tentang jauh yang sebenarnya.

557 126 39
                                    

Una menikmati hari liburnya dengan berjalan-jalan menikmati kota bersama dengan sahabat kecilnya, Mingyu. Sedangkan, sepupu laki-laki yang selalu bersamanya itu kini tengah sibuk dengan perusahaan keluarganya.

Una tersenyum senang, karena sebelumnya jika ia berada di hari libur selalu saja di rumah dan tak pernah pergi kemanapun.

"Ming, lo tuh ngajakin gue muter di Jakarta doang. Ajak gitu ke Bandung atau ke Puncak. Ini malah Jakarta, kan macet banget tau." Dengus Una saat melihat padatnya kendaraan.

"Gue mau ngajak lo ke Katedral." Balas Mingyu sambil melemparkan senyuman manisnya.

"Ngapain, anjir? Gue udah lama ga ke Gereja."

"Nah justru itu. Karena lo udah lama ga ke Gereja, sekarang gue ngajakin lo jadi orang bener lagi."

Una memutar bola matanya malas mendengar ucapan dari Mingyu. "Lo kira, sekali do'a doang gue bakalan jadi bener lagi?"

Mingyu hanya terkekeh mendengar ucapan dari teman kecilnya itu. "Nyoba ga ada salahnya, siapa tahu dapet jodoh."

Una hanya memutar bola matanya malas. Seandainya, dia bisa meminta kepada Tuhannya untuk menyatukan dirinya dengan Jeka yang berbeda kepercayaan dengannya, maka Una akan sangat senang.

Sempat terlintas di otak Una, apakah ia harus berpindah agama? Atau tidak? Dan dia pun memutuskan untuk menetapkan hatinya terlebih dahulu. Toh, tidak mungkin ia begitu mencintai sang hamba Tuhan dibandingkan Tuhannya sendiri. Una tidak mendapatkan jalan keluar sama sekali dari hal ini. Ia hanya bisa berdo'a dan bergumam dalam hati untuk menyemangati dirinya yang membiarkan perasaan itu bermekaran dalam hatinya.

"Gyu, menurut lo Islam gimana?"

Mingyu mengernyitkan keningnya, sedikit bingung tentang Una yang tiba-tiba mengambil topik agama lain yang tidak dipercayai oleh mereka berdua. "Kenapa emang?"

"Jawab aja sih."

Mingyu terlihat berpikir sejenak, lalu menjawab, "Ribet gitu sih. Lebih bebas agama kita deh kayaknya. Larangan Islam tuh banyak, begitupun dengan istilahnya. Tapi ya tetep aja, semua agama itu mengajarkan kebaikan. Ga ada agama yang mengajarkan untuk menjadi jahat."

Una menganggukan kepalanya dalam hati ia menyetujui ucapan sahabat kecilnya itu.

"Tumben banget sih lo nanyain tentang Islam. Biasanya juga bodo amat."

"Ya menarik aja gitu, ketika yang lain pake objek yang di sembah, Islam cuma pake karpet jadi ibadah." Ucap Una enteng.

"Ngaco lo, Na. Itu bukan karpet, itu sajadah."

"Sama aja elah."

"Setiap agama emang ada keunikannya masing-masing dan gue juga ngerasa Islam paling beda, Na. Ada yang bilang kalo katanya kitab umat Islam itu penyempurnaan dari kitab Injil. Tapi, ya gitu jadinya."

Una mengangguk paham, dirinya memang lemah apabila membahas tentang agama. Sungguh, terakhir kali ia pergi ke Gereja saat kelas dua Sekolah Menengah Atas.

"Kalo nikah beda agama ada ga sih, Gyu?" Tanya Una, lagi.

"Hah?" Mingyu awalnya terheran-heran atas pertanyaan yang di berikan oleh Una, tetapi ia akhirnya menganggap itu semua hanya selingan saat macet tengah melanda. "Kalo sama Islam sih setau gue ga boleh, Na. Tapi ya, ada aja orang yang ngelanggar dan jatohnya malah dosa. Soalnya, dua-duanya beda keyakinan gitu."

"Dosa ya?" Una menggumam pelan.

"Iya. Lo kenapa sih nanyain beginian? Kesambet setan apaan lo?"

Jauh ; j.jk x j.ehWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu