhenti melakukan ini semua?"

"Tidak bisa. Kita harus mendapatkan tempat yang layak."

Luke menghela napas. "Tempat ini sudah sangat layak untuk kita."

"Kau tahu, bukan? Aku punya alasan lainnya."

Luke mendesah. "Sudahlah, hentikan. Kita bisa mendapatkan uang dengan cara lain."

Hazel menatap Luke nyalang. "Kenapa akhir-akhir ini hatimu melemah? Mereka tidak perlu dikasihani. Memangnya mereka pernah memikirkan kita? Bukankah mereka selalu menganggap kita kaum rendahan dan menurut mereka, kita tidak akan pernah bisa disetarakan dengan mereka."

Luke mengangguk menyetujui perkataan Hazel. "Aku hanya memikirkan kita. Anggota kita semakin sedikit."

Hazel meletakkan sikunya di meja lalu telapak tangannya menopang dagunya. "Aku tahu, tetapi dia selalu membantu."

Luke memejamkan matanya, menahan geram. "Iya. Aku tahu dia membantu, tetapi tetap saja anggota kita terus berkurang. Kau tahu, bukan? Susah untuk kita mencari anggota."

Hazel menatap Luke dalam. "Aku paham."

"Kau yang paling tahu, kalau yang kita lakukan selama ini hanya sia-sia. Anggota mereka tidak akan berkurang dan kerugian yang mereka alami tidak sebanding dengan kita." Luke mengepalkan tangannya erat, dia tidak boleh emosi. Dengan marah-marah tidak akan memecahkan masalah. "Kau sendiri bahkan sudah mengetahui ini dari awal, apa risiko yang akan kita dapatkan. Ini semua membuat hubungan kita dengan mereka semakin renggang dan mereka tidak akan mungkin diam selamanya. Kita tidak tahu apa yang saat ini sedang mereka rencanakan."

Hazel bukannya khawatir, dia justru tersenyum miring. "Bukankah itu bagus? Kita akan menyambut mereka dengan riang gembira dan akhirnya tugas kita selesai."

Luke menggeleng heran. Dia tidak mengerti kenapa Hazel menanggapi semua ini dengan santai. "Hazel," panggil Luke lembut.

Hazel memelototi Luke yang hari ini jauh lebih cerewet dari biasanya. "Diamlah atau kubunuh!"

Luke memilih opsi pertama. Diam. Daripada nanti Hazel mengamuk. Dia harus selalu sabar menghadapi Hazel.

Terdengar suara ketukan pintu. Luke berjalan dan membuka pintu, dia membelalak terkejut melihat wanita berambut cokelat yang membawa nampan berisi teko dan gelas. Dia menoleh ke arah Hazel yang duduknya menghadap ke jendela. Luke kembali menatap wanita yang tadi mengetuk pintu itu. "Kenapa kau yang mengantarnya?" Luke berucap pelan, agar Hazel tidak mendengar.

Wanita yang memakai pakaian pelayan itu menunduk dalam. "Aku disuruh Molly. Semuanya sibuk." Dia berusaha menenangkan jantungnya yang berdebar-debar serta tangannya yang memegang erat nampan tampak gemetar pelan. Jangan sampai nampan tersebut jatuh yang hanya dapat menimbulkan masalah baru.

Luke mengusap wajahnya kasar. Badai besar akan segera datang.

"Siapa Luke?"

Mendengar suara berat Hazel membuat badan Luke seketika kaku. "Ah, ini ...." Luke menggigit bibir bawahnya. Dia mempersilakan wanita maid itu untuk ke dalam.

Wanita berambut cokelat yang merupakan seorang maid itu kebingungan. Dia tidak tahu harus menaruh teko dan gelas ini di mana. Karena meja kerja Alpha-nya telah hancur berantakan di atas lantai. Dia menatap Luke meminta pertolongan.
Luke menuangkan air yang ada di teko ke dalam gelas. Sebelum memberikannya pada Hazel, Luke menyuruh wanita maid itu untuk berdiri di belakangnya. "Alpha, waktunya untuk minum obat. Anda sudah tidak tidur selama tiga hari."

Hazel mendecak kesal. "Sepertinya kau ingin sekali menggantikanku, ya, Luke." Dia tersenyum sinis.

"Tidak usah berpikiran yang macam-macam bodoh. Cepat minum obat tidurnya! Kau mau mati, hah?!" Luke emosi. Dia menatap Hazel tajam. Hazel tidak akan berani membunuhnya, jadi dia santai memarahi Alpha-nya yang galak dan kejam itu.

Hazel terkekeh. "Sialan. Jangan karena aku tidak akan membunuhmu, kau bertindak sewenang-wenang seperti ini, Luk."

"Cepat minum ini!"

Hazel mendengus kesal. Dia terpaksa meminum obat tidur. Dia sangat lelah, sepertinya tidur dapat membuat rasa lelahnya menghilang. "Puas?"

Luke mengangguk. "Bergantung pada obat tidur itu tidak baik. Kau tahu itu, bukan? Kapan kau akan belajar tidur tanpa obat?"

"Kau sangat berisik." Hazel menggerutu. Dia berdiri dan Luke langsung menggeser tubuhnya untuk menutupi wanita maid itu.

Hazel menatap ke arah Luke. "Aku mencium bau musuh." Hazel berdiri di sebelah Luke, matanya menyorot tajam. Wanita maid itu tubuhnya bergetar dan tidak berani menatap Alpha-nya.

Luke sukar menelan ludah.

"Siapa yang menyuruh kau ke sini?" Hazel mencekik leher wanita maid itu.

"Hazel." Luke berusaha melepaskan tangan Hazel dari wanita itu.

"Sudah sering saya katakan. Saya tidak suka dengan bau badanmu. Sebenarnya, kau memakai minyak wangi yang saya kasih tidak?!"

"Sa-saya memakainya, Alpha."

"Kau-"

"Hazel." Luke menangkap badan Hazel yang terhuyung ke belakang.

"Lebih baik kau istirahat sekarang." Luke memapah Hazel ke luar dari ruangan menuju ke kamar Alpha-nya itu.

"Aku sangat membenci bau werewolf asli."

Wanita maid itu menatap kepergian Hazel dan Luke. Dia tercenung mendengar gumaman Hazel. Dia tidak tahu kenapa Alpha-nya itu sangat membencinya. Ini bukan pertama kalinya Hazel memperlakukannya seperti ini. Dia sering dicekik dan bahkan pernah di masukkan ke penjara hanya karena masalah sepele.

Dicekik, cambuk, tidak diberi makan, dan dipaksa meminum Devil's Helmet. Dia tidak tahu apa kesalahannya. Dia selalu melakukan apa saja yang diperintahkan kepadanya. Dia menjalani tugas sesuai dengan arahan, tetapi kenapa Alpha-nya itu masih saja membencinya?

Sebenarnya apa yang harus dia lakukan, supaya Alpha-nya itu tidak lagi membenci dan memarahinya?

Dia bersyukur, ada Luke yang merupakan seorang Beta. Luke selalu membantunya, bila Hazel sedang mengamuk atau memarahinya. Hanya Luke yang peduli dan baik padanya. Juga hanya Luke yang tidak memandangnya sebelah mata.

"Jangan sedih, Aviqa. Ada aku yang selalu berada di dalam dirimu."

Wanita maid itu tersenyum. Dia keluar dari ruangan kerja Alpha-nya, sebelum ada yang melihatnya. Belajar dari pengalaman, dia pernah dituduh sebagai pencuri dan berakhir di penjara. Waktu itu kebetulan sekali, dia sedang bertugas membersihkan ruangan kerja Hazel.

"Iris. Aku sangat bersyukur karena ada kamu yang selalu bersamaku." Setidaknya dia bersama Iris yang merupakan serigalanya itu. Hanya Iris keluarga yang dia miliki sekarang.

17-Juli-2020

You Are Mine, My Luna (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang