XXV. Benarkah?

621 52 2
                                    

Sage sedang sibuk memberikan instruksi kepada para warrior di teras menara pemantau yang ada di halaman depan mansion Aslan.

Meteor Pack memiliki banyak personil warrior, sebagian besar anggota pack mengabdikan dirinya menjadi warrior untuk melindungi pack.

Meteor Pack merupakan pack dengan jumlah anggota terbanyak di negara ini dan kedua di benua eropa. Seperti yang pernah dibahas sebelumnya. Dahulu ada sepuluh pack werewolf di negara ini, sekarang yang tersisa hanyalah empat.

Banyak kejadian yang mengakibatkan enam pack lainnya hancur. Di antaranya disebabkan oleh perebutan wilayah, diserang kawanan rogue, dan dibantai oleh manusia. Menjadi bahan eksperimen manusia yang haus akan ilmu dan menginginkan hidup kekal abadi.

Para werewolf dari keenam pack yang hancur itu banyak yang bergabung dan mengikat ikrar kesetiaan pada Meteor Pack.

Aslan memperhatikan Sage dan para warrior seraya duduk di kursi yang berada di teras mansion. Ini merupakan rutinitasnya kala dia sedang tidak ada kerjaan atau hanya sekadar mendinginkan otaknya. Di temani Alessia yang duduk di sebelahnya.

"Aslan!" Alessia berteriak kesal. "Jangan pura-pura tidak dengar." Alessia meletakkan pisau yang dia gunakan untuk membelah puding rasa cokelat yang ada di piring.

Aslan menoleh, tersenyum kecil. "Sekitar sepuluh menit yang lalu kita baru saja sarapan. Kamu sudah makan. Perut kamu terbuat dari apa?" Aslan mencubit pipi Alessia gemas.

Alessia menepis tangan Aslan. "Biarin." Alessia meletakkan tangannya di depan dada. Matanya menyipit. "Kenapa? Kamu takut aku gendut?"

Aslan mencomot puding yang tersisa dua itu, lalu memakannya dengan nikmat. "Tidak. Cuma heran saja."

Alessia menghadapkan tubuhnya ke Aslan seraya duduk bersila. "Aslan, cerita." Alessia kembali merengek.

Aslan membersihkan tangannya dengan tisu. "Apa yang harus aku ceritakan sama kamu, Sayangku?"

"Apa pun itu, yang kamu sembunyikan dariku." Alessia menatap Aslan garang. "Atau aku melakukan apa yang Lui suruh? Aku kabur dari sini dan tidak akan mau bertemu kamu, sampai kamu menceritakan semuanya."

Aslan terkekeh. Meskipun dia takut Alessia akan benar-benar melakukannya, tapi dia akan mencoba untuk bernegosiasi. "Kalau kabur, kamu mau tinggal di mana?"

Alessia terdiam. Dia berpikir keras. Padahal dia hanya menggertak tapi Aslan malah menantangnya. Ke mana sebaiknya Alessia tinggal? "Mmm, rumah Alice. Nanti aku akan temui orang tua Alice."

Aslan mengangkat sebelah alisnya. "Memangnya orang tua Alice akan membolehkanmu?"

Alessia menggembungkan pipinya kesal. Ih, Aslan menyebalkan. batin Alessia merutuk. "Nanti aku bujuk dan kalau perlu memohon, sampai diperbolehkan."

Aslan tersenyum lucu. Sepertinya Alessia tidak akan menyerah, keras kepala sekali mate-nya ini.

"Ini semua gara-gara kau, Lui! Awas, kau!" Aslan berteriak murka.

Lui cekikikan di dalam sana. Senang sekali mengerjai Aslan. Lui tahu, Aslan itu cinta mati pada Alessia. Padahal Alessia hanya pura-pura marah, tidak mungkin Alessia pergi dari mansion.

Aslan menghela napas panjang. "Kamu percaya sama Lui?"

"Percaya." Alessia mengangguk cepat.

Aslan menggaruk pipinya yang gatal. "Aku bingung, rahasia apa yang aku sembunyikan darimu."

Alessia menatap Aslan datar. "Sepertinya kamu tidak berniat memberi tahuku." Alessia bangkit berdiri, memasang wajah kecewa. "Aku marah sama kamu." Alessia hendak melangkah, Aslan buru-buru meraih tangan Alessia. Alessia diam-diam tersenyum sebelum membalikkan badannya.

You Are Mine, My Luna (TAMAT)Where stories live. Discover now