masalah dengan jantung.

495 113 19
                                    

warn! a lot of Jaeho!

kapalku gemoy-gemoy!

—————————————————

Kini mereka bertiga tengah duduk di salah satu restoran yang ada. Untuk makan siang bersama. Sungguh, Una kira ia dan kedua kakak beradik itu akan terpisah dari supermarket. Namun, siapa sangka ia di ajak oleh Meisya untuk makan bersama dan Jeka mengiyakan ucapan Meisya.

Di sinilah mereka bertiga di sebuah tempat makan yang cukup terkenal. Ketiganya telah memesan makanan dan mereka tinggal menunggu pesanan mereka itu datang. Dengan posisi duduk, Jeka sendiri dan di hadapannya ada dua orang gadis.

Una sebenarnya sedari tadi menahan pipinya untuk memerah dan tentunya menahan agar degupan jantungnya tidak terlalu terdengar. Hey, kenapa tampilan Jeka seperti seorang pacar yang sedang berkencan dengannya?! Oh, jangan lupakan ia dan jeka mengenakan baju yang warnanya sama. Namun, hal itu tidak luput dari perhatian Meisya yang menatap Una aneh.

"Kak Una gapapa?" Tanya Meisya sambil menatap Una.

Una tersentak, terkejut bahwa ternyata gadis di sampingnya memperhatikannya, "Gapapa, kok." Una tersenyum canggung.

"Kamu sakit?"

Sial, siapa yang menyuruh lelaki dingin itu berbicara? Una meringis dalam hati, lalu mengeluarkan senyumannya.

"Ngga kok. Gue gapapa." Ujar Una dengan senyumannya.

"Baguslah." Balas Jeka acuh tak acuh.

Una hanya bisa menghela napasnya, mengapa pula ia harus menyukai lelaki dingin ini? Membingungkan sekali.

"Kak Una lagi ada acara ke sini? Atau cuma belanja aja?" Tanya Meisya ketika menyadari bahwa suasana telah berubah menjadi sedikit dingin karena kelakuan kakaknya itu.

Una tersenyum menoleh ke sampingnya menatap Meisya, "Tadi aku niatnya ke sini mau beli buku, cuma tadi liat tokonya penuh."

"Iyakah? Emang kak Una mau beli buku apa?" Tanya Meisya antusias.

"Mau beli buku baru karya Pandumu, sih."

Mendengar ucapan Una, Jeka yang tadinya sedang memainkan ponselnya berhenti sejenak dan siap waspada kepada Meisya, takut sang adik membocorkan rahasianya.

"Kakak juga suka dia?" Una mengangguk sebagai jawaban. "Emang ya, Kak Jeka tuh—"

"Saya juga penggemarnya dia." Tukas Jeka cepat untuk menghentikan kelanjutan ucapan Meisya dan perempuan itu memandang bingung ke arah kakaknya.

"Wah pantes aja, waktu itu lo kayak paham banget sama alur novelnya." Una mengangguk-angguk sembari mengeluarkan senyumannya.

"Ya."

"Loh? Kak—"

"Permisi, ini makanan kalian."

Jeka menghela napasnya lega, ia bersyukur bahwa makanan itu datang dengan tepat.

"Lebih baik kita makan terlebih dahulu." Ucap Jeka yang kini sudah mengambil makanan yang ia pesan.

Una dan Meisya pun dengan segera mengikuti Jeka mengambil pesanannya. Mereka bertiga pun berdo'a terlebih dahulu dan akhirnya makan dengan tenang tanpa ada percakapan sedikitpun.

Beberapa menit kemudian mereka bertiga telah selesai menghabiskan semua makanan yang ada, Jeka dan Meisya dengan segera mengucapkan 'alhamdulillah' dan Una yang menyebut 'puji Tuhan'.

Err, Una sedikit meringis saat ia merasakan perbedaan yang begitu kental antar dirinya dan kedua orang itu.

"Kak Una abis dari sini mau ke toko buku, kan?" Tanya Meisya sambil menaruh gelas yang tadi di pegangnya.

Jauh ; j.jk x j.ehDonde viven las historias. Descúbrelo ahora