XXVI. What Should I Do?

463 47 0
                                    

Aslan mengetuk-ngetukkan jarinya di atas pahanya, matanya terfokus melihat Alessia yang sedang berlatih kekuatan serigalanya, tapi otaknya bekerja memikirkan banyak hal. Guratan-guratan pada keningnya menandakan dia sedang serius, tidak bisa diganggu. Kalau ada yang mengganggunya, bahkan hanya sekadar memanggil namanya, dipastikan orang tersebut tidak akan selamat dari cengkeraman tangan kokoh Aslan.

Aslan mendudukkan dirinya di kursi yang ada di teras pelataran camp warrior. Alessia dilatih oleh salah satu warrior wanita. Aslan selalu menemani Alessia saat sedang berlatih. Aslan ingin memastikan keselamatan Alessia.

"Aslan. Kau yakin akan menunggu Alessia sampai lulus kuliah? Itu lama sekali. Bahkan sekarang Alessia belum kuliah." Lui merengek. Lui menambah beban pikiran Aslan. Serigala itu mempermasalahkan keputusan Aslan yang menuruti permintaan Alessia untuk menikah setelah Alessia lulus kuliah. Padahal Lui sudah tidak sabar menandai Alessia sebagai mate mereka. Baik Aslan maupun Lui tidak mau menandai Alessia sebelum mereka resmi menikah.

"Lui. Jangan membicarakan hal ini dulu." Aslan memijit pelipisnya yang pening. Kepalanya terasa semakin berat.

Lui mendengus sebal. "Kau masih belum mendapatkan cara, untuk menemukan para rogue itu?"

"Belum." Aslan mendesah. "Kalau yang dikatakan Shelly itu benar, berarti aku harus menemui penyihir itu. Siapa tahu, setelah sihir hitam itu menghilang dari tubuh Alessia, Alessia mengingat semuanya?" Sebenarnya Aslan sangsi, tapi siapa tahu benar? Shelly tidak mungkin salah melihat.

Lui terdiam sejenak. "Kalaupun kita menemukan di mana para rogue itu tinggal dan menemui penyihir itu. Pertanyaannya adalah apakah penyihir itu mau melepaskan sihir hitamnya pada Alessia?"

"Harus mau. Kalau tidak, akan aku siksa dia sampai mau melakukannya."

"Mmm, kejamnya." Lui menyeringai.

"Apa pun akan kulakukan untuk Alessia."

"Ya, begitu pula denganku."

Aslan memandangi serigala putih yang sedang mengibas-ngibaskan ekornya dan siap menerjang pohon kelapa gading yang ada di hadapannya. Itu serigala milik Alessia, Iris yang selalu sukses membuat Aslan maupun Lui bergidik bulu romanya. Iris pandai sekali dalam urusan menggoda lawan jenis dan liar.

Aslan takjub, ketika Iris menggugurkan hampir seluruh buah kelapa yang ada di pohon. Karena sering digunakan untuk melatih kekuatan para serigala, pohon tersebut telah diberi mantra sihir supaya tidak tumbang. Serigala yang berhasil menjatuhkan buah ke tanah, sudah dipastikan memiliki tulang yang kuat dan tengkorak kepala yang keras.

"Huh, Iris." Lui terkekeh. Dia tidak sabar ingin bertemu lagi dengan Iris.

Siku Aslan bertumpu ke lututnya. Ketika dia bercerita pada Alessia tentang Alessia yang dulu pernah mendapatkan kesempatan untuk ikut kompetisi piano internasional dan berencana bertunangan dengan Aslan, tapi semua itu sirna karena Alessia yang terbawa arus sungai. Aslan kira, setelah menceritakan hal ini, Alessia akan sedih dan terpuruk. Ternyata tidak, Alessia justru semakin semangat berlatih piano.

Jikalau masalah hubungannya dengan Alessia yang kini hanya berstatus pacaran. Rasanya aneh kalau dibilang pacaran, karena Aslan tidak pernah mengajak Alessia menjalin hubungan kekasih. Hubungan yang saat ini terjalin, karena mereka sama-sama mengakui telah ditakdirkan berjodoh.

Apakah Aslan harus memperjelas hubungan mereka? Tapi semua werewolf seperti itu, tidak ada yang namanya pacaran, kalau sudah bertemu dengan mate, mereka akan langsung menikah.

Apakah Aslan mengajak Alessia bertunangan? Melanjutkan rencana mereka yang tertunda dulu? Tapi ini bukan waktu yang tepat. Aslan juga sudah tidak sabar ingin menandai Alessia sebagai mate-nya. Agar semua werewolf yang ada di muka bumi ini tahu, Alessia adalah miliknya seorang. Milik Aslan Maccarios!

You Are Mine, My Luna (TAMAT)Where stories live. Discover now