akar dari semuanya.

501 112 27
                                    

Una kini telah berada didapur rumahnya, sesekali memperhatikan Euis yang sedang memasak untuk makan malam. Selepas kejadian membeli es krim tadi, Jeka, Meisya dan dirinya pun memutuskan untuk pulang.

Sesampainya di rumah, mood dia sungguh berantakan. Entah kenapa, perkataan Jeka selalu terngiang di otaknya pun mood miliknya semakin ancur saat tidak mendapati Jeff di rumah dan Euis berkata bahwa sepupunya itu bermain dengan Junaidi, teman seperbobrokannya.

"Bibi, Jeff pergi dari kapan sih, Bi?" Tanya Una kepada Euis.

"Dari tadi pagi, ga lama dari Una pergi."

"Kok ga pulang-pulang sih?" Gerutu Una sebal.

"Yang sabar atuh ya, Non. Mending Una makan dulu sekarang. Bibi udah selesai masaknya nih." Euis menata makanan di atas meja makan tepat di hadapan Una yang tengah menopang dagunya di atas meja tersebut.

"Ih Bibi manggil Una, Non lagi."

"Eh maaf, Na. Kelepasan."

"Oke, kali ini Una maafin. Ayo, Bi. Kita makan berdua aja biarin Jeffandra makan-makanan pinggir jalan." Ketus Una dengan malas, tetapi tangannya dengan semangat mengambil piring dan lauk-pauk yang ada di atas meja.

"Eh jangan gitu atuh, Na. Den Jeff 'kan ga bisa makan-makanan dari pinggir jalan. Nanti kalo ketahuan, saya bisa kena omelan dari Nyonya Jess." Seru Euis sambil terkekeh kecil.

"Kalo Bibi dipecat, Una mau jadiin Bibi asisten pribadi Una aja." Seru Una.

"Udah-udah, Una baca do'a dulu sebelum makan. Bibi mau beresin dapur dulu."

"Barengan aja makan sama Una. Nanti dapur kita beresin bareng-bareng."

"Eh, tapi-"

TING!

"Jeff ngebell?" Gumam Una.

"Den Jeff kenapa mencet bell ya? Bibi susulin ke depan dulu ya." Ucap Euis yang di angguki oleh Una.

Una pun akhirnya memilih untuk berdo'a dan menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, beruntung tubuh yang ia punya tidak akan membesar meskipun makan terlalu banyak. Tak lama pun, akhirnya Euis kembali ke dapur menemui Una.

"Loh? Jeff nya ga ikut ke sini, Bi?" Tanya Una heran.

"Eh? Itu bukan Den Jeff." Jawab Euis.

"Terus siapa?"

"Dia ga kasih tahu namanya. Tapi, kata dia, Una kenal sama dia."

Una mengernyitkan keningnya mendengar jawaban dari Euis, ia pun beranjak dari duduknya membiarkan piringnya yang masih di penuhi makanan itu terabaikan.

"Yaudah, Una samperin. Bibi tolong bawain air minum aja ke depan ya?"

"Bibi, buatin sirup ya?"

"Terserah bibi, aja. Maaf ya, Bi. Ngerepotin."

"Hush! Itukan pekerjaan Bibi, udah sana." Euis mengibas-ngibaskan tangannya pertanda untuk mengusir Una.

Una pun tersenyum dan pergi meninggalkan dapur menuju ruang tengah. Matanya menyipit saat tahu sesosok familiar yang tengah terduduk di sofa ruang tamunya itu. Sedetik kemudian, mata yang tadinya menyipit kini membola dengan besar saat menyadari sesosok itu seseorang yang ia rindukan.

Una tanpa berbicara segera berlari dan menubruk memeluk dada lelaki itu. Sang lelaki terkejut, tetapi kemudian ia tersenyum saat gadis yang ia rindukan tengah memeluknya erat. Otomatis, ia langsung memeluk balik Una yang berada dalam dekapannya.

"Kangen banget ya, Na?" Lelaki itu berujar terlebih dahulu.

Una pun melepas pelukannya saat mendengar suara berat lelaki itu, dan melayangkan pukulan tepat ke bahu lelaki itu dengan penuh kekesalan.

Jauh ; j.jk x j.ehTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang