33

18K 1.4K 24
                                    

Waktu berjalan begitu cepat, dua minggu berlalu. Kini pria itu tengah berjalan di tengah lorong. Tangannya ia masukkan kedalam saku dan tak lupa sebuah headset di kedua sisi telinganya. Baju yang sengaja ia keluarkan, rambut yang berantakan menambah ke tampanan pria itu.

Beberapa siswa yang berjalan melewatinya terpesona melihatnya, ya begitulah seorang Bagas Khatulistiwa Anggara. Pria dingin yang membuat siapa saja yang melihatnya pasti berdecak kagum.

Bagas tengah di sibukkan dengan kegiatan bersama anggota Osis. Menyiapkan beberapa hal untuk kelulusan siswa siswi kelas XII, ini adalah kegiatan terakhirnya. Setelah nantinya ia naik ke kelas XII Bagas akan sibuk belajar dan para guru juga tidak memperbolehkan anak kelas XII untuk masuk kedalam organisasi atau kegiatan ekstrakurikuler.

Bagas kini sedang melakukan rapat dengan anggota Osis, hari ini mereka membahas tentang acara kelulusan kelas XII.

"Ada yang ingin ditanyakan?" ucap Bagas mengintrupsi para anggota osis.

"Gue udah paham ko pak ketua" balas Dava.

Bagas hanya mengangguk cepat.

"Yang lain?"

"Kami udah paham" ucap Silvi mewakili teman-temannya.

Yang lain pun mengangguk.

"Oke" balas Bagas.

"Gue bagi kalian jadi 3 kelompok, nah masing-masing kelompok bakal gue kasih tugas" jelas Bagas, yang lain pun mengangguk.

"Kelompok pertama, Sil lo gue tunjuk sebagai ketua di kelompok ini" ucap Bagas, lalu menyebutkan nama-nama yang masuk dalam kelompok gadis itu.

Silvi mengangguk. "Tugas kita apa?" tanya Silvi.

"Tugas kelompok pertama, mencatat setiap nama siswa yang mau ikut jadi pengisi acara nanti" jelas Bagas.

Kelompok pertama pun mengangguk paham.

"Kelompok dua, lo jadi ketua di kelompok ini Dav. Tugas kelompok lo bagian panggung" jelas Bagas, lalu memanggil nama yang masuk di kelompok cowok itu.

"Ko cowok semua sih?" protes Dava.

"Bagian panggung tuh berat Dav, banyak lagi. Buat dekor panggung, cek sound, belum alat musiknya" jelas Bagas tegas.

"Iye iye, nggak asik lu ahh" cerca Dava.

Bagas tak memperdulikan temannya itu.

"Dan kelompok yang terakhir gue tugasin buat urus konsumsi" jelas Bagas. Mereka pun mengangguk paham.

"Ada yang ingin ditanyakan?" tanya Bagas.

Dina tanpa ragu mengangkat tangannya.

"Kenapa Din?"

Dina berdehem. "Keamanan gimana?" tanya Dina.

"Masalah keamanan nanti ASKARA akan bantu" ucap Bagas.

Membuat mereka berseru senang.

"Oke. Gue akhiri rapat hari ini"  ucap Bagas lalu merapikan mejanya di susul anggota yang lain.

Satu persatu anggota Osis keluar dari ruang rapat, kini tinggal Dava dan Bagas yang masih sibuk membereskan berkas-berkas mereka.

"Lo belum dapat kabar juga dari keluarga Fi Gas?" tanya Dava.

Bagas menghentikan aktivitasnya, lalu menatap Dava. "Belum"

"Lo nggak coba hubungin atau lo kerumahnya?" tanya Dava lagi.

Bagas hanya menggelengkan kepalanya lemah.

Dava pun bangkit dari tempatnya lalu berjalan menghampiri pria itu.

Dava menepuk pundak Bagas. "Gue duluan" pamit Dava.

Bagas kembali mengangguk.

"Nggak mau bareng, biar so sweet" tawar Dava lalu tersenyum lebar.

"Nggak!" tolak Bagas cepat.

"Diajak romantis susah banget!" cerca Dava tajam, lalu pergi dari ruangan itu.

Bagas menghela nafasnya panjang menggelengkan kepalanya pelan, ia tak memperdulikan ocehan Dava.

Bagas menatap sekeliling ruangan itu meneliti ruangan itu, setelah melihat semuanya tertata rapi Bagas pun keluar dari ruang rapat. Menutup pintunya dan menguncinya, matanya kini beralih menatap jam yang terpasang di tangannya. Pukul 4 sore, Bagas bergegas hari sudah mulai sore. Waktu berjalan begitu cepat tanpa ia sadari, ia begitu merindukan sosok gadis yang lebih dari dua minggu ini tak ia temui.

Bagas berjalan di lorong sekolah yang sudah sepi, hanya alunan musik dari handphonenya. Tentunya dengan headset yang terpasang di kedua sisi telinganya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, dengan segera ia merogoh ponselnya di saku celananya.

"Halo"

"Walaikumsalam" ucap seseorang di sambungan teleponnya.

Bagas diam begitu mendengar suara orang itu, suara yang sangat ia kenali.

"Halo"

Bagas tak menjawabnya, ia masih terdiam. Tubuhnya menegang seketika, suaranya kini terdengar lebih jelas lagi.

"Lo nggak mati kan? Karena terlalu kangen sama gue" orang itu kembali bersuara.

Senyum tipis menghiasi wajah tampannya.

"Lo nggak pingsan kan?"

"Gue di depan, cepet!"

"Keburu jamuran, nungguin lo lama banget!"

"Kangen!!"

Bagas langsung mematikan sambungan teleponnya, ia berlari menyusuri lorong menuju gerbang sekolah.



Terimakasih saya ucapkan buat kalian yang udah Vote ❤️❤️❤️

Terus ikutin cerita Dangerous Boys

Ajak temen kalian juga buat baca

Happy reading semua

Semoga suka

Jangan lupa vote dan komen

💜💜💜💜💜

BAGASKARAWhere stories live. Discover now