Kini Irene berdiri merapikan celananya dan mengaitkan branya yang dilepas Ian. Ia juga mengembalikan kursi yang tadi ia gunakan ke tempatnya dan beralih duduk dimeja kerjanya. Sementara Ian selesai membersihkan sisa-sisa cairan dan merapikan celana serta kemejanya. Ia berdiri memegang ponsel dan membuka knop pintu. Saat itulah Donald masuk.

Irene tertawa pelan mengingat yang barusan terjadi. Adrenalinnya memuncak. Tiba-tiba terlintas satu hal dipikirannya saat ini.

"Kenapa selalu berakhir tanggung, ya?" pikirnya.

Setiap pergumulan yang mereka lakukan selalu tak selesai. Ada saja yang membuat mereka harus menghentikan aktifitas mereka, bahkan sebelum memanas.

Sudah sekitar 20 menit Adrian dan Donald mengobrol di depan. Dani tak bisa menyusul karna sedang tidak enak badan.

"Nanti saya ketemu dulu sama petugas keamanan yang jaga, pak. Kalau ada apa-apa, saya kabarin ke pak Ian." kata Donald menghisap rokoknya.

"Oke, gampang." ujar Ian melakukan hal yang sama.

Donald menatap Ian, ada yang ingin ia bicarakan namun ragu.

"Ada yang mau elu omongin, Nald?" tanya Ian mengejutkan lamunan Donald.

"Oh, nggak. Bapak langsung balik? Saya masih ada kerjaan, nih. Si Irene ngerjain sendirian, nggak enak." kilah Donald. Ian menatapnya lalu berujar,

"Ngomong-ngomong, tumben kemarin lembur?" Donald balas menatap Ian.

"Karna kerjaannya banyak."

"Kalau banyak, kenapa Irene disuruh datang siang? Jam kerjanya kan mulai jam 7 pagi sampai jam 3 sore, kalaupun ada lembur bukan berarti besoknya dia bisa datang siang."

Donald diam sejenak. Ia menghisap rokoknya cukup dalam.

"Karena saya tahu, Irene gak pernah lembur sebelumnya, saya takut dia kecapekan. Jadi, saya minta dia datang lebih siang."

Ian melanjutkan interogasinya.

"Elu nggak pernah baik begitu sama admin yang dulu-dulu, setahu gue."

Donald mengernyitkan keningnya.

"Emang nggak pernah. Kalau saya mau baik ke Irene atau apapun, bukannya itu urusan saya, pak?" jawab Donald mulai menahan emosinya. Ian juga sedang bertahan untuk menekan amarahnya sekarang. Ia menghisap rokoknya lebih dalam.

"Ya emang urusan elu. Gue cuma nanya doang, kok." kata Ian lagi membuang puntung rokoknya ke tanah dan menginjaknya dengan keras.

"Bersikap biasa aja, Nald. Perlakuin Irene kayak elu perlakuin admin elu yang udah-udah." Ian beranjak dari tempatnya menuju mobil bersiap pergi. Donald menghentikannya.

"Pak Adrian! Kayaknya bapak nggak berhak ngatur gimana saya bersikap ke bawahan saya. Selama saya gak melakukan sesuatu yang melanggar kode etik pekerjaan, saya kira itu semua hak saya," Donald melangkah mendekatkan dirinya ke Ian.

"Dengan segala hormat, bapak nggak punya hak apapun untuk melarang saya apalagi mengatur. Irene bekerja dibawah saya, bukan bapak. Dan, bapak bukan siapa-siapanya Irene, kan?" Ian mengepalkan tangannya. Nafasnya memburu perlahan.

Donald mundur selangkah lalu berbalik menuju kantornya. Kemudian berbalik kembali menghadap Ian.

"Satu lagi, pak. Kita lagi di lingkungan kantor, ada bagusnya kalau bapak bisa sedikit profesional dengan panggil saya Pak Donald, atau Donald aja cukup. Jangan pakai elu-gue lagi, ya pak!" katanya tersenyum sinis dan melanjutkan langkahnya ke dalam kantor.

Ian menatap punggung pongah Donald tak suka. Ia kembali ke mobilnya dengan cepat. Membanting kasar pintu mobil ketika sudah duduk didalamnya.

"Brengsek!!" umpat Ian mengingat Donald. Matanya memerah menahan amarah. Ia bisa merasakan bahwa Donald menyukai Irene. Segera ia pergi dari tempat itu sebelum dirinya meledak dan mendamprat Donald. Setelah cukup jauh dari lokasi perumahan, Ian baru ingat bekal yang disiapkan Irene tertinggal.

Burning DesireWhere stories live. Discover now