Nizar Deandre Kusuma [02] | Putus

Mulai dari awal
                                    

Kembali aku menggeleng, "Eng--"

"Halo, kenalin aku Arnando Kusuma. Adik tampannya Nizar Deandre Kusuma, anak kedua dari Bapak Ranto Kusuma."

Ucapanku barusan terpotong karena Nando dengan tiba-tiba menarik tanganku mengajakku berkenalan. Lantas aku mengerjap bingung.

"Ini pac--"

"(Namakamu), aku kerja di cafe Abang kamu."
Buru-buru aku memotong perkataan Mbak Yura yang ingin mengatakan kepada Nando jika aku pacar dari Abangnya. Entalah, kenapa aku seolah tidak ingin Nando mengetahui statusku yang menjadi pacar Kak Nizar.

"Serius cuma kerja nih?" goda Nando dengan wajah meledeknya.

Sedangkan Mbak Yura, perempuan itu masih menatapku tak percaya, mungkin syok karena aku tidak mengatakan kepada Nando yang sebenarnya.

"Mau minum apa?" Aku yang juga masih dengan perasaan yang tidak karuan mencoba mencairkan suasana.

"Ah, nggak usah. Aku langsung pulang aja. Kesini cuma mampir doang kok. Duluan ya Mbak yura, eh-- Kak (Namakamu) juga."

Aku hanya tersenyum membalas kalimat Nando barusan. Dan cowok itu benar-benar berjalan keluar dari cafe.

"Mbak mau nanya sama kamu."
Setelanya Mbak Yura menarikku kebelakang.

"Mbak Yura mau nan--"

"Kamu nggak kenal Nando?"
Telak sudah. Aku sudah yakin pertanyaan ini akan keluar dari mulut Mbak Yura.

"Eng-engga."

"Bener-bener gila ya si Nizar!!"

"Mbak.."

"Nggak habis pikir aku sama itu anak. (Nam) anak itu udah nutupin kamu dari keluarganya!"

"Mungkin belum saatnya Kak Nizar ngenalin aku ke keluarganya Mbak..."

"Belum saatnya gimana? astaga! kalian udah hampir satu tahun lebih loh pacaran. Belum saatnya yang kayak gimana?"

Aku diam, menunduk mendengar ucapan Mbak Yura barusan. Benar, bahkan terlampau benar dengan perkataannya itu.
Aku sendiri pun juga merasa tidak dianggap oleh Kak Nizar. Bahkan fakta mengenai lelaki itu mempunyai adik laki-laki baru hari ini.
Sampai akhirnya aku menangis, astaga kenapa aku secengeng ini?

"Dan kamu selama ini diem aja? astaga, mbak jadi nggak tega liat kamu kayak gini (Nam). Bisa-bisanya Nizar kecewain kamu kayak gini."
Aku terisak dipelukan Mbak Yura. Benar, Kak Nizar telah mengecewakanku. Lelaki itu tidak memberitahuku soal dirinya yang mempunyai adik laki-laki.
Rasanya, aku bukan seperti kekasihnya.

"Udah jangan nangis lagi, nanti mbak yang bicara sama Nizarnya ya."

"Jangan Mbak!"

"Kenapa?"
Aku diam menarik napas pelan.

"Aku mau Kak Nizar sendiri yang jujur ke aku tanpa paksaan."

"Tapi--"

"Mbak... aku mohon..."

"Iya-iya mbak nurut aja. Tapi udah dong nangisnya."

"Makasih ya mbak udah baik sama (Namakamu)."

"Mbak Yura sama (Namakamu) ngapain disini?"
Aku mematung seketika saat mendengar suara barusan. itu suara Kak Nizar.
Buru-buru aku menghapus bekas air mataku sebab tidak mau Kak Nizar tahu penyebabnya.

"Nggak ngapa-ngapain!" ketus Mbak Yura sembari berjalan melewati Kak Nizar begitu saja. Aku yang masih belum membalikkan badan hanya diam saja sebab sibuk mengelap bekas air mata.

IMAGINE BOYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang